Gisel terbangun tepat pukul tiga pagi, ia duduk dan celingak-celinguk tidak menentu. Kamar Mario didapatinya gelap karena lampu dipadamkan, hanya ada lampu tidur kecil di atas nakas untuk membantu pencahayaan walaupun ala kadarnya.
Ia tidur paling kanan, Mario di tengah dan Luna paling kiri. Untung saja tempat tidur Mario itu ukurannya besar, karena kalau tidak mungkin ia sudah jatuh karena Mario tidak bisa diam saat tidur.
Gisel mengambil ponselnya, mengecek apakah film yang ingin ditontonnya sudah selesai diunduh atau belum, tetapi matanya melebar seketika ketika ada sebuah pesan masuk dari salah satu aplikasi berbasis internet miliknya.
Tanpa sadar Gisel menutup mulut dengan telapak tangan, lalu beralih menunjuk-nunjuk ponselnya sendiri sembari melompat-lompat dalam duduknya. Perasaan antara senang, bingung, gugup dan yang lainnya bercampur menjadi satu.
Bayangkan! Ketika seseorang yang kalian sukai dan kalian menjadi seorang pengagum rahasianya, dia mengirim pesan kepada kalian terlebih dahulu.
Gisel senang bukan kepalang, sehingga ia menjerit tertahan cukup keras. Membuat Luna terbangun dan mengernyitkan dahi, cewek itu memang mudah sekali terbangun. Bahkan hanya karena ada seseorang yang mematikan tombol lampu.
Jauh berbeda dengan Mario yang kini tampak tidak terganggu sedikit pun, tidurnya tetap nyenyak. Alisnya naik, mungkin sedang bermimpi.
Karena Mario itu tipe cowok yang tidur nyenyak dalam kondisi apapun, dalam istilah lebaynya bumi gonjang-ganjing pun Mario tetap akan tidur.
"Berisik woy," cetusnya kesal. Ia ikut duduk dan menoyor kepala Gisel dari samping.
"Kevan ngirim pesan ke gue! Ya ampun rejeki anak Solehah ya gini, aaaaaakkkkk." Gisel memeluk ponselnya seolah memeluk Kevan yang memang pelukable.
"Masa?" Luna jadi ikut penasaran, ia merebut ponsel Gisel dan membaca pesan yang dikirimkan Kevan. Hanya terdiri dari satu kata dan satu emoji, tetapi ia tahu bahwa pesan sesingkat apapun dari orang yang disukai itu efeknya luar biasa.
"Ini pesan dari kapan lo baca kapan." Luna menyerahkan ponsel Gisel kembali, "dari jam sembilan tadi malem loh."
Gisel menatap ponselnya, lalu meringis pelan.
"Ih anjir iya. Gimana dong Na? Kalo Kevan ilang feeling gara-gara gue nggak langsung bales gimana? Kalo gue dikira sombong gimana? Kalo gue dikira sok kecantikan gimana? Kalo gue dikira sok jual mahal gimana? Kalo gue dicap takabur gimana? Kalo gu-"
"Gisel stop!" Luna menutup telinganya dari ocehan Gisel yang tanpa henti. Baginya, ucapan panjang lebar Gisel itu sangat berisik karena ini masih pagi. Ia kemudian melirik Mario yang masih tertidur dan memeluk kaki Luna karena Luna sedang duduk.
"Gimana dong? Dia kirim pesan duluan itu sudah kemajuan super duper besar! Sebesar rasa suka gue ke dia!"
"Receh," komentar Luna.
"Gue bales sekarang aja?" Gisel mulai mengetik pesan, tetapi segera dihentikan oleh Luna.
"Yee si bego, kalo lo bales sekarang keliatan banget lo ngebet sama Kevan sampe bela-belain bales jam ..." Luna melirik jam kecil di nakas, "jam tiga pagi. Mending nanti subuh biar keliatan biasa aja."
"Tapi ... terus nanti gimana?"
"Ya lo bales hai lagi, tapi sebelumnya bilang maaf baru bales kek, apa kek." Gisel mengangguk mengerti. "Oke deh."
"Oke? Yaudah tidur lagi, jangan berisik!" Luna menyingkirkan tangan Mario lalu berbaring lagi, tetapi cowok itu melenguh pelan dan kembali memeluk Luna. Mungkin karena kebiasaan tidur memeluk guling jika sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Straight
Fiksi Remaja[ SELESAI ] Ini tentang mereka bertiga. Mario, Gisel dan Luna. Ini tentang mereka bertiga. Yang diam-diam menyimpan rahasia, yang diam-diam menahan sakit yang ada, yang merasa lelah raga. Ini tentang mereka bertiga. Bagaimana persahabatan mewarnai h...