Three

1.1K 148 21
                                    

Sinb terbangun dari tidurnya saat ia merasakan getaran ditubuhnya akibat ponselnya sendiri.

Ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam.

Ia tertidur akibat kelelahan menangis, ia sedang berada dikamarnya sekarang.

Setelah puas menangis ia mencoba menghentikan tangisannya dan dengan segala kekuatan yang masih ada ia berjalan menuju kamarnya dan tertidur begitu saja dikasurnya.

Ia tersadar dari lamunannya karna ponselnya kembali bergetar.

"Yeobose--"

"Yak! Hwang sinb!"

Sinb reflek menjauhkan ponselnya dari telinga, dan mendekatkannya lagi.
"Eunha-ya, mengapa kau berteriak?" suara sinb terdengar serak khas bangun tidur + efek dari menangis.
Tapi eunha belum sadar dari perubahan suara sinb. Sekarang ia hanya khawatir dengan sinb karna baru menjawab telponnya.

"Mengapa kau bilang?" teriak eunha disebrang sana. Tapi tidak sekeras yang diawal tadi.

"Ada apa eunha? Apa ada masalah?"
Terdengar helaan nafas kasar dari eunha.

"Apa kau tidak melihat? Aku sudah menelpon mu sebanyak delapan puluh lima kali panggilan" eunha menggerutu tidak jelas diakhir kalimatnya.

"Ah? Jinjja? Mian. Aku tertidur aku sangat lelah" ujar sinb memelas.
"Ne, dimaafkan." jawab eunha singkat.

"Yasudah aku ingin mandi, aku merasa tidak nyaman. Aku belum mandi habis pulang kerja tadi" eunha terkekeh pelan.

"Dasar jorok, baiklah cepat man--" eunha baru saja menyadari kalau suara sinb berubah dari suara biasanya, jadi terdengar sangat berat.
"Eunha?" sinb mengecek layar ponselnya. "Belum dimatikan" gumamnya pelan.

"Eun--"

"Kau menangis lagi?" eunha bertanya dengan suara yang terkesan dingin.

Sinb terdiam, ia harusnya sadar kalau sahabatnya ini pasti akan peka dengan keadaannya walaupun ia tidak melihatnya secara langsung.

'Apa aku harus berbohong' batin sinb.
"Jangan berani berbohong padaku".
Sinb menghela nafas panjang usahanya untuk berbohong akan sia-sia. Eunha. Sahabatnya ini adalah yang sangat peka terhadapnya, padahal mereka baru saja bersahabat saat kuliah.

Tapi eunha adalah sahabat terbaik yang sinb punya selama hidupnya.
Dia pernah mempunyai sahabat, tapi sekarang sinb berharap tidak ingin bertemu dengan sahabatnya 'itu' lagi.
Sinb hanya terdiam, dia belum ingin bicara apapun kepada eunha.
Terdengar helaan nafas lagi dari eunha.

"Kau berhutang penjelasan kepadaku. Besok" .
Setelah mengatakan itu eunha langsung mematikan ponselnya.

Sinb menarik nafas dalam, dan mengeluarkannya perlahan. Ia sedaritadi menahan tangisannya, takut eunha mendengar ia menangis. Eunha memang belum pernah melihat sinb sekalipun menangis didepannya. Yang eunha lihat adalah sinb yang selalu ceria.

Itu hanyalah topeng belaka untuk menutupi dirinya yang sedang rapuh sekarang. Sinb hanya tidak ingin melihat sahabatnya maupun orang terdekatnya melihatnya rapuh.

Ia ingin menangis sepuasnya saat dia hanya sendiri. SAAT SENDIRI SAJA.

Sungguh, sinb sangat baik mengubur kata 'rapuh' didalam dirinya saat bersama sahabat maupun orang terdekat.

TAPI, kalau kalian ingin tahu, selama ini dia juga menangis hanya didepan suaminya karna suaminya sendirilah yang telah menyakitinya.

Sinb menyimpan kembali ponselnya. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Second Chances?[complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang