***
"Ternyata ada banyak hal yang bisa berubah dalam waktu yang cukup singkat ya Ga..."
-Dinda
***
Lima tahun kemudian...
Jogjakarta...
"Maaf ya Din. Bunda nggak bisa nemenin kamu pulang. Kamu tau sendiri eyang lagi kurang sehat. Toko roti bunda di sini juga nggak bisa ditinggal,"kata Bunda.
"Nggak papa kok bun. Santai aja mah,"jawabku.
"Bukan karena Bunda nggak mau ketemu Ayah kok Din,"ucap beliau sambil membantuku merapikan koperku. Ada sedikit ekspresi sedih tergores di wajahnya sesaat setelah berucap seperti itu. Kusentuh tangannya.
"Bunda.. Iya Dinda ngerti kok. Dinda nggak papa ke sana sendiri. Kan Dinda udah gede,"ucapku. Bunda menarik napas dalam.
"Hmm. Kamu ati-ati ya,"katanya sambil memelukku.
***
"Ini malam terakhirmu di Surabaya. Kamu harus dapat view sunset Surabaya yang terbaik malam ini. Biar kamu nggak lupa sama tempat ini dan selalu pingin pulang lagi,"ucap Angga malam itu.
***
Dan nggak kerasa udah lima tahun berlalu. Sudah banyak yang berubah.
Hari itu Bunda mengantarku sampai Stasiun Tugu. Aku akan pulang ke Surabaya selama seminggu untuk menjenguk ayahku. Aku dengar dia lumpuh sekarang. Jatuh dari tangga atau apalah aku masih kurang tau. Istrinya yang sekarang adalah wanita karir yang sibuk. Jarang pulang ke rumah. Anaknya juga tak beda jauh dengan ibunya. Kasihan ayah pasti kesepian.
Sudah tiga bulan ini ayah menelpon untuk minta dikunjungi. Terakhir ia memintanya sekitar dua minggu lalu. Lewat telpon singkat. Aku jadi rindu mendengar suaranya. Walaupun terkadang...ya begitulah. Namun bagaimanapun juga dia ayahku. Tapi aku baru bisa mengunjunginya hari ini karena kesibukan kuliah menjelang semester 3. Iya aku sudah kuliah sekarang. Sudah besar. Bukan anak smp lagi. Dan aku sudah berhijab sekarang.
***
"Hm. Menurutmu,aku cocok pakai kerudung?"tanyaku. Angga justru tak menjawab dan mengambil kerudung dari tanganku. Dan memakaikannya.
***
Hal itu. Pertama kali aku mencoba hijab. Bagaimana aku bisa lupa.
"Bye Dinda! Salam untuk Ayah ya,"ucap Bunda sedikit berteriak saat berpisah denganku di pintu masuk stasiun.
"Iya Bun. Siap!"jawabku sambil tersenyum.
Aku menunggu sebentar di ruang tunggu. Tak terlalu lama. Mungkin 15 menit. Kemudian kereta yang akan membawaku ke Surabaya tiba di jalur 2. Aku segera berdiri sambil menggeret koperku.
"Aduh!"seru seorang nenek. Kasihan dia keberatan dengan kardus bawaannya. Tanpa berpikir dua kali kuputuskan untuk membantunya menganggkat kardusnya dulu ke dalam kereta sebelum koperku.
"Biar saya bantu,"ucapku pada nenek itu. Eh tapi ini kardus isi apaan ya? Berat bener. Batu kali?!
"Makasih ya Nak. Sudah cantik,baik lagi. Nenek doakan dapat jodoh yang barokah,"ucap sang nenek. Aku hanya tersenyum simpul lalu sibuk mengangkat koperku sendiri. Ada-ada aja tuh nenek-nenek. Tapi di-amin-in nggak ada salahnya juga. Hmm. Tiba-tiba jadi ingat seseorang.
***
"Jangan tinggalin aku Ga,"pintaku.
"Pasti Din,"kata Angga.
***
Dia. Tapi ah sudahlah.
"13 b.. 13 b.. Nah ini dia." Aku segera menaruh koperku di tempatnya saat aku sudah menemukan kursiku sesuai nomornya di tiket. Lalu mencari posisi paling nyaman untuk duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (Not) A Bad Girl
HumorIni adalah bagian dari diriku yang tidak kukenal. . Hai. Namaku Dinda. Adinda Virandini Key lengkapnya. Ini cerita tentang diriku yang menjadi badgirl. Bukan aku yang menginginkannya. Melainkan.... memang keadaan yang memaksaku. Keluargaku broken ho...