[24]

3.7K 713 75
                                    

Tanganku gatel mau pencet unpublish. Yha kalian, giliran gadikasi target malah banyak sidernya 😩🔫

100 vote buat update lagi :p /hiyaa ditabok rame rame

Rasanya benar-benar seperti dihantam balok kayu, atau bahkan dibenturkan ke tembok beton dengan keras. Tapi jujur, spike dari seorang ace nomor lima memang benar-benar tidak bisa diremehkan. Seketika, kau merasa lemah. Biasanya 'kan, hanya terkena lemparan bola tidak akan membuatmu pingsan.

Kedua matamu mengerjap pelan, berusaha menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke mata. Silau, dan tampak pengap. Pendengaranmu samar menangkap suara-suara yang familier. Sebenarnya, kau belum sadar sepenuhnya, kepalamu masih berdenyut nyeri.

Kau memaksakan diri untuk mengubah posisi berbaring menjadi duduk, dengan pelan menarik tubuh walau masih terasa lemas. Ramai sekali, pantas saja. "Kenapa ramai sekali?" Kedua bibir pucat yang mengatup akhirnya meloloskan perkataan itu. Tak ayal, pelukan maut didaratkan yang membuat sesak napas. Rasanya ingin pura-pura mati saja.

"Astaga [name]cchi! Kau sudah sadar?!" Tanya Kise sambil menggoyang-goyangkan bahumu.

"Aaa, kepalaku rasanya mau pecah. Berhenti, idiot! Aku masih tidur!" Teriakmu kesal sambil melayangkan jitakan di kepala pirang Kise.

"Hidoi-ssu! Aku tidak idiot! Aku tampan, kalau Aominecchi baru idiot," sanggah Kise sambil mengerucutkan bibirnya dan mengelus kepala bekas jitakanmu. Aomine tak tinggal diam, dengan kekuatan penuh, ia menjitak kepala Kise dengan tangan terkepal erat. Kau mengacungkan jempol atas aksinya.

"Nice!"

Mengabaikan Kise yang teraniaya, kau mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Kenapa kalian bisa di sini?" Tanyamu pada Midorima yang tengah sibuk dengan celengan kodoknya. Midorima mengabaikan pandangan aneh yang jelas dilayangkan padanya, lalu berbalik menatapmu sambil membenarkan letak kacamatanya. "Akashi meneleponmu tadi, dan temanmu yang memberitahunya," jawabnya.

"Lalu, di mana dia sekarang?"

•••

Yang Kuroo tahu, pemuda pendek di hadapannya ini adalah saudara kembar [name]. Ya baiklah, dari segi wajah mereka memang mirip. Wajah rupawan dengan rahang tegas, diiringi dengan kedua iris yang indah. Heck, Kuroo jadi geli dengan penilaiannya sendiri. Sebenarnya, ada banyak yang ingin ditanyakan, tapi Kuroo sadar diri. Ia tidak pantas. Lagi pula, apa guna ia bertanya.

Di sampingnya, Oikawa sepertinya sudah gatal ingin memecah keheningan. Suara helaan napas terdengar, Seijuro akhirnya mengeluarkan suaranya. "Kalian dekat dengan [name]?"

Jujur saja, Kuroo tak menyangka jika itu adalah hal yang dikatakan pemuda berambut merah itu. Ia kira, pemuda itu akan berlaku seperti pengidap sister complex yang akan marah-marah tidak jelas karena adiknya terluka. Salahkan aura dan tatapan intimidasi yang membuat siapa pun takut.

"Semua anggota kamp ini adalah keluarga, maka dari itu semua harus akrab," jawab Kuroo terkekeh canggung. Seijuro meletakkan tangannya di dagu sambil mengernyitkan kening heran. "Baguslah, berarti dia mendapat teman di sini," ucapnya disertai helaan napas lega.

"Maksudmu?"

"Adikku itu terlalu peka, ia tahu seseorang tulus atau hanya memanfaatkannya saja," lanjut Seijuro.

'Terlalu peka, tapi tidak peka dengan perasaanku—tunggu, apa?! Aku pasti bercanda.'

"Sebenarnya aku tidak mengerti," kata Oikawa memicingkan matanya ke arah Seijuro, adik kelas yang sama sekali tidak menunjukkan sikap hormat pada seniornya. Sepertinya Oikawa lupa jika ia memang tidak pernah dihormati oleh adik kelas sekalipun.

HIDE AND SEEKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang