"Kenapa wajahmu bisa begini?!" maki Junmyeon ketika Sehun membukakan pintu untuknya.
Wajah Sehun sedikit bengkak, tidak mengurangi ketampanannya, tetapi hal itu menjadi masalah karena ia seorang model.
"Mana Miu? Kenapa ia tidak membantu mengobatimu?" tanya Junmyeon lagi.
Sehun tak menjawab pertanyaan Junmyeon. "Masuklah dulu, Hyung."
Junmyeon sedikit keheranan melihat Sehun. Pria itu terlihat sedih. Tanpa mengatakan apa-apa, Junmyeon melangkah masuk ke dalam apartemennya.
"Apa yang terjadi?" tanya Junmyeon ketika Sehun tiba di depannya.
Sehun mendudukan dirinya di sofa dan mengusap wajahnya pelan.
"Aku bertemu dengan Yoona tadi," ujar Sehun.
"Lalu?"
"Dia mabuk dan menciumku."
"Apa?"
"Miu melihatnya."
Junmyeon menatap Sehun terkejut. "Di mana dia?"
"Menginap di apartemen adiknya. Dua apartemen dari sini," kata Sehun.
"Dia punya adik?"
Sehun mengangguk. "Adiknya menikah dengan manusia."
"Lalu siapa yang memukulmu?"
"Adiknya."
"Sudah kau jelaskan padanya?"
Sehun menggeleng dengan wajah muram. "Ia tidak mau pulang padaku lagi."
Ah, ini hanya masalah salah paham, tapi kenapa bisa serumit ini? Junmyeon tak mengatakan apa-apa lagi dan beranjak menuju dapur. Ia mengambil kantung plastik, mengisinya dengan es batu dan memberikannya pada Sehun.
"Tempel wajahmu dengan itu. Aku akan mengatur ulang jadwalmu," kata Junmyeon.
"Terimakasih."
Junmyeon tak membalas dan menatap Sehun yang kini sedang menempelkan es batu ke wajahnya.
"Apa kau menginginkan sesuatu? Mungkin aku bisa membelikannya untukmu."
Sehun terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, "aku ingin wanitaku pulang."
🍑🍑🍑
Sudah hari kelima Miu tak mau kembali ke apartemen Sehun. Sehun benar-benar frustasi. Apartemennya terasa kosong dan sepi semenjak wanita itu tak kembali.
Sehun menatap kosong karpet tempat Miu sering bermain. Biasanya wanita itu akan duduk di sana, bermain bola bersama Vivi atau kadang bermain dengan plushienya. Namun, sekarang hanya Vivi yang ada di sana. Vivi nampak murung dan tak melakukan apa-apa selain meringkuk di karpet.
Sehun beranjak mendekati Vivi dan duduk di sampingnya. Ia mengelus anjing itu lembut. Sementara Vivi hanya mengendus tangan Sehun sesaat dan kembali meringkuk.
"Rumah kita terasa sepi, ya?" ujar Sehun pelan.
Vivi masih meringkuk, menghiraukan Sehun.
"Kau merindukannya ya?" Sehun berbisik lagi, tetapi Vivi tetap tak bereaksi. "Aku juga rindu padanya."
"Ini aneh kan? Padahal, baru lima hari dan aku sudah sangat merindukannya."
Drrrt
Ponsel Sehun bergetar di mejanya. Sehun meraih ponselnya dan menatap layar. Nama Yoona tertera di sana. Sehun menghela napas dan mau tak mau mengangkatnya.
"Halo?"
"Sehun? Bisa kita bertemu?"
"Aku sedikit sibuk..."
"Sebentar saja. Temui aku di kafe yang kemarin. Aku sudah ada di sini."
Sehun menghela napas ketika sambungan telepon dimatikan secara sepihak oleh Yoona. Ia menatap Vivi dan menghela napas.
"Aku harus pergi sebentar."
Sehun beranjak bangkit dan melangkah keluar dari apartemennya. Ia membuka pintu dan melihat Jongin yang berjalan hendak melewati kamarnya. Jongin menatapnya datar dan melangkah pergi begitu saja.
"Apa Miu baik-baik saja?" tanya Sehun membuat Jongin berhenti sejenak dan berbalik menatap Sehun.
"Aku tidak kenal Miu," ujar Jongin kemudian melangkah lagi meninggalkan Sehun menuju ke arah lift.
Sehun menghela napas. Ia beranjak pergi menuju ke arah lift dan masuk ke lift lain yang kosong. Ketika tiba di lantai dasar, Sehun berjalan keluar dari gedung apartemen untuk menemui Yoona.
Yoona menunggunya di depan kafe dengan wajah tak enak.
"Kau datang," ujarnya. "Aku ingin minta maaf tentang sikapku beberapa hari lalu. Saat itu, aku sedang bertengkar dengan Seunggi."
"Tidak apa-apa," kata Sehun. "Kalian sudah baikan?"
Yoona mengangguk dan mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Kami akan segera menikah." Ia memberikan Sehun undangan pernikahannya. "Aku benar-benar minta maaf soal waktu itu."
"Tidak apa-apa. Kau sedang mabuk."
Yoona tersenyum. "Meski aku sedang mabuk, yang kukatakan kemarin itu jujur."
"Apa?"
"Aku memang sempat menyukaimu sih, tapi aku lebih menyukai Seunggi. Bahkan mencintainya. Maaf jika aku membuatmu tak nyaman."
"Oh?" Sehun mengerjap. "Ya, tidak apa-apa."
"Ya sudah, kalau begitu aku pergi dulu."
"Hati-hati di jalan." Sehun membungkuk.
Ketika Yoona sudah beranjak pergi, ia berbalik hendak kembali ke apartemennya. Namun, sebelum sempat ia melangkah, ia sudah melihat Jongin yang berdiri di hadapannya. Jongin tidak mengatakan apa-apa dan hanya menatapnya sinis.
Sehun perlahan berjalan mendekatinya. Ia berhenti ketika sudah berada di depan Jongin.
"Merayu wanita itu lagi?" tanya Jongin.
"Tidak. Aku tidak pernah merayunya," ujar Sehun. "Aku mungkin pernah menyukainya, tetapi aku tak pernah merayunya."
"Oh," ujar Jongin berbalik hendak pergi.
"Bagiku, Kakakmu adalah prioritasku saat ini," kata Sehun membuat Jongin berhenti melangkah. "Aku tak pernah membuangnya. Benar, aku menidurinya, tapi aku tak pernah bermaksud membuangnya. Aku... aku mencintainya."
Jongin berbalik dan menatap Sehun yang nampak sungguh-sungguh dengan ucapannya.
"Awalnya, aku menyangkal karena ia adalah kucingku. Aku tak mau jatuh hati pada seekor kucing, tapi aku menyadari jika aku tak bisa menahan perasaanku. Aku mencintainya," lanjutnya lagi, "bisakah kau membiarkanku bertemu dengan wanitaku?"
Jongin terdiam beberapa saat dan berbalik pergi meninggalkan Sehun. Namun, beberapa langkah kemudian ia berbalik menatap pria itu.
"Mau berapa lama kau berdiri di situ? Kau mau bertemu Putih atau tidak?"
🍑to be continued...🍑