DUA : Mario Adhiwijaya

125K 10.5K 2.2K
                                    

"Mario."

Mario yang masih mengenakan handuknya karena baru saja mandi menatap horor kepada kakaknya yang muncul di balik pintu.

"Udah dibilang berapa kali sih Kak, kalo masuk ketuk pintu dulu. Kalo gue lagi nggak pake anduk gimana?" Kirana hanya terkekeh geli mendengar gerutuan adik bungsunya.

"Ya nggak papa lah, lagian santai aja kali. Kayak ke siapa aja."

Mario mendengus. "Ada apa? Tumben nyamperin pagi-pagi."

Kirana masuk dan duduk di atas tempat tidur. "Papa sama Mama mau berangkat pagi ini, jadi lo cepetan pake seragam terus ke bawah buat sarapan bareng."

Mario menyemprotkan parfum dengan harum mint ke tubuhnya. "Iya nanti. Kakak turun gih, gue mau pake seragam."

"Oke." Kirana keluar dari kamar Mario setelah menutup pintu rapat-rapat. Ia sebenarnya sangat tahu bahwa Mario tidak suka jika privasinya diganggu sedikitpun.

Mario mendesah, pikirannya kini memikirkan tentang orang tuanya yang jarang sekali berada di rumah. Ayahnya yang punya kesibukan pekerjaan di bidang konstruksi membuat laki-laki paruh baya itu harus selalu dekat dengan lokasi, sedangkan ibunya memang berkeinginan untuk mendampingi sang suami.

Manis, tetapi Mario sama sekali tidak tersentuh.

Tidak ada bayangan bagaimana hubungan kedua orang tuanya karena ia jarang melihat kebersamaan mereka, jadi sekadar ucapan saja tidaklah cukup.

Dengan rambut yang belum kering sepenuhnya Mario keluar dari kamar sembari bersenandung pelan. Ia kemudian bertemu dengan Judith, kakaknya yang paling tua yang sudah rapi dengan setelan kerja.

Judith yang berambut lurus sebahu tersenyum ke arah Mario. "Mau bareng? Kakak kebetulan bakal ke suatu tempat yang ngelewatin sekolah kamu."

Mario menggeleng. "Enggak usah."

"Yaudah." Judith menyisir rambutnya sendiri dengan tangan ketika mereka sudah sampai di ruang makan.

"Kak Judith, jangan lupa pesenan aku." Judith memutar bola matanya malas.

"Lili, hari ini gue nggak bakalan ke kantor. Jadi nggak bisa beliin pesenan album idola lo itu."

Lili mendengus. "Kak Judith kan udah janji kemarin."

"Ada kerjaan yang lebih penting."

"Ish."

"Sudah-sudah, kalau kalian sudah di depan meja makan cukup diam dan makan." Ucapan tegas dari ayah Judith, Kirana, Lili dan juga Mario membuat keduanya terdiam.

"Iya, kalian makan yang cukup ya. Apalagi kamu Kirana, jangan cuma setengah piring." Ibu mereka ikut menimpali.

"Tapi kan aku lagi..."

"Diat diet diat diet, kamu udah kurus mau digimanain lagi?" Kirana manyun mendengar omelan ibunya.

"Dan kamu Mario, makan yang banyak. Biar badan kamu agak gedean." Mario yang sedang menggigit ayam gorengnya menoleh.

"Mau makan banyak atau nggak badan dia tetep kurus Ma," ucap Judith sambil melirik arlojinya. Ia takut terlambat, apalagi tempat yang harus ia datangi cukup jauh.

"Bukan kurus, tapi kerempeng." Mario menendang kaki Lili di bawah meja. "Mulut lo Kak, pengen dijejelin pake kembang makam ya?"

"Mario, language."

"Bahasa, oke." Ayah Mario hanya mengembuskan napasnya pelan.

"Papa sama Mama mau berangkat sekarang aja, takut kita terlambat naik pesawat." Ayah Mario bangkit, diikuti istrinya yang membenarkan lengan pakaiannya yang kusut.

StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang