EMPAT BELAS : Akhir Pekan [2]

63.6K 6.4K 633
                                    

"Elo sih! Kelamaan di toilet jadinya kita kehilangan si Luna sama si Raja." Mario berujar kesal ketika Gisel kembali ke parkiran setelah sebelumnya pergi ke toilet karena kebelet, hasilnya mereka sekarang kehilangan jejak dua orang yang mereka ikuti.

Luna dan Raja sudah melaju dalam mobil Raja dan sekarang entah ke mana.

"Ya maaf, lagian lo tadi juga pas main trampolin lama banget puasnya. Dasar masa kecil kurang bahagia."

"Lo juga sama aja Gisel, siapa yang ketawa-ketiwi sambil meluk gue pas mau jatoh? Siapa? Kuntilanak?"

"Enak aja lo nyebut gue kuntilanak, gini-gini gue juga keturunan bule loh."

"Nggak nanya."

"Mario kampret."

"Neng, Den, mending kita nyusul temen kalian secepatnya," potong Mang Irman yang sudah lelah mendengar perdebatan di antara keduanya.

"Emang Mang tau ke mana mereka?" tanya Gisel sambil menutupi kepalanya dengan tangan karena silau, sontak Mario melepaskan topinya dan memakaikannya kepada Gisel.

"Tadi sih mereka ke arah sana," balas Mang Irman sembari menunjuk jalan yang menuju ke arah taman kota.

"Okelah cari aja, daripada keburu jauh." Mario menarik Gisel masuk ke dalam mobil, melepaskan jaket dan mengikatnya di pinggang karena merasa kepanasan.

"Yaudah Mang, jalan aja."

"Iya neng."

Mang Irman mengeluarkan mobil dari area parkiran, lalu mereka melaju menyusuri jalan raya dengan kecepatan pelan. Bermaksud mencari keberadaan Luna dan Raja, siapa tahu ketemu dalam sekejap mata.

"Eh Sel, itu bukannya mobil si Raja ya?" Mario menunjuk sebuah mobil yang terparkir di dekat taman kota.

"Iya bener, mereka lagi ngapain sih di taman? Siang-siang juga."

Keduanya turun dari mobil, mata mereka memicing karena silau sekaligus mencari keberadaan dua orang yang dicari. Mario merangkul Gisel ketika berjalan menuju taman, membuat mereka terlihat seperti muda-mudi yang tengah berpacaran.

"Kira-kira di mana ya?" tanya Gisel dengan mata yang tetap melihat-lihat keadaan di taman.

Masalahnya, ada banyak orang seusia mereka di sana. Sehingga mempersulitnya pencarian, apalagi baik Gisel maupun Mario lupa akan warna pakaian Luna ataupun Raja.

"Sambil keliling nyarinya, ayo." Gisel menurut ketika Mario mengajaknya berjalan ke arah timur taman.

"Mar, gue haus."

"Ck, bukannya lo bawa minuman tadi?"

"Udah abis."

"Ah elah nyusahin amat." Mario kemudian menghampiri seorang wanita paruh baya yang berjualan minuman dingin di area taman, mengambil dua buah botol air mineral. Satu untuk Gisel dan satu untuk dirinya sendiri.

"Kembaliannya buat Ibu aja ya," ucap Mario dengan tangan mengulurkan selembar uang berwarna hijau.

"Makasih ya dek."

"Iya sama-sama Bu."

"Wih, banyak duit Mar?" tanya Gisel setelah keduanya kembali berjalan mencari Luna.

"Kak Judith baru gajian, ya gue minta bagian hehe. Kirain bakal dikasih selembar duit biru doang, eh ternyata dua lembar yang merah. Biasa, adek kesayangan."

"Andai gue punya abang atau kakak," gumam Gisel yang memang merupakan seorang anak tunggal.

Orang tuanya terlalu sibuk akan pekerjaan mereka, ayahnya yang orang keturunan luar sibuk dengan perusahaan konstruksinya, sedangkan ibunya mencurahkan diri untuk mengurus perkebunan yang ia kelola.

StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang