Luna nyelonong begitu saja ketika Mario membukakan pintu, tidak memedulikan cibiran cowok itu yang sudah mendumel dari a sampai z.
"Salam kek apa kek, jadi cewek jangan liar-liar banget Luna," celetuk Mario sembari menyusul Luna dan merangkulnya.
"Lepasin duh Mar, geli gue dirangkul terus sama lo." Luna melotot galak.
"Ih Luna mah gitu."
Saat melewati ruang tengah, Mario menyempatkan diri untuk mengganggu Lili yang ternyata tertidur. Pantas saja tidak membukakan pintu untuk Luna.
Dengan iseng Mario melepaskan headset dari telinga kakaknya yang paling muda itu, menarik napas dalam-dalam sebelum berteriak kencang.
"GEMPA WOY GEMPA!!!"
Lili sontak membuka matanya dan bermaksud bangkit, tetapi apa daya ia malah terjatuh dari sofa dan meringis pelan.
Mario tertawa terbahak-bahak dan bertepuk tangan, puas karena bisa mengerjai kakaknya. Luna yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya maklum, sifat jahil Mario memang sudah mendarah daging.
Lili terduduk dengan mata merah, memicingkan mata bulatnya itu dan berdecak sebal. "Mario! Gue aduin ke Kak Judith mati lo."
Mario berdecih, tangannya terlipat di dada, sedangkan wajahnya tampak angkuh. "Sorry, tapi Kak Judith lebih sering ngebelain gue tuh. Yuk ah Na, ke kamar ayo naena."
Luna memukul lengan Mario dan melotot. "Ngomong apa lo tadi?!"
"Ih maksudnya tidur-tiduran, makan cemilan kek, nonton film kek apa aja yang enak dilakuin. Jangan ngelantur kemana-mana pikiran lo." Mario menarik Luna dan menaiki tangga, mengabaikan Lili yang terus menerus menggerutu.
"Lo ada film baru?" tanya Luna ketika keduanya sudah masuk ke dalam kamar Mario yang didominasi warna putih, terasa luas karena minim furnitur dan terdapat cermin vertikal yang lumayan besar di lemari yang menempel di dinding.
Selain di rumah Gisel, ketiga sahabat itu sering berkumpul di kamar Mario karena keadaannya rapi dan selalu bersih. Apalagi stok cemilan di rumah Mario seakan tidak ada habisnya, mulai dari kudapan manis hingga keripik dengan beberapa varian pedas berlevel.
"Ada banyak, mau nonton yang mana? Romance? Horror? Action?" Mario menghidupkan laptop-nya.
"Asal jangan cinta-cintaan, menye-menye." Luna menyandarkan kepalanya di pundak Mario tetapi kembali tegak hanya dalam sepersekian detik.
"Mar, gue harap lo mau gemukin badan dikit." Mario menoleh dengan kening mengkerut. "Kenapa?"
"Tulang lo tajem semua, nusuk banget kayak tukang tikung pacar orang."
Mario terkekeh. "Iya-iya, udah sini sandaran lagi sama gue."
Luna kembali bersandar dan melihat layar yang mulai memperlihatkan tontonan berdurasi hampir dua jam, tetapi ia sendiri tidak dapat fokus. Berbagai hal berputar-putar di kepalanya.
"Na."
"Apa?"
"Tumben lo ke sini sendirian tanpa ngajak Gisel, lo lagi ada masalah?"
Inilah yang paling Luna suka dari seorang Mario, cowok itu jauh lebih peka dan pengertian dari siapapun yang pernah ia kenal dalam hidupnya. Bahkan Gisel yang notabene cewek tidak sepeka itu.
"Lo tau aja."
Mario menghentikan film yang baru memasuki awal adegan dan menyimpan benda itu di atas lantai. "Cerita sama gue."
Luna mendesah. "Sebenernya gue lagi pusing, dan ada dua hal yang bikin gue kepikiran terus sampe sekarang."
"Bentar." Mario menarik Luna ke atas tempat tidur dan berbaring, menatap langit-langit kamar, "lanjut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Straight
Teen Fiction[ SELESAI ] Ini tentang mereka bertiga. Mario, Gisel dan Luna. Ini tentang mereka bertiga. Yang diam-diam menyimpan rahasia, yang diam-diam menahan sakit yang ada, yang merasa lelah raga. Ini tentang mereka bertiga. Bagaimana persahabatan mewarnai h...