Thirty Four (Coklat Pita Pink)

491 33 2
                                    

Sebulan kemudian...

Waktu aku sama Angga terasa berjalan begitu cepat. Tau-tau udah sebulan kami berpacaran. Semuanya terasa begitu menyenangkan. Walau pun keadaan keluargaku belum membaik. Ayahku kini malah sering keluar malam entah kemana. Tapi dengan adanya Angga,aku bisa semangat melewati itu semua.

Dia matahariku. Alasanku bangun lagi di setiap paginya.
***

Di sekolah.

Pagi ini dingin. Bekas semalam diguyur hujan. Tadi pagi juga masih gerimis. Sayangnya aku harus naik angkot ke sekolah. Ayahku kemaren pulang malam lagi dan tadi pagi belum bangun. Kalau dibangunin resikonya sama aja kayak bangunin harimau yang lagi hibernasi. Yaudah lah. Huft! You can trough this Din!

Beberapa langkah lagi sampai di kelas. Anak-anak kelas udah mulai baik lagi ke aku. Syukurlah. Ya walaupun masih ada aja yang ngejudge. Ya wajarlah namanya artis wkwk. Saat masuk kelas,seperti biasa banyak anak yang baru ngerjain pr. Tradisi ini mah. Tapi gue mah udah. Hehe Dinda yang lama sudah kembali coy.

"Oi itu Dinda. Pinjem dia aja sana gih."

"Coba sana lo yg minta. Gaberani gue."

"Ih kok gue? Lo kan juga mau nyontek."

"Udah deh cepetan keburu bel masuk nih."

Kudengar bisik-bisik beberapa temanku. Eit pake sebut-sebut Dinda punya nama. Macam mana pulak ni? Ape lah mau nya?

"Ehem. Ada apa sih? Kok gue denger ada yang nyebut nama gue segala?"tanyaku.

"Eh Dinda. Kedengeran ya ternyata. Sorry Din. Kita nggak bermaksud...."kata mereka.

"Eh nggak papa. Aku cuma tanya kenapa kok pada bisik-bisik gitu?"tanyaku.

"Ehm.. Anu Din,"kata mereka nggak to the point. Jujur aja males ngeladenin yang bertele-tele begini.

"Anu?"tanyaku lagi.

"Hmm lo kan baik ya Din,"kata salah seorang mereka.

"Lo juga cantik. Cantik bangettt,"tambah temen satunya.

"Makasih loh ya,"jawabku dengan nada ke-gr-an tingkat dewa.

"Dan kita-kita nggak pernah ikut-ikutan ngejudge elo Din. Sumpah,"katanya lagi.

"Aelah. Mbulet deh. Mau ngomong apa sih? To the point aja,"ucapku.

"Nyontek pr matematika yang kemaren Din!"jawab mereka barengan kompak banget udah kayak anak paskibra.

Guuublllllaaakkk:v

"Oalah. Gitu aja pake mbulet-mbulet. Gue kira apaan,"ucapku sambil mencari buku tulisku di tas.

"Makasih loh Din. Di kelas ini yang bisa nyelesaiin soal sulit kayak gini mah cuma elo,"kata temenku itu.

"Berlebihan deh kalian. Nih bukunya,"kataku sambil memberikan buku tulis matematikaku.

"Thanks Din,"kata mereka.

"Yoi." Kemudian aku menuju bangkuku. Setelah itu aku sok sibuk main hp sampai bel masuk.

"Assalamualaikum,"suara Mom Elin,guru englishku,masuk ke kelas. Segera kumatikan hpku dan menaruhnya di loker.

But wait. Ada apaan nih di lokerku? Kuambil benda itu. Sebungkus coklat dengan pita pink yang unyuuu banget menempel di situ. Siapa yang naruh sini? Aku tanya teman sebangkuku namanya Bibin atau yang lebih sering kupanggil Bindut. Yap dia cowok yang gendut. Dan agak cucok cyin. Abnormal tingkat menjelang akut. Hobi nyanyi padahal bikin gempa dan ngomong sendiri sama gantungan kunci beruang yang ada di tasnya. Pokoknya bisa gila kalo duduk sama dia. Tapi sudahlah huft! Cuma dia yang masih mau sebangku sama gue walaupun jarang ngobrol. Yekali gimana mau ngobrol coba,yang diajak ngomong malah benda-bendanya. Bukan gue. Dia mau duduk sama gue itupun terpaksa karena kita berdua yang nggak kebagian temen sebangku di kelas. Sebagai informasi aja,gue kan udah nggak sebangku sama Putri lagi.

I'm (Not) A Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang