LIX ON PROGRAM (1)

9 0 0
                                    

*VRaSS

Pagi menjelang dengan sangat cepat. Menurutku, pagi ini aku tidak akan menyempatkan diriku untuk mengunjungi bukit tinggi itu. Pagi hari ini terasa lebih dingin daripada biasanya. Bahkan sempat kulihat Mel yang masih menggigil kedinginan dengan empat lapis jaket menutupi tubuhnya. Beberapa kali kulihat asap yang keluar dari hembusan napas setiap orang disini, kecuali diriku. Aku mengira bahwa tempat ini ternyata bisa mengubah musim, membuat orang-orang di dalamnya merasa tidak bosan dengan suasana yang monoton. Namun, ternyata dugaanku salah. Bukan karena musim yang dapat berganti, namun karena.....

"Apa kau bermimpi buruk semalam?"

Sebuah suara mengejutkanku dari belakang, membuatku memalingkan wajahku ke arah sumber suara. Kulihat Gale yang berjalan perlahan ke arahku. Dia mengenakan sekitar tiga lapis jaket hangat dan dua lapis celana tebal. Dirinya sudah bersedekap dan mengernyit, menatapku seakan ini adalah sebuah pertanyaan interogasi. Aku mengernyit heran dengan pertanyaannya.

"Apa maksudmu?" tanyaku berusaha mencari tahu. Gale hanya terdiam mendengar pertanyaanku. Dirinya terus berjalan ke arahku. Ditatapnya diriku lekat-lekat, menundukkannya sedikit, dan berbicara di depan wajahku.

"Kau bermimpi buruk, kan? Suhu dingin yang ekstrem ini disebabkan hanya karena dirimu.

Kau bermimpi buruk semalam, dan itu membuat jiwa dalam tubuhmu tidak tenang. Setiap mimpi burukmu adalah ancaman, dan ancaman harus dicegah. Sebut saja kau mengeluarkan suhu dinginmu untuk menenangkan jiwamu yang sedang terancam. Dan semakin buruk mimpimu, maka akan semakin besar pula kekuatan yang kau keluarkan.

Yang dalam hal ini, kau membuat seisi ISM DC seakan membeku karenamu."

Benarkah?

Separah itukah kekuatanku?

"Tapi aku tidak bermimpi apapun semalam. Terlalu samar untuk bisa melihatnya." ucapku membela diri, mencoba untuk menepis setiap kemungkinan kekuatan dahsyatku. Aku langsung kembali berjalan menuju ke ruang makan, melangkah menjauhi masalah dengan Gale. Dan Gale hanya berdecak pasrah dengan sikapku yang selalu berusaha untuk tidak mengerti apapun, menjauhi pertengkaran hebat yang mungkin akan mengganggu hubungan kami.

"Wanita."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Denting logam di ruangan makan ini menyadarkanku dari lamunanku tentang mimpi buruk semalam. Aku memang tidak melihatnya terlalu jelas. Namun, karena tidak melihat, bukan berarti aku tidak merekam sedikit pun kejadian dalam mimpi itu. Beberapa potongan gambar yang kudapatkan, kukumpulkan, dan kucoba merangkainya, membentuk sebuah mimpi utuh yang kuyakini tidak hanya sebuah mimpi...

...tapi juga sebuah penglihatan.

"Kau melamun lagi?" aku terkejut dengan teguran Gale di hadapanku. Dirinya menggigit sendoknya, menatapku dengan mengangkat satu alisnya, seakan meminta pernyataanku tentang alasanku melamun kali ini. Aku tergagap. Kulihat nampannya sudah habis setengah, membandingkan denganku yang masih penuh, hanya teraduk menjijikkan, membuat napsu makanku hilang begitu saja.

"Sebaiknya kau katakan saja padaku." aku mengernyit heran dengan permintaannya, membuatnya mendesah menahan tawa dan tersenyum tipis ke arahku. "Maksudku, kau bisa ceritakan mimpimu itu. Mungkin dengan menceritakannya padaku, kau bisa merasa lebih lega, dan masalah suhu itu bisa diatasi." ucapnya menggerak-gerakkan sendoknya, seolah membentuk bahasa isyarat yang tak kumengerti sedikit pun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MESS TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang