ENAM : Gisel Senang

81K 8.3K 1K
                                    

Sudah menjadi kebiasaan bagi Kevan untuk menyimpan sesuatu di lokernya pada pagi hari, baik itu hal-hal kecil seperti permen, atau seperti pagi ini Kevan hendak menyimpan novel yang baru dibelinya.

Tetapi ketika sampai di lokernya yang berada di dekat lorong kelas X IPS, Kevan mengernyitkan dahinya ketika mendapati sebuah tote bag terikat pada pegangan loker miliknya, dengan tulisan besar 'Untuk Kevan'. Ia jadi penasaran apa isinya.

Kevan memilih untuk menjinjing tote bag itu dan membuka lokernya terlebih dahulu, keningnya kembali mengernyit ketika terdapat sebuah amplop di dalam lokernya. Padahal Kevan tidak pernah menyimpan benda seperti itu.

Setelah dibuka dan membaca isinya, entah mengapa Kevan menarik ujung bibirnya naik ke atas.

Untuk Kevan yang ekhemmm ... ganteng.

Bekalnya dimakan ya. Emang bukan masakan restoran bintang lima tapi enak kok, enggak bakalan bikin kamu muntah-muntah sampe sakit perut. Hehe.

Semoga harimu menyenangkan:)

Kevan membolak-balik surat itu, tetapi tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan kepemilikan seseorang. Jadi siapa yang mengirimkan surat beserta benda yang disebutkan sebagai bekal?

Benar saja, ketika dibuka aroma roti bakar yang masih hangat segera tercium. Membuat Kevan tak bisa menahan senyumnya lebih lebar lagi.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa ia memiliki penggemar rahasia? Bahkan orang itu rela meluangkan waktu untuk sekadar menyiapkan makanan untuknya.

Kevan menolehkan kepalanya kesana-kemari, mencoba mencari apakah ada orang yang sekiranya adalah si 'penggemar rahasia'. Tetapi yang ia lihat hanya Bu Asri, guru matematika paling menyebalkan yang memang memiliki kebiasaan datang pagi-pagi sekali. Lalu kakak kelas perempuan berambut panjang yang sedang terkikik karena berbincang dengan teman-temannya.

Sepertinya bukan.

Kevan mendesah setelah memasukkan bekalnya ke dalam tas, mungkin ia bisa mencari tahu nanti.

"Oi bro! Pagi amat lo ke sekolah." Kevan membalas pukulan Deon di lengan.

"Gue emang suka berangkat pagi-pagi."

Deon, yang merupakan teman dekat Kevan memutar bola matanya malas. "Iyain, dasar murid teladan."

Kevan tersenyum kecil. "Lo baru dateng atau udah lamaan?"

"Baru dateng, kenapa emang?"

Keduanya berjalan​ menuju kelas, sesekali tersenyum ketika ada siswi yang menyapa keduanya. "Siapa tau lo liat orang yang nyimpen sesuatu di loker gue."

Deon menaikkan sebelah alisnya. "Ada yang jailin elo?"

"Bukan, ada yang bikinin gue bekal."

"Widiiihhh punya fans, nanti bagi-bagi ya." Kevan mendelik. "Nggak, orang itu capek-capek bikin bekal buat gue. Masa gue tega bagi-bagi ke orang lain?"

Deon berdecak. "Ngomong aja nggak mau, dasar pelit."

Kevan nyengir. "Kalo tau gue pelit, kenapa minta?"

"Kampret."

***

Revano mengecek ponselnya sekali lagi, tetapi belum ada balasan apapun dari pesan yang ia kirimkan. Padahal bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu, dan orang yang ia tunggu-tunggu belum datang juga.

Mata elangnya kemudian menangkap sosok yang ia tunggu-tunggu, tetapi cowok itu tidak datang sendirian. Melainkan bersama satu siswi yang ia ketahui sebagai atlet taekwondo sekolahnya.

StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang