[08]

5.7K 871 55
                                    

Pipimu sedikit menggembung lantaran mulut sibuk mengunyah camilan, kedua mata tampak tak peduli situasi—sibuk bergerak kesana-kemari melihat-lihat. Ponsel yang diletakkan di atas meja kembali bergetar.

Baka-nii is calling ....

"Angkat saja," sahut Kageyama yang berada di sampingmu. Kau meliriknya sekilas lalu meraih dan mengangkat panggilannya.

"Halo?"

"Kenapa baru diangkat?"

"Aku sedang dengan teman-temanku."

"Pulanglah, hari sudah larut."

Jeda sesaat lalu kau menghela napas. "Sebentar lagi, ada perlu apa? Sei-nii?"

"Tidak ada."

"Kututup, ya? Oyasumi."

"Hm."

Tidak penting, telepon itu sangat tidak penting. Katakan dia perhatian, namun bagimu itu tidak penting. Lagipula, sejak kapan seorang Akashi Seijuro peduli? Dirimu membatin, mungkin Seijuro sedang sakit.

"Sudah selesai?" Tanya Kageyama, kau mengangguk singkat meresponnya.

"Telpon yang sangat tidak penting," ucapmu malas, lalu kembali mengambil camilan dan memasukkannya ke dalam mulut.

"Apa kalian selalu berkumpul di sini?"

"Iya, selepas latihan biasanya kami berkumpul di sini." Kageyama menjawab.

Kedua irismu memperhatikan para anggota klub voli yang tengah membicarakan sesuatu. Ah, sebentar lagi musim panas yang identik dengan libur panjang dan juga ... kamp musim panas.

Namun, sebelum merasakan keseruan musim panas ... ada sebuah rintangan bernama ujian. Jika dirimu gagal, tamat riwayatmu. Disuguhi test susulan dan pelajaran tambahan di saat orang lain bersenang-senang adalah pilihan yang buruk. Dan kau, sedang berpikir cara untuk meloloskan mereka dalam ujian kali ini.

"[name]-san." Suara itu memecah lamunanmu.

"Ya?"

"Aku titip mereka padamu, jangan sampai nilai mereka merah lagi," kata Ukai-san padaku. Kau memamerkan sebuah cengiran dan mengacungkan jempol.

"Tentu. Jika mereka remedial, akan ada hukuman menanti." Cengiran itu berubah menjadi seringai keji. Mereka yang dimaksud tampak memucat.

Kau menoleh pada mereka. "Paham?" Mereka menganggukkan kepala kompak.

"Osu!"

"Kalau begitu, aku pamit pulang. Sampai jumpa besok!" Kau membungkukkan badan lalu melangkah keluar dari toko.

"Tunggu, biar kami antar." Para anggota klub berjalan mengekor. Sebenarnya tidak perlu karena kau sudah mempelajari ilmu bela diri dan selalu membawa pisau lipat kecil, juga semprotan merica di saku seragam.

Mengerikan? Tidak. Ini sebagai alat perlindungan diri.

Setelah cukup lama berjalan dalam keheningan, kau membuka suara. "Sampai di sini saja. Rumah kita tidak searah 'kan? Terimakasih."

Dirimu mempercepat langkah kaki, rumah kalian memang tidak searah. Itu hanya akan membuat mereka repot. Kau memandang langit malam Miyagi. Masih banyak bintang bertabur, tidak seperti Tokyo yang dipenuhi gemerlap lampu. Kota tidak kenal kata tidur, masih banyak pejalan kaki berlalu-lalang.

Mata tak luput memandang gerak-gerik kota, kau tengah terduduk di bangku yang disediakan di pinggir jalan. Kapan lagi bisa merasakan hal seperti ini?

HIDE AND SEEKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang