"Banyak banget Sel, biasanya juga cuma satu," komentar Kartika, pengurus OSIS yang bertanggung jawab mengenai apa saja yang tertata di mading sekolah.
"Gue lagi rajin." Kartika membaca lima kertas yang disodorkan Gisel sekilas, sebelum akhirnya senyumnya mengembang karena merasa geli.
"Semuanya tentang perasaan, cinta-cintaan. Lo lagi ngode gebetan ya Sel?" Kartika berujar jenaka, tetapi hasilnya membuat Gisel merasa gugup dan memainkan ujung jaketnya.
"Kepo lo ah."
"Tapi cowok kan jarang baca mading."
"Tapi Kevan beda."
"Udah sekarang lima-limanya mau dipake atau nggak?" Kartika kontan lupa dengan topik kode-kodean gebetan yang ia cetuskan sendiri.
"Iya, lima-limanya bakal dipake. Tapi buat minggu depan puisinya ada tema kompetisi yang sehat ya Sel, soalnya kan ada acara lomba band di sini."
Gisel mengernyitkan dahinya sebentar, memikirkan mengenai topik yang dibicarakan Kartika. Sembari berusaha bernapas pelan-pelan karena dadanya merasa sesak.
"Yaudah, gue ke kelas ya."
Gisel keluar dari ruang OSIS dengan langkah lambat, lomba minggu depan masih menguasai pikirannya. Bukan karena tentang tema puisi yang diminta Kartika, tetapi karena memikirkan bagaimana ramainya daerah sekolah nanti.
Jujur, Gisel bukan penyuka keramaian. Selain tidak suka berdesakkan dengan orang lain karena tubuhnya yang mungil, Gisel juga tidak menyukai ketika ia kesulitan bernapas padahal setiap harinya ia sering merasa sesak.
Logikanya jika ada lebih banyak orang maka pasokan oksigen juga berkurang, begitu.
Gisel menggelengkan kepalanya kemudian, mencoba mengalihkan pikirannya ke hal kedua mengenai menjadi secret admirer seorang Kevan.
Jika kemarin ia membuatkan bekal makan siang, maka hari ini Gisel menghadiahkan satu bungkus permen karet rasa mint. Alasannya karena Gisel tahu bahwa Kevan sering memakan permen sejenis, setelah ia memerhatikan diam-diam tentunya.
Masalahnya, Gisel terus menerus merasa khawatir jika apa yang diberikannya itu dapat ditemukan pertama kali oleh Kevan atau tidak. Takutnya ada tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab mengambil barang pemberiannya. Amit-amit.
Gisel terbatuk kemudian, oleh karenanya ia menaikkan resleting jaket sampai ke bagian paling atas. Rasanya hari ini juga lebih dingin dari biasanya.
Tiba-tiba ketika Gisel mendongak saat berbelok di koridor ia berpapasan dengan Kevan yang sedang mengunyah sesuatu.
"Hai," sapa Kevan ramah sambil tersenyum.
Gisel terbatuk lagi. "Ha-hai."
"Lo masih sakit?" Gisel hampir saja menggaruk wajah tampan di hadapannya karena gemas dan senang.
"Nggak juga sih."
Kevan tersenyum kembali, lalu menyodorkan sesuatu yang membuat Gisel membelalakkan matanya.
Itu permen karet pemberiannya!
"Lo mau? Ini pemberian dari seseorang buat gue."
Gisel terbatuk, tetapi kini lebih lama dari sekedar batuk kecil. Hal itu membuat Kevan mengernyit.
"Eh? Lo nggak papa?" Kevan menyentuhkan punggung tangannya ke dahi Gisel.
"Anget, lo masih sakit ya? Mau gue anter ke UKS?"
Kenapa Kevan bisa bereaksi seperti itu? Bukannya Gisel tidak senang, tapi semuanya terasa terlalu cepat.
Terlalu perhatian, dan Gisel tidak siap sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Straight
Teen Fiction[ SELESAI ] Ini tentang mereka bertiga. Mario, Gisel dan Luna. Ini tentang mereka bertiga. Yang diam-diam menyimpan rahasia, yang diam-diam menahan sakit yang ada, yang merasa lelah raga. Ini tentang mereka bertiga. Bagaimana persahabatan mewarnai h...