16.

4.6K 725 4
                                    

Rani duduk di depan ruang perawatan sambil menatap chat yang masih enggan dia buka. Ten. Pemuda itu mengirimi nya pesan. Pikiran nya saat ini sedang kacau. Ini sudah pukul 3 dini hari, 4 jam sejak Rani sampai di rumah sakit. Tapi gadis itu masih di depan ruang rawat.

Sedangkan Jongin dan Jaemin sudah berada didalam, membiarkan gadis itu meminta waktu nya sebelum masuk untuk menengok. Tapi gadis itu butuh seseorang saat ini. Siapa saja.

Entah keberanian dari mana, jemari nya menyentuh chat dari Ten.

23.47
Ten : Udah sampe rumah?
Ten : Maaf gua nggak bisa nganter

03.23
Rani : Nggak papa, lu udh tdr ya?

Ten : Iya udah tidur gua

Sudut bibir Rani sedikit tertarik. Bagaimana cara nya dia yang sudah tidur membalas chat?

Ten : Tapi bangun pas dpt chat lu haha

Dan kini mata gadis itu ikut mengembangkan senyum.

Rani : Ganggu gua nih?

Ten : Kgk elah. Lu blm tdur? Ato msh diluar?

Rani : Belum. Iya, gua di rumah sakit
/send

Terketik begitu saja, membuat gadis itu menghela nafas sesaat setelah pesan nya terkirim.

®®®®®

Rani melirik lagi pemuda yang duduk di samping nya. Ini memang pukul 4 pagi, tapi ini bukan mimpi. Pemuda itu, Ten. Ten yang saat ini menemani nya dilorong sepi rumah sakit. Hawa dingin yang menusuk ke tulang hampir tidak terasa melihat betapa hangat nya pemuda di samping Rani.

Saat Rani bertanya kenapa Ten sebodoh itu dengan berjalan di pagi buta untuk menemui nya di rumah sakit.

"Percuma juga dirumah. Kalo bangun jam segitu gua nggak bisa tidur lagi. Mending jalan-jalan kan ya? Supaya sehat"

Iya jalan-jalan pagi. TAPI PAGI PAGI BUTA INI?? DI MANA SEHAT NYA NYETT? LU JALAN-JALAN KE RUMAH SAKIT PULA. TEN KO GOBS?

"Kemarin ip lu berapa sih Ten" tanya Rani setelah menghela nafas lelah. Lelah memikirkan alasan yang lebih logis dari pads jawaban Ten barusan.

"Heh nggak usah ngenyek ya. Emang ip lu bagus apa?" Ten melirik gadis itu kesal. Memgingatkan nya tentang beberapa mata kuliah nya yang anjlok semester kemarin.

"Seenggak nya lebih bagus dari lu lah" sahut Rani dengan tawa kecil.

Manis, cara gadis itu tertawa. Tidak pernah membuat Ten jenuh untuk menatapi nya. Mengundang senyum nya ikut mengembang berikut suara tawa yang membuat hati nya meringan.

"Mau masuk sekarang?" Tanya Ten setelah beberapa saat mereka menghentikan tawa.

Rani menarik nafas. Rasa nya udara terasa sangat berat, membuat dada nya justru kembali sesak.

Rani merapatkan punggung nya kesandaran kursi sejenak. Menoleh, menatap mata Ten tepat. Kemudian beralih menatap langit-langit. Mengangguk perlahan. Di datang kemari memang untuk menjenguk. Dan sudah berjam-jam dia hanya duduk di lorong rumah sakit sendirian sampai akhir nya Ten datang.

Padahal dia yang memaksa Jongin untuk pergi malam itu juga. Tapi nyali nya untuk masuk keruang rawat Ayah nya seketika luntur saat berada tepat di depan pintu itu.

Rani merasakan tangan besar Ten menyentuh pundak nya, gadis itu menoleh. Mendapati Ten tersenyum dan mengusap pundak nya pelan, berusaha memberikan kekuatan. Effort, yang luar biasa pengaruh nya untuk Rani.

"Ayah lu pasti pingin liat anak perempuan nya juga, lu harus semangatin dong." Tutur Ten pelan

"Semangat ya, maaf gua gak bisa Ikut masuk. Belum mandi hehehe.."

"Gua juga ada kelas pagi, gua balik ya. Bye"

Ten beranjak setelah nya. Melangkah pergi. Baru saja pemuda itu memghembuskan nafas keras, semacam lega dan gugup yang baru saja lepas, sebuah suara menginterupsi, membuat langkah nya terhenti dan langsung membalik tubuh.

"Ten"

"Hem??"

"Makasih banyak ya" ucap gadis itu tulus dengan senyum

***

Daniel melirik Rani yang duduk diam dengan pensil dan agenda warna pastel dihadapan nya. Sekarang mereka sedang ada di perpustakaan, menunggu Soonyoung selesai rapat. Jennie dan Yujin memilih pergi ke kantin, mengisi perut sebelum mereka pergi ke Rumah sakit bersama. Menjenguk ayah Rani.

"Ran lu sehat kan? Nggak papa kan?" Tanya Daniel hati hati

"Hmm" Rani hanya berdeham
Membuat Daniel justru merasa tidak puas dengan respon gadis itu.

"Ck, serius nih. Lu beneran nggak papa?" Tanya Daniel lagi. Pasal nya dia juga tahu Rani itu baper an.

Sesuatu yang jadi hal langka melihat gadis itu diam saja sambil mencoba merumuskan beberapa efek efek menakjubkan dari photoshop. Atau menulis hal hal aneh. Bukan nya merengek atau menangis seperti yang biasa terjadi.

"Rannnn" pemuda itu jadi gemas sendiri karena merasa tidak di hiraukan.

"Apasih berisik? Iya nggak papa gua. Kalo gua ngelamun ngelamun terus nangis emang lu bisa apa?" Tanya gadis itu sadis seakan tahu apa maksud pertanyaan Daniel

"Kagak bekantan bukan gitu juga hih !!" Daniel mendengus sebal "kaya bukan lu yang biasa aja. Akhir akhir ini kaya nya agak beda" sahut Daniel

"Heuu dasar upil rusa ya lu. Gua lagi anteng salah, ntar gua nangis nangis alay salah"

"Susah ngomomg sama jigong emang" sahut Daniel jadi menjitak keras kepala Rani

Rani mengaduh, segera mencekik Daniel kesal sambil menggoyang goyang kan leher nya kesal sampai pemilik leher memohon minta di lepaskan.

"Gila emang gua punya temen kaya lu. Kesambet apa an lu tadi subuh di rumah sakit hah!!??"

Tadi subuh ya? Hmmmm

©©©©©

Rani baru saja mengantar teman-teman nya pulang ke parkiran rumah sakit. Gadis itu akan pulang sedikit terlambat, menunggu jemputan Jongin. Sekalian memastikan keadaan Ayah nya terlebih dahulu.

Begitu kembali ke kamar rawat, gadis itu menatap sendu seorang wanita paruh baya yang duduk setia di samping Ayah nya. Ibu.

Yah, walaupun berstatus sebagai mantan istri, ibu nya lah yang tetap berada di samping sang ayah sejak pria paruh baya itu tak lagi mampu bicara akibat stroke. Menemani lelaki rapuh itu meracau sepanjang malam, dan merawat nya layak nya istri.

"Mama.." Gumam nya pelan dengan mata basah dan tenggorokkan sakit. Pertahanan nya runtuh melihat senyum luka sang ibu saat menanggapi kicauan ayah nya yang tidak jelas.

Ten -au ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang