20.

4.6K 684 28
                                    

"Kata Yujin ayah Rani operasi, semua keluarga ngedampingin"

***

"Ayah gimana?" Tanya Ten

Mereka berdua memutuskan pergi ke taman kota. Sekarang sudah Sabtu, hanya beberapa jam lagi sebelum pagi. Berjalan berkeliling.

"Hm?" Rani berdeham memperbaiki suara nya yang agak bergetar, "habis operasi, masuk icu, belum bisa di tengok"

"Sakit apa sebener nya?" Nada suara Ten terdengar sangat hati-hati. Dia takut akan menyinggung perasaan gadis itu jika salah intonasi sedikit saja.

Rani menoleh, melempar senyum. Sebenar nya berusaha menguatkan diri nya sendiri, untuk bercerita.

"Ayah kena stroke ringan tiga tahun lalu. Terus hari senin kemaren, waktu pembantu ayah di rumah selesai nyiapin makan malam, dia nemuin ayah jatuh dari ranjang nggak bergerak"

Rani mengambil nafas dalam-dalam. Benar-benar berusaha menguasai emosi nya saat ini. Mengingat semua cerita mama nya.

Ten merasakan nyeri di ulu hati melihat gadis seurak an Rani jadi kalem dan sendu seperti kehilangan semangat. Tangan nya perlahan meraih jemari gadis itu. Membut mereka berhenti berjalan di dekat sebuah pancuran air besar di tengah Taman.

"Kalo nggak bisa cerita gak usah di lanjutin. Nanti aja" ucap Ten lembut

Tapi Rani justru menunduk menatap tangan Ten yang masih mengenggam erat tangan nya. Membuat wajah nya agak memanas.

Ten beranjak menarik Rani duduk di pinggir pancuran yang tampak berkilau indah dengan lampu di sekitar nya. Bunyi gemericik air menemani kesunyian di antar mereka, cukup lama.

Tangan Rani semakin hangat, berikut hati nya yang ikut menghangat. Rani menatap lurus, merasa siap melanjutkan cerita nya.

"Pembantu ayah panik. Tapi langsung nelpon ambulan, dan yang berikut nya ditelpon justru Mama. Bukan keluarga ayah, atau kak Jongin yang nomor ponsel nya ada di panggilan cepat nomor satu"

Ten menoleh, memandangi wajah sayu gadis di samping nya.

"Di keluarga, dulu gua paling deket sama ayah. Sampe gua pikir gak ada yang nggak gua tahu dari ayah.

Tapi nyata nya, kenyataan menampar gua. Ayah nutupin ketidak bahagiaan hubungan nya sama mama yang di jodohin nenek.

Ayah selingkuh dari mama, sering berantem sampai berujung ke perceraian.

Dan yang terburuk ayah nyembunyiin kalau dia sakit. Sampai kemarin operasi karena pembekuan darah di otak akibat pembuluh darah pecah. Bahkan mama nggak tau apa-apa" Rani berhenti sejenak, meremas tangan Ten.

Rasa nya tetap sulit mengendalikan air mata nya. Ten menipiskn bibir, ikut pedih mendengar kisah gadis itu.

Naluri nya menuntun Ten menarik Rani lebih dekat. Memeluk gadis itu, membiarkan nya menangis. Gadis itu butuh tempat bersandar. Hal yang tidak bisa dilakukan nya saat dia tahu saudara saudara nya pun sama drop nya.

Detik berikut nya air mata Rani menderas. Tangan gadis itu meremas ujung kaos Ten.

"Dulu ayah pekerja keras. Tapi selalu ada waktu buat gua. Sekarang saat ayah sakit dan badan nya lumpuh sebelah gini, gua bisa apa?" Suara nya benar-benar membunuh Ten, membuat pemuda itu sendiri menelan air liur nya susah payah. Hanya mengusap pelan rambut Rani.

"Gua se berdosa itu. Gua bahkan pernah benci sama ayah gua. Ya Tuhan, anak macam apa sebener nya gua ini?"

Berikut nya tangis gadis itu pecah sejadi-jadi nya.

Tidak jauh dari sana, Jaemin mengusap ujung mata nya. Mengisyaratkan pads Ten dia akan kembali lebih dulu ke rumah sakit dan hanya di angguku Ten dengan senyum seada nya.

***

Rabu. Hari pertama Rani menginjakkan kaki di kampus setelah meminta izin. Menemani sang ayah.

"Raaaaaannnnnnnnnnnnnn" panggilan panjang dengan nada tinggi membuat Rani berhenti, menoleh kebelakan, mendapati Jennie berlari riang kearah nya. Begitu sampai gadis itu segera memeluk Rani membuat senyum mereka mengembang.

"Kok gua kangen sih sama lu? Anak ayam gaullll" ucap Jennie gemas sendiri

"Ihhh apasih lu toples?? Nggak nengokin gua sihh"

Jennie melepas pelukan nya dengan wajah cemberut.

"Ya sorry, lagian kak Dara sama kak Jisoo sakit nya pake acara barengan" ucap Jennie mengingat beberapa hari ini dia sibuk mengurusi kakak-kakak nya yang sakit.

Apalagi Sandara yang sebenar nya sedang mengandung dengan suami yang sibuk dinas keluar kota.

"Aneh ya kak Jiyoung kok istri nya hamil malah di tinggal-tinggal keluar kota" saut Rani

"Nama nya juga cari nafkah bro" itu Soonyoung yang entah sejak kapan sudah ada di dekat mereka

"Udah dateng aja toples kacang" tegur Rani yang langsung di toyor Soonyoung.

Seharian ini Rani benar-benar menghabiskan waktu di kampus. Mengejar ketinggalan nya, dan menyelesaikan tugas yang hampir habis tenggat waktu.

Well walau cuma sejenak, setidak nya mampu membuat nya melupakan Ten yang beberapa hari ini semakin berputar di kepala nya.

Ya, pemuda itu selalu mengunjungi nya kerumah sakit. Entah pagi, siang, sore atau malam. Siapa yang tidak senang dikunjung oleh orang yang ehm 'spesial' setiap hari? Tapi setiap hari itu pula Chungha juga ikut. Bukan tidak suka pada Chungha, hanya saja tiap melihat kedekatan dan interaksi dua orang yang mengaku sahabat itu, ada kesal yang menyelimuti hati nya. Yang biasa orang-orang bilang cemburu.

"Hai"

Tiba-tiba seseorang duduk di samping Rani, membuat gadis itu terlonjak kaget dengan hati was-was.

"Ya Allah Daniel, jangan kaya setan bisa nggak? Kaget!" Protes nya

"Yeuuu ganteng gini di kata setan. Muka lu setan" Daniel balik memerotes dengan toyoran sadis membuat Rani oleng dan hampir jatuh jika tidak menarik lengan Daniel sebagai pegangan.

"Jingg jatoh gua" Rani balas mencubit dada Daniel gemas

Daniel mengumpat tertahan sambil meringis memegangi dada nya.

"Gua bales mampus lo"

"Besok nya lu tinggal nama sih Niel" sahut Rani di iringi tawa nya

Daniel hanya mendengus, kemudian merogoh tas, mengeluarkan sekotak susu strawberry untuk Rani.

"Aaaa Daniel ganteng hmmmmmmm" seru Rani begitu melihat apa yang di berikan Daniel, bergelayut manja di lengan pemuda itu sambil mengusak wajah nya, persis seperti kucing peliharaan Daniel.

"Belum makan siang kan lu?"

"Perhatian banget sihhh. Ntar gua baper gimana?" Sahut Rani

"Bagus dong, gua nggak baper sendirian"

Rani langsung terdiam menatap sahabat nya itu. Terkejut tentu saja. Tapi kemudian bernafas lega sesaat setelah nya.

"Becanda sih nyett. Masih aja lu idup mati baperan" lanjut Daniel tertawa lebar, walau sudah berkali-kali, Rani tetap menunjukkan ekspresi yang sama saat Daniel berkata seperti tadi.

"Emang kresek bekas lu tuh ya"

Dari jarak beberapa meter dua pasang mata memperhatikan mereka dengan ekspresi berbeda.

🙊🙊🙊

Ten -au ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang