Epilog

363 32 5
                                    

Dinda Pov.

***

Stasiun Gubeng 7 pagi.

Aku dalam perjalanan menuju Jogja sekarang. Hmm. Kutinggalkan semua kenangan manis di Surabaya saat ini. Kenapa nyesek banget rasanya. Angga mengantarku sampai stasiun tadi. Saat dia melambaikan tangannya.

"Take care. If not for me,at least for yourself. Please,"katanya.

"Pasti. For myself,for my family,and for you,"jawabku.

Lalu kami saling melambaikan tangan. Ini kali terakhir aku bisa menatap wajah,mata,dan senyumnya untuk waktu yang cukup lama ke depan. Entah kapan aku bisa melakukannya lagi.

"Aku pasti akan merindukanmu.." Kalimat itu yang tersirat di tatap kami berdua.

Tatap yang akan sangat kurindukan.

"Mau permen Din?"tawar Bunda. Kereta kami sudah mulai keluar stasiun meninggalkan kota Pahlawan menuju kota Gudeg.

"Boleh bun,"jawabku. Tapi yang bunda tawarkan adalau permen mint. Sedangkan aku lebih suka tamarin. "Bun. Permen tamarinnya nggak ada?"tanyaku.

"Oh Bunda masukin di tasmu Din,"kata Bunda.

Oalah ternyata. Aku juga lupa. Maka kubuka tasku dan mengambil beberapa bungkus permen juga headset karena aku mulai merasa bosan. Eh tapi headset ini mana pula? Kok nggak ada. Coba kukeluarkan isi tasku. Yah jadi bongkar tas ini judulnya.

Ups.

Kerudung biruku jatuh. Aku segera mengambilnya sebelum kotor. Menepuk-nepuknya beberapa kali.

"Lo kamu beli kerudung?"tanya Bunda agak kaget. Aku mengangguk. "Bagus deh. Jadi kapan berhijab Din? Nanti Bunda ikut deh. Insya allah,"kata sekaligus tanya Bunda.

"Ish Bunda! Ini tuh butuh keyakinan dari dalam hati. Belum tau sih Bun resminya kapan. Dinda juga baru coba-coba,"jawabku.

"Iya deh. Itu juga udah bagus. By the way. Kerudungnya beli dimana emang? Atau ada yang beliin ya?"tanya Bunda dengan intonasi keponya.

"Ah bunda! Pingin tau aja!"jawabku.

Aku memandangi kerudung segi empat rawis ini. Warna biru muda. Favoritku. Mengelusnya beberapa kali. Rasanya kerudung ini penuh akan memori. Juga saksi bisu.

Kerudung ini...

Dari Angga.

***flashback***

***

Malam itu di Surabaya North Guay.

Mentari sudah pamit sejak tadi. Digantikan bulan dan bintang. Suara deburan ombak khas pelabuhan pun menemani. Beberapa menit lalu rasanya adalah sunset paling memorable yang pernah kulewati. Indah sekali.

"Ini malam terakhirmu di Surabaya. Kamu harus dapat view sunset Surabaya yang terbaik malam ini. Biar kamu nggak lupa sama tempat ini dan selalu pingin pulang lagi,"ucap Angga malam itu.

Aku terdiam. Terkadang ada alasan yang membuatku sangat tidak ingin pergi dari kota ini. Angga.

"Dan biar kamu nggak lupa sama aku,"lanjut Angga. Aku manatapnya. Ia juga menatapku.

Nggak akan Ga. Aku nggak akan lupa.

"Hm bentar. Aku punya sesuatu buat kamu,"kata Angga sambil merogoh sesuatu dari dalam tasnya.

"Apa?"tanyaku. Ia mengeluarkan tas kresek kecil. Isinya...

Kerudung?

"Kerudung?"tanyaku.

"Iya. Ini buat kamu Din. Tadi aku liat di toko. Kerudungnya bagus menurutku. Dan entah kenapa aku inget kamu. Jadi aku beli. Dan... Ya inilah,"jelas Angga.

"Hm. Menurutmu,aku cocok pakai kerudung?"tanyaku. Angga justru tak menjawab dan mengambil kerudung dari tanganku. Dan memakaikannya.

Deg.

"Cantik?"tanyaku.

"Aku seneng liat kamu jadi jauh lebih baik gini Din. Di Jogja atau dimanapun nanti,tetep jadi Dinda yang kayak gini ya,"kata Angga.

...

Nggak tau harus ngomong apa. Lelaki di depanku ini secara tak langsung telah merubah hidupku. Dan sekarang aku membuatnya harus bisa melepasku. Oh! Aku ingin menangis rasanya.

"Janji jangan lupain aku,"pinta Angga malam itu.

"Pasti."

**flashback off**

***

Stasiun Tugu berjam-jam kemudian.

"Nggak ada yang ketinggalan kan Din?"tanya Bunda sambil menurunkan koper dari kereta.

"Nggak kok Bun. Udah dicek tadi,"jawabku.

Lalu aku dan Bunda menunggu jemputan di ruang tunggu. Hmm agak lama. Aku masih murung. Entahlah. Yang kurasakan adalah separuh hatiku tertinggal di Surabaya.

"Kenapa Din?"tanya Bunda tiba-tiba. Mengejutkanku. Rupanya Bunda daritadi memperhatikanku yang sedang melamun. Ah kan malu!

"Nggak kok Bun,"jawabku.

"Merindukan seseorang?"tanya Bunda sambil menatapku.

Duh! Bunda emang paling ngerti Dinda deh.

"Hmm begitulah Bun,"jawabku seadanya.

"Telpon dia Din. Bilang kamu sudah sampai dan baik-baik saja. Siapa tau dia juga rindu kamu,"saran Bunda. Aku agak ragu. Karena jujur pernah terbesit untuk melupakan segala kenangan di Surabaya saat sampai di Jogja. Namun senyum Bunda melemahkanku. Aku mengambil ponsel dari dalam tas dan berjalan agak menjauh untuk menelpon.

"Tut.. Tut.. Tut..."

"Halo assalamualaikum."

"Waalaikumsalam Din."

"Angga aku sudah di Jogja. Sekarang lagi nunggu jemputan."

"Alhamdulillah kalo gitu. Aku kok udah kangen ya hahaha."

"Apaan sih hahaha. Hmm btw lagi ngapain.."

"...."

"....."

"......"

"......."

"Dinda! Jemputannya udah dateng!"teriak Bunda tiba-tiba.

"Iya Bun bentar!"jawabku. "Yaudah Ga. Jemputannya udah dateng nih. Lanjut nanti lagi ya,"ucapku pada Angga ditelpon dan diiyakannya. Setelah itu kureject setelah mengucap salam.

Dan sinilah.

Jogja.

Aku akan menulis kisah baru. Dan berusaha menjalani hidup dengan lebih baik. At least lebih baik dari sebelumnya. Aku tak ingin mengulang pengalaman menjadi seorang bad girl.

I'm ready!

***

***

***

^_^

Ye! Epilog akhirnya wkwkwk. Please vote comment ya guys. Makasih banget yang selama ini setia baca cerita ga jelas ini. Hahaha. Maaf banget cerita ini banyak kekurangannya.

By the way. Setelah ini bakal hiatus atau bikin cerita baru,author belum tau hehe. Masih sering sibuk soalnya:'' So ditunggu saja (padahal w tau nunggu itu gaenak:'3).

Oh ya! Comment yang setuju INABG dikasih extra chapter. Comment juga yang setuju author bikin cerita baru (walau mungkin sama gajelasnya cekilah:'''").

Sekali lagi makasih banget. I LOVE YOU and SEE YOU!!!

I'm (Not) A Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang