"Gisel, pokoknya nggak ya nggak. Kalo lo sakit lagi gimana? Kalo lo mimisan lagi gimana? Kalo lo bengek terus pingsan gimana? GIMANA?!" Mario berseru berlebihan, ia berkacak pinggang dan menatap sahabatnya itu dengan marah. Mario tidak setuju dengan keputusan Gisel untuk tetap pergi bersama Kevan ke toko buku sepulang sekolah, yang artinya saat itu juga.
"Gue nggak akan apa-apa Mario, jangan lebay ah. Lagian kan kalian tau kalo gue mimisan itu udah biasa," balas Gisel tak mau kalah.
"Daripada lo sakit lagi mendingan undur aja Sel," timpal Luna yang kini setuju dengan Mario.
"Ih nggak mau, masa gue harus nyia-nyiain kesempatan emas kayak gini? Jalan sama Kevan itu keinginan terpendam gue."
Mario berdecak sebal, tidak mengerti dengan Gisel yang begitu keras kepala. "Kalo lo malah sakit setelah ini bukan kesempatan emas namanya, tapi kesempatan receh," celetuk Mario ngawur.
"Intinya kita nggak setuju, mending lo pulang terus istirahat. Atau lebih baik ke rumah sakit biat periksa kenapa lo sering lemes dan mimisan."
Gisel menggeleng menanggapi ucapan Luna. "Nggak, pokoknya gue mau jalan sama Kevan hari ini. Terserah deh kalian mau ikutin atau nggak."
Mario mendesah pelan, ia melepaskan jaket hitamnya dan memakaikan benda itu ke Gisel. "Ya udah, tapi lo pake jaket gue biar nggak masuk angin pas naik motornya Kevan."
"Thanks ya Mar."
"Iya sama-sama. Jangan terlalu capek, jangan terlalu aktif, jangan beli jajanan yang berlemak, jangan makan junk food walaupun dibeliin Kevan, ja-"
"Udah kayak emak-emak, lo," komentar Luna.
Gisel menunduk ketika ponselnya berbunyi, ternyata ada notifikasi dari pesan Kevan yang menyatakan bahwa cowok itu sudah ada di depan kelasnya.
"Eh gue duluan ya, Kevan udah di luar kelas. Dah." Gisel melambaikan tangannya, yang kemudian diikuti tindakan serupa oleh Mario dan Luna.
"Sekarang gimana mau ngikutin? Lo bawa motor nggak?" tanya Luna.
"Nggak," jawabnya sambil menggeleng.
"Terus gimana dong?"
"Gini aja, kita ngikutin pake sepeda lo aja. Gue dibonceng."
"Kebalik bego."
"Tapi kan tenaga lo lebih gede dari gue, hehe."
"Udah kodratnya cowok itu di depan, Mario."
"Tapi kan gue uke."
"Nggak nyambung. Lagian mau lo uke kek, seme kek, lo tetep punya batang."
"Ih Luna ngomongnya frontal gitu."
"Ya udahlah ayo, gue boncengin."
"Oke."
Luna dan Mario kemudian berjalan menuju parkiran sekolah, mereka melihat bahwa Kevan dan Gisel baru keluar dari area sekolah. Sebenarnya keduanya tidak perlu terburu-buru, karena Gisel sudah memberi tahu mereka kemana ia dan Kevan akan pergi. Yaitu ke toko buku di sebuah mall yang letaknya tidak jauh dari sekolah.
"Ayo Na, let's go!" seru Mario setelah ia duduk di bagian dari besi yang memang diperuntukkan untuk diduduki di belakang si pengendara.
Luna hanya mendengus, lebih baik ia diam jika harus menghadapi sikap kekanakan Mario.
Mario tidak keberatan ketika beberapa siswa menatapnya aneh dan menertawakannya, atau bahkan mencibirnya. Ia tidak pernah memikirkan hal itu lebih lanjut, Mario selalu masa bodoh dengan pandangan orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Straight
Fiksi Remaja[ SELESAI ] Ini tentang mereka bertiga. Mario, Gisel dan Luna. Ini tentang mereka bertiga. Yang diam-diam menyimpan rahasia, yang diam-diam menahan sakit yang ada, yang merasa lelah raga. Ini tentang mereka bertiga. Bagaimana persahabatan mewarnai h...