Sudah beberapa hari ini Sehun uring-uringan karena Miu. Wanita kucing itu tidak melakukan sesuatu yang salah ataupun membuat kegaduhan. Namun, yang membuat Sehun uring-uringan adalah ia jadi semakin menginginkan wanita kucing itu setelah satu kali menghabisinya. Sepertinya, sebagian isi tubuh Miu adalah zat adiktif hingga Sehun kecanduan padanya seperti ini.
"Sehun, apa aku sudah boleh mengunjungi Jongin?" tanya Miu membuat Sehun menatapnya sejenak.
Hari ini, wanita itu mengenakan terusan warna biru muda dengan rambut dikuncir rapi oleh Sehun tadi. Sehun menatap bagian lehernya yang kini sudah kembali bersih. Tak ada lagi kissmark di sana.
"Ya. Aku akan mengantarmu ke sana," ujar Sehun.
"Terimakasih Sehun!" Miu tersenyum lebar, membuat Sehun mau tak mau ikut tersenyum.
"Sebentar, pakai kaus kakimu. Cuacanya mulai dingin karena sudah masuk musim gugur."
"Iya." Miu beranjak menuju kamar Sehun untuk memakai kaus kakinya.
Sehun menunggu wanita itu mengenakan kaus kakinya. Pintu kamarnya terbuka dan Miu melangkah keluar dari sana dengan penuh semangat. Sehun tertegun.
"Darimana kau dapat kaus kaki itu?"
Kaus kaki yang dikenakan Miu berwarna putih, panjangnya hingga ke atas lutut dengan dua garis berwarna pink di bagian itu. Wanita itu terlihat semakin pendek dengan kaus kakinya yang terlalu panjang.
"Kakak Cantik yang memberikan ini padaku," kata Miu.
Astaga, sepertinya Seohyun berniat menjadikan wanita itu menjadi kitten bagi Sehun. Sehun segera menggeleng, menjernihkan pikirannya yang mulai tak benar. Ia menatap Miu dan kaus kakinya sejenak.
"Duduk di sana, kau salah mengenakan kaus kakimu," ujar Sehun menunjuk sofa.
Miu menurut dan berjalan menuju sofa kemudian mendudukan dirinya di sana. Sehun menghampirinya, melepas kaus kakinya dan mengenakannya ulang. Sehun mengumpat dalam hati, menekan keinginannya untuk menerjang wanita itu. Bagaimanapun juga ia tidak bisa menyerang wanita itu lagi. Tidak sampai ia punya pengaman. Ia beranjak mundur dan menatap Miu sejenak.
"Sudah," katanya berat. "Ayo."
Miu mengangguk dan berdiri mengikuti Sehun. Ia mengenakan sandal rumahnya yang berbentuk kelinci. Sehun tak mempermasalahkan hal itu. Jarak apartemen Jongin dan apartemennya hanya dua kamar.
"Nanti sandalmu kotor kalau berjalan keluar, aku belum membelikan cadangannya," gumam Sehun.
"Apa aku harus menggantinya?"
Sehun menggeleng. "Tidak usah. Biar kugendong saja kau ke sana."
Dan kemudian, Sehun menunduk, meletakan tangannya di tengkuk dan tangannya yang lain di belakang lututnya kemudian menggendongnya seperti pengantin baru. Sehun sedikit kerepotan karena Miu mengenakan terusan rok, tetapi mereka akhirnya sampai di depan pintu apartemen Jongin.
Sehun menekan bel sekali, menunggu sejenak hingga Jongin membukakan pintu. Jongin kelihatan bingung ketika melihat Sehun yang menggendong Miu.
"Dia mengenakan sandal rumah. Aku tidak mau dia membuat kotor apartemenmu," jelas Sehun.
"Itu bukan masalah," balas Jongin kemudian menyingkir dari depan pintu. "Ayo masuk."
Sehun melangkah masuk dan menurunkan Miu di dalam apartemen Jongin.
"Tidak apa-apa kan jika aku meninggalkannya di sini sebentar? Aku harus pergi kerja."
"Tidak masalah. Lama juga tidak apa-apa. Lagipula dia Kakakku."
Sehun mengangguk dan menatap Miu, kemudian tersenyum kecil. "Aku harus bekerja. Nanti sore kujemput," kata Sehun.
"Tapi bagaimana dengan Vivi?"
"Vivi bisa tinggal di rumah. Jangan membuat ulah di sini, mengerti?"
Miu mengangguk patuh. "Aku akan menunggu Sehun pulang."
Sehun mengusap rambut wanita itu dan mengangguk singkat pada Jongin, berpamitan padanya. Ketika Sehun sudah pergi, Jongin membawa Miu masuk dan memanggil istrinya.
"Sayang, Kakakku di sini," kata Jongin.
Soojung yang baru selesai membereskan rumah melangkah menuju ruang tamu dan tersenyum ketika melihat Miu.
"Halo, Kakak Ipar...?"
"Kau bisa memanggilnya Miu, Jung. Wujud manusianya ternyata lebih muda dari kita."
Soojung melirik Miu sejenak dan mengangguk. "Ia harusnya berusia 18 atau 19 tahun. Kalian siluman kucing punya wujud manusia yang membuat orang-orang terkejut."
"Kau juga membuatku terkejut karena kecantikanmu, Jung."
Soojung berdecih malas.
"Kalian mengobrolah dulu. Aku harus mandi," kata Soojung.
"Jangan lama-lama, Jung. Nanti aku rindu padamu."
"Bicara lagi, aku akan mengusirmu dari rumah!"
Jongin tertawa dan menatap majikannya yang kini sudah menjadi istrinya sambil tersenyum bahagia.
"Nah." Jongin beralih menatap Miu. "Bagaimana kabarmu selama kita berpisah? Terakhir kita bertemu sebulan setelah Soojung mengadopsiku."
"Aku baik. Aku tinggal di gang sempit bersama Ibu sebelum Sehun memungutku."
"Dan Ibu?"
"Sudah pergi," ujar Miu pelan.
Jongin terdiam. Tentunya ia mengerti maksud Miu. "Ah, begitu," lirihnya murung. "Padahal aku rindu Ibu."
Mereka terdiam beberapa saat.
"Bagaimana dengan Kakak-Kakak yang lain?" tanya Jongin lagi.
"Mereka semua sudah berpasangan, tapi dengan sesama kucing."
"Sepertinya hanya kita berdua yang berpasangan dengan manusia," gumam Jongin.
"Tapi aku dan Sehun tidak berpasangan," sahut Miu polos.
"Apa yang kau maksud tidak berpasangan?!" Jongin menatap Miu tak percaya. "Bahkan kissmark di belakang lehermu saja masih bisa kulihat walau sudah pudar! Bagaimana mungkin kalian tidak berpasangan?!"
Sepertinya kissmark itu luput dari pandangan Sehun.
"Tapi, aku bukan pasangan Sehun. Aku ini peliharaannya," balas Miu. "Lagipula, kissmark itu apa?"
"Itu tidak penting. Kenapa ada cincin di jari manismu?"
"Ini?" Miu menunjukan cincin pemberian Nyonya Oh. "Ibunya Sehun memberikan ini padaku. Dia menyuruhku bertunangan dengan Sehun."
"Lihat kan! Kau dan Sehun itu memang berpasangan. Manusia yang berpasangan pasti menggunakan cincin di jarinya."
"Tidak. Itu hanya permintaan Ibunya Sehun," kata Miu dengan wajah sedikit sedih. "Sehun tidak mau berpasangan denganku. Aku ini kan hanya seekor kucing."
"Apanya yang hanya seekor kucing?!" kata Jongin setengah berseru. "Kalian sudah bercinta dan kau bukan seekor kucing. Kau sudah tak bisa kembali jadi kucing, sama sepertiku."
"Apa? Kenapa?"
Jongin menatap Miu sedikit kesal. Bagaimana mungkin Kakaknya ini tak tahu hal semacam ini?
Ini pasti karena Ibu memingitnya, pikir Jongin. Wajar saja, karena dari lima bersaudara, Miulah yang paling disayang oleh Ibu mereka.
Well, Jongin sepertinya harus menjelaskan banyak hal pada Kakaknya itu, mengingat betapa minim pengetahuannya. Sepertinya, ia juga harus mengajari Miu sedikit tentang pendidikan seks.
Oh, astaga. Mengajarkan pendidikan seks pada orang yang bahkan sudah melakukan seks? Ini pasti sebuah lelucon.
🍑to be continued...🍑