TIGA PULUH ENAM : Kecap Hitam Raja

52.8K 6.1K 273
                                    

"KECAP ITEM RAJA NEMBAK LO?!" tanya Mario heboh dengan suara yang tak bisa dibilang pelan, bahkan suaranya itu menggema dalam kepala Gisel dan Luna yang refleks menutup telinganya.

Mario memang kadang-kadang tak bisa menahan diri untuk berteriak sekeras mungkin, Tarzan saja kalah. Gisel sempat meringis, takut benda-benda kaca di dalam kamarnya pecah.

"Mar, bisa nggak sih nggak usah pake teriak-teriak gitu? Lo mau bikin kita budeg?" ketus Luna. Telinganya masih berdengung, sehingga ia menelan ludah untuk mengembalikan telinganya ke keadaan semula.

Mario cemberut, menoleh sebentar ke arah Gisel yang diam dengan sepiring nasi beserta lauk pauknya. "Makan!" titah Mario.

"Ya abisnya gue kaget, berani-beraninya dia nembak lo. Emang dia punya apa? Emang dia punya kelebihan apa?" cecar Mario, Luna mengernyit dan menahan dirinya untuk tidak menabok cowok itu keras-keras.

"Mario, gue bakal jelasin ya. Raja emang nembak gue pas istirahat setelah lo pergi."

"Cemen amat nembak pas gue nggak ada."

Luna yang gemas segera menyentil bibir Mario. "Ih! Bisa nggak kalo gue ngomong nggak usah dipotong gitu?"

Mario mengusap-usap bibirnya, menoleh sebentar untuk melihat apakah Gisel sudah makan atau belum. Ternyata sudah. Kalau tidak, Mario akan memarahinya habis-habisan.

"Kalo lo tanya Raja punya kelebihan apa, gue bakal jelasin dan bakal bandingin sama lo. Pertama, dia jago olahraga, lo? Letoy. Kedua, Raja tinggi dan lo sebaliknya. Ketiga, Raja itu bukan toa mesjid kayak lo."

Mario mengerucutkan bibirnya, merasa disudutkan. "Tapi dia kan item."

"Bukan item, tapi eksotis," celetuk Gisel.

Mario melotot. "Udah makan dulu! Jangan nimbrung!"

Gisel mendengus, lalu melanjutkan acara makannya dengan mengunyah sayur bayam yang sudah masuk ke dalam mulut.

"Tetep aja menurut gue item."

"Lo aja yang terlalu putih kayak cewek," hardik Luna pedas.

Mario mendengus, mengambil keripik kentang di meja dan mengunyahnya dengan penuh perasaan. "Terus lo terima dia?"

Luna menggeleng, merebut keripik kentang itu dari Mario. "Gue minta waktu buat jawab."

Setelah mengucapkan itu, Luna menepuk dahi karena lupa akan sesuatu. Ia membuka tas, membawa cokelat batangan dari Raja yang langsung membuat mata Mario berbinar.

"Ih cokelat! Gue mau!"

Luna menjauhkan cokelatnya dari jangkauan Mario. "Enak aja. Minta sama Revano aja sono!"

"Pelit!" Mario menjulurkan lidah mengejek, mengambil ponsel di saku, hendak mengirim pesan. Namun, urung dilakukan karena Mario ingat bahwa ia sedang kesal pada Revano. Tidak mungkin jika tiba-tiba ia meminta sesuatu.

"Raja digantung dong, Na?" tanya Gisel yang sudah selesai makan dan meminum segelas air.

Luna malah mengangkat bahu. "Ya gitu, soalnya gue juga masih ragu."

"Ragu dia serius atau nggak sama lo?"

Luna mengangguk. "Iya, soalnya dia tiba-tiba deketin dan nembak. Iya sih selama beberapa hari pendekatan dulu, tapi terlalu mendadak aja buat gue. Gue nggak siap."

"Digantung kayak cemuran," celetuk Mario, masih menimang-nimang apakah ia akan mengirim pesan kepada Revano atau tidak.

"Daripada buru-buru jawab tapi nyesel, mending lo emang mikir-mikir dulu, Na." Gisel memberi saran.

"Makanya, sekarang gue lagi pertimbangin mau terima atau nggak." Luna menyandarkan punggungnya di sofa, memejam dan mencoba memikirkan apa jawaban yang akan ia berikan kepada Raja.

Ia tidak tahu apakah ia menyukai Raja atau tidak, Luna hanya merasa nyaman di dekat Raja. Cowok itu enak diajak mengobrol, dia juga baik dan tidak menjauh ketika Luna memberi tanggapan yang terkesan ketus.

Jika Luna menolak, hanya satu yang tidak ia inginkan. Luna takut jika Raja pergi menjauh, padahal menurutnya Raja merupakan teman yang baik.

"Kalo menurut gue ya, Na. Terima aja, itung-itung ini cara lo buat kembali ke jalan yang benar," saran Gisel, ada sindiran di akhir kalimatnya.

"Jangan mau, Na. Nanti rusak keturunan lo jadi item semua kalo sama Raja," ucap Mario.

"Yang bakal ngerusak keturunan itu lo, nanti anak-anak Luna jadi pendek jadinya," sanggah Gisel.

"Udah-udah," potong Luna, yang sebenarnya mulai kesal. Perdebatan Gisel dan Mario sama sekali tidak membantunya, malah membuat ia semakin pusing dan sulit untuk menentukan pilihan.

"Raja itu baik, tapi gue ragu kalo dia ngajak pacaran. Kalian tau sendiri sebelum ini gue pacaran sama siapa."

"Agnes," sebut Mario cepat, sedangkan Luna mengangguk mengiyakan.

"Nah karena itu, biar lo bisa normal ya lo pacaran sama Raja. Dia juga ganteng kok," celoteh Gisel.

"Bukan masalah ganteng atau nggak, Sel. Ini soal gue yang bakal tetep nyaman sama Raja atau nggak setelah status naik dari teman jadi pacar."

"Coba-coba aja terima."

"Perasaan gue bukan bahan percobaan."

"Udah tolak aja, cari yang lain," timpal Mario sembari nyengir karena Revano mengirimkan pedan padanya​.

"Raja keliatannya ba-"

Suara langkah seseorang membuat ketiganya menoleh, Gisel membulatkan matanya dan berdeham dengan sikap kikuk.

Frans, ayah Gisel tersenyum ke arah mereka bertiga. Namun hal itu malah membuat suasana menjadi sedikit canggung, sebab baik Gisel maupun Luna dan Mario jarang bertemu dengan ayah Gisel itu.

"Hai... Pa," sapa Gisel.

"Hai. Saya senang kalian masih berteman sampai sekarang," ungkapnya tiba-tiba.

Mario yang lebih pandai menyesuaikan diri pun mengangguk. "Iya, Om. Pertemanan kita nggak bakal putus sampai kapanpun kok."

"Kecuali kalo yang satunya gampang ngambek," seru Luna.

Mario mendelik, hampir saja menendang Luna ke Merkurius kalau saja ia tidak ingat Frans ada di sana.

"Mama di mana?" tanya Gisel setelah memberanikan diri menanyakan hal itu.

"Nanti malam dia baru pulang," jawab Frans dengan ekspresi yang entah mengapa terlihat masam.

"Papa cuma mampir doang atau bakal tinggal lama di sini?" lanjut Gisel sarkastis.

"Ada yang mau Papa sama Mama omongin sama kamu, Gisel. Nanti malam."

Gisel mengangguk kaku, tiba-tiba ia merasa tidak enak.

Frans ikut mengangguk. "Ya sudah, Papa mau istirahat dulu. Kalian lanjutin saja ngobrolnya."

Frans lalu melangkah, meninggalkan ketiga remaja itu dalam kebingungan.

"Mau ngomongin apa dia, Sel?"

Gisel menoleh ke arah Mario. "Nggak tau."

Semoga saja, tidak akan ada hal buruk yang terjadi.

***

Apa kesan persahabatan Mario-Gisel-Luna yang kalian tangkap dari cerita ini?

Ok, see you.

StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang