Musim Kemarau 1870
Hari-hari selanjutnya dilalui Arabella dengan begitu cepat. Kehadiran pemuda inlander di sampingnya itu benar-benar membuatnya melupakan kekesalannya meninggalkan tanah Batavia.
Harus Arabella akui, pemuda itu sangatlah cekatan dan juga berwawasan tinggi. Dia telah mengajarkan banyak hal. Sehingga hampir tiap kali ia mempunyai waktu luang, ia akan berlari ke kebun teh miliknya. Walaupun semua itu harus dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Kalau tidak habislah riwayatnya!
Seperti petang ini, Arabella duduk bersimpuh di tepi pendopo reyot, satu-satunya tempat yang ada di tengah perkebunan teh untuk melepas lelah. Mengamati senja yang mulai membentangkan garis-garis berwarna kemerahan, menimang surat berwarna merah jambu bertuliskan Lente Feest. Ketika musim semi hampir berakhir, para muda-mudi di Nederland selalu mengadakan festival bunga tulip dimana membentang luasan hektar bunga tulip berbagai warna yang menghiasi jalan. Serta ditutup dengan acara pesta dansa sampai larut malam. Namun, karena di negara tropis ini tidak ada bunga tulip, maka acara diganti dengan pesta dansa yang biasanya diisi dengan perjamuan makan malam dan permainan.
Arabella selalu suka musim semi dimana alam seolah memancarkan cahayanya sendiri. Membiaskan spektrum berbagai warna. Dimana bunga-bunga bermekaran seolah menyambut riang datangnya musim semi setelah tiga bulan lebih berselimutkan salju. Namun, yang paling Arabella suka adalah memandang hamparan karpet tulip berwarna-warni dari atas bukit St. Pietersberg. Memandang seharian dengan ditemani sebuah novel.
Jika dipikir-pikir hanya itulah alasannya menyesal meninggalkan tanah Nederland. Tetapi tentu saja dia lebih suka disini. Dia mendapat banyak pengalaman baru. Tetapi petang ini dia meragu apakah ia harus datang ke festival itu. Dia tidak kenal siapapun disini. Setidaknya di Batavia dia masih bisa menyeret Elliot yang dengan senang hati akan datang ke pesta itu. Tetapi disini? Dia tidak kenal satupun gadis Nederland yang seumuran dirinya.
"Noni!"
Arabella menoleh, melihat pemuda inlander itu menghampirinya dengan senyum lebar seperti biasa yang selalu menghiasi wajahnya. Dia menyeka keringatnya dengan punggung tangan. Menyebabkan wajahnya kotor karena tanah.
"Ka.... Kau sudah selesai?" Tanya Arabella terbata-bata dalam bahasa indonesia. Aryo yang mengajarinya."Nog niet, zo dat de verhuurder weg is, dus ik heb wat tijd om te rusten." Sahut Aryo sembari duduk di sebelah Arabella
Arabella mendelik "Bicara bahasa indo! Aku ingin belajar!"
"Belum. Tuan tanahnya sedang pergi, jadi aku punya sedikit waktu untuk beristirahat," kata Aryo pelan-pelan sementara Arabella mengerutkan keningnya berusaha memahami hingga akhirnya ia mendesah perlahan.
"Ahh.... Kau tak pernah punya waktu sebelum...." Arabella berusaha berpikir keras, mengeja kata yang terdengar sungguh asing di telinganya. Aryo sudah mengajarinya, tetapi otaknya seperti tidak bisa berkompromi untuk mengingatnya.
"Sebelum magrib, noni."
"Nah itu maksudku. Sebelum mag....magrib?"
Aryo mengangguk, mengayunkan kaki telanjangnya diterpa semilir angin. "Iya itu semacam penanda waktu doa yang biasa disini. Seperti dalam agama noni, setiap Minggu noni harus ke gereja bukan?"
Arabella mengangguk. Dia harus meminta Aryo mengajarkannya bahasa daerah setempat. Dia kembali menimang surat di tangannya itu dengan perasaan bimbang. Acaranya akan berlangsung besok malam di rumah General De Kock. Gubernur Jenderal disini, rekan sekerja vadernya. Haruskah dia datang? Jika iya, maka tentu ia akan bernasib sama seperti wallflower yang menggosip ria di balik kipas mereka tanpa ada satu pun gentleman yang mengajaknya berdansa. Setelah debutnya yang bisa dibilang tidak begitu sukses, ingin rasanya jika ia tidak perlu beramah tamah dengan tertawa menjemukan ala Lady yang harus memiliki tata krama yang baik. Atau jika perlu sekalian, memendam diri dalam perpustakaan besarnya yang sungguh nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chase The Bliss [Completed]
Historical Fiction#1 from The Overseas Tetralogy Kejarlah kebahagiaanmu! Karena kaulah yang menentukan takdirmu sendiri.... Arabella Gualthérie Van Weezel, seorang Lady muda dari wangsa Weezel. Seorang noni muda Belanda. Trauma masa lalu menghantuinya ketika ia jatuh...