DEAL?! (3)

18 3 0
                                    


*VRaSS

Kami berjalan menuju ke bagian belakang jembatan dan turun ke dataran beraspal. Aspal ya? Kuduga ini adalah pulau buatan yang sudah lama dibuat, namun masih terjaga seperti baru. Menurutku, pulau ini terlihat lebih seperti daerah wisata militer. Lokasinya yang tersembunyi, tempatnya yang dijaga ketat, daerahnya yang sebagian besar diisi dengan para prajurit yang seharusnya berperang.

Sebagian besar dari mereka adalah prajurit. Jika aku mau, akan kupelajari mereka semua, tapi untuk saat ini, aku hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh, dan mengenali kebiasaan. Beberapa dari mereka ada yang mengenakan kaos hijau, celana motif tentara, sepatu bot hitam, jam tangan hitam, kalung perak tentara yang mengilap terkena pantulan cahaya matahari. Beberapa ada tang lengkap dengan seragam, baik terbuka atau tifak, bertopi, berkacamata, berpeluit jika mereka pelatih.

Tidak hanya prajurit yang tinggal disini. Ada juga beberapa orang yang mengenakan jas laboratorium berwarna putih, sepatu hitam, kemeja putih tanpa dasi, celana hitam longgar, dan kacamata transparan. Hampir semua yang berjas laboratorium, mengenakan seperti alat komunikasi di telinga dan membawa papan dengan berkas penting dijepit di depan. Jika bisa kutebak, mereka ini ilmuwan.

Ilmuwan? Di tempat seperti ini?

Pasti penelitian penting.

Kuperhatikan wilayah ini dan mulai memetakan daerah baruku. Satu pulau inti dengan empat hanggar, satu rumah besar di bagian tengahnya. Lalu, ada empat pulau berbentuk bukit tinggi yang bisa dipastikan sebagai pulau pengawas dengan adanya pondok pengawas di bagian puncaknya. Lalu, dua pulau kosong? Bagus jika ada pulau kosong. Mungkin kapan-kapan aku bisa berdiam diri disana dan membuat seisi pulau panik dengan kehilanganku.

Baru seperempat jalan menuju ke tepian daerah berhanggar, kulihat empat orang prajurit lain yang menghampiri lokasi kami berdua berjalan. "Pengawasan lain." ucapku tidak kepada siapapun. Danny mendengus mendengar ucapanku. Dia menahan ekspresi tawanya yang mungkin akan membuatku tersinggung lebih jauh. Keempat prajurit itu berjalan di belakang kami dan mengikuti tanpa satu kata pun.

Prajurit pendiam, hanya mengawasi, menaati perintah, dan tidak akan bicara kepada tahanan ---- astaga, aku hampir tertawa saat kata itu berputar di kepalaku ---- kecuali diberi ijin dan perintah. Aku sedikit bersyukur akan itu.

Kami berjalan sesuai arahan Danny menuju ke salah satu hanggar. Tertera dua angka dan sebuah kata yang tergantung di bagian atas pintu hanggar. "02. Kutub" Itu membuatku mampu untuk kembali bertanya. Bertanyalah selagi bisa.

"Kita akan kedinginan?"

"Hahaha...! Kau! Uhuh! Hmmm..maaf!" didengarnya geraman sebal dariku. Itu membuatnya berdehem dan menahan diri untuk tertawa seterbuka itu di depanku dan teman-teman prajuritnya. "Ehehm! Aku...tidak! Hanya kau yang nantinya tidak akan kedinginan. Tambah diriku jika kau sudah mau dan mampu mengubahku." Kuanggukkan kepalaku pelan, memahami apa yang dikatakannya. Di dalam hangar, kulihat beberapa prajurit yang berjalan maupun berlari hilir mudik untuk mengerjakan tugasnya.

Kami bergerak menuju ke satu sisi hanggar, bagian belakang. Disana, sebuah sekat menghalangi antara hanggar bagian depan dan belakang. Kami menuju ke bagian belakang hanggar dan dengan sedikit terkejut, aku menatap tiga buah lift di balik sekat hanggar itu. Aku kebingungan. Pulau ini hanyalah tumpukan tanah dengan bangunan besi dan kayu di atasnya. Di bawah kami, air samudera menggenang sejauh ribuan, bahkan mungkin, jutaan kilometer. Aku tidak yakin kami akan naik ke atas ataupun turun ke bawah. Lift ini seperti jalan buntu. Langkahku terhenti tepat di depan pintu lift yang terbuka. Keempat prajurit tadi tidak memperdulikanku dan masuk duluan. Danny terhenti di sekat antara lantai nagar dan lantai lift. Aku menatapnya ketakutan. Aku tidak mau mati di lift buntu ini.

MESS TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang