DO (NOT) CARE

16 2 0
                                    


*VRaSS

Mataku terpejam karena lelah. Tubuhku melemas di ranjang empuk ini, di sampingnya. Tubuhku mulai terbiasa dengan berat tubuhnya, namun belum cukup terbiasa untuk saat ini. Beruntung dia masih bisa berjalan tadi. Jika pingsan seperti dulu, mungkin baru setengah jalan, aku sudah menyerah.

Tidak peduli seberapa lelahnya diriku, seberapa berat dirinya, seberapa sulit menentang Jenderal, yang penting, dia sudah bisa istirahat, begitu juga dengan diriku. Aku tidak lagi bergidik saat sudah meletakkan beban kepalaku ke ranjang empuk ini. Oh, mereka benar-benar tahu cara memanjakan pasien.
.
.
.
Kurasakan tempat ini sedikit berbeda dari yang dulu. Sedikit lebih rapi, dan sedikit lebih...lambat. Aku seperti seekor semut yang melihat dunia raksasa yang lambat. Kosong memang, namun perasaanku mulai tidak enak soal ini. Suhu di ruangan terasa normal. Tidak ada api, salju, bahkan darah. Apakah semuanya sudah berakhir?

"Semuanya belum terjadi, lebih tepatnya." ucap serigala itu mengejutkanku. Aku melangkah mundur saat dirinya sudah berada tepat di belakangku. Dia terkekeh pelan saat melihat reaksiku. Aku hanya terdiam melihat kekehannya.

Serigala itu duduk dengan tenang, merendahkan tubuhnya, berpangku di keempat kakinya. Aku mendekat sedikit, berusaha untuk terbiasa dengan tingkahnya yang dingin.

"Kau tahu, kupikir, sudah saatnya membuka masa lalu, dan menyusunnya seperti jurnal. Mengaturnya, berusaha mengungkap beberapa rahasia lama." ucapnya berkhayal. Aku pun duduk di depannya, menatapnya lembut, seperti dia menatapku.

Aku menunduk saat dia selesai dengan kata-katanya, dan tidak berani menatapnya untuk sementara. Serigala itu meletakkan kepalanya di lantai, menatapku tenang, setenang air yang menggenang. Dia bernapas rendah, seperti suara seseorang yang pernah kukenal. Tidak ada rasa apapun dalam ekspresinya. Dia seperti merasa biasa saja dengan apa saja yang sudah dialaminya.

Serigala itu mendesah cepat dan menatapku dengan kepala tegaknya. "Awal yang bagus untuk meninju keparat itu dengan tanganmu. Kuharap dia jera." ucapnya menyesal. Dia seperti merasa bersalah telah mengatakan hal itu padaku. Aku mengernyit mendengar nada suaranya yang terdengar bersalah dan aku merasa bahwa ada yang salah dengan apa yang baru saja kulakukan.

"Kupikir itu harus dilakukan? Memangnya kenapa?" tanyaku berusaha mencairkan suasana.

"Dia akan membunuh nya. Dan kau akan menyesal." ucapnya membuatku semakin bingung. Semakin dia berucap, semakin aku bingung dengan apa yang harus kulakukan sekarang. Aku bahkan tidak tahu siapa yang dia maksud, yang akan Jenderal bunuh, dan buat diriku menyesal dengan apa yang kulakukan.

"Aku tidak tahu dengan apa yang kau katakan. Kupikir kami akan baik-baik saja, apalagi setelah pro..."

"Bukan lelaki itu yang harus kau khawatirkan, tapi orang lain yang masih ada hubungan denganmu. Dia...menghilang saat ini semua dimulai, dan, tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan selain.....mencarimu." huh?

"Kau tidak akan mengerti." ucapnya kembali meletakkan kepalanya di lantai. Aku merasa mual karena tidak tahu apapun tentang maksudnya. Hampir saja aku pingsan karena kebodohanku ini.

Kesunyian menyelimuti kami untuk beberapa saat, menghilangkan keakraban kami yang baru saja terjadi setelah pertengkaran kami hari itu. Kesunyian ini membuat otakku berpikir cepat tentang tanggapan apa yang harus kukatakan pada serigala ini. Entah gila atau mungkin akan menyinggung, tapi sepertinya akan lebih baik jika kukatakan sekarang juga.

MESS TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang