BUKAN AKU

13 2 0
                                    


*VRaSS

Aku masih di lokasi yang sama, di tempat yang sama, posisi yang sama, dan...mimpi yang sama. Tidak ada yang berbeda, kecuali siapa pembimbingku saat ini. Dia yang membuat ini sebagai mimpi buruk, membakarku hidup-hidup, membiarkanku mati di hadapannya, membuatku menatapnya seperti seekor harimau yang kesepian, membuatku merasakan bahwa ini semua nyata. Dia yang menyadarkanku bahwa ini adalah sebuah alasan.

Naga itu pembimbingku hari ini.

Dia menatapku dengan kedua mata biru tuanya yang mengalir seperti samudra. Kulit bersisik kerasnya memantulkan cahaya temaram lampu di bagian atas gedung. Lapangan luas ini terasa sangat kecil dibandingkan ukuran tubuhnya. Ekornya mengibas pelan, berhati-hati dengan apa yang ada di sekitarnya. Kaki cakarnya mencengkeram lantai yang sekeras besi, menggores beberapa bagian, menggali sia-sia lantai ini. Dia menggeram berat, menunjukkan beberapa gigi runcingnya yang putih. Napasnya terburu-buru, seperti habis berburu di kota dengan ukuran tubuhnya yang lumayan besar itu. Kedua sayapnya ditekuk rapi di kedua sisi punggungnya. Tanduk cokelat itu menajam seiring pertumbuhannya. Beberapa sisi tubuhnya terdapat tonjolan tulangnya yang tertutupi kulit bersisik berwarna merah itu. Beberapa buah tulang punggungnya keluar, menonjol keluar, tidak bisa dikendalikan oleh rapatnya kulit bersisik miliknya. Ujung ekornya berbentuk seperti ujung tombak pipih, mengendalikannya tetap seimbang ketika terbang.

"Dimana Vrass? Apakah dia pergi? Mati?" tanyaku membuatnya mendekat, menatapku lebih lekat, menggeram lebih hebat. Dia tidak menjawab sedikit pun, bereaksi positif pun tidak. Dia hanya bergerak melingkariku, menciutkan nyaliku dengan reaksi insting naganya. Tatapannya tak pernah lepas dari mataku. Goresan cakarnya semakin panjang setiap kali dia berjalan semakin jauh. Ekornya melingkar, hampir menyentuh kepalanya. Salah satu sayapnya terangkat, menampakkan satu lapisan sayap lagi. Aku baru sadar, dia memiliki dua pasang sayap. Satu di atas, dan satu di bawah. Dua pasang, lebih kuat saat terbang, cadangan jika terluka.

"Aku bertanya padamu, dimana Vrass?!" tanyaku semakin keras. Dia menggeram, mengeluarkan asap di kedua hidungnya, mengangkat setiap sisi tubuhnya, seperti kucing yang terkejut, tapi bedanya, ini marah. Posisinya semakin rendah, dan lingkaran tubuhnya semakin kecil. Ekornya mengikat kedua kakiku dengan lembut. Satu sayapnya terangkat, menghalangi cahaya mengenai tubuhku. Satunya lagi, bergerak ke bawahku, mengisyaratkanku untuk berdiri di atasnya, berbaring menatapnya yang waspada. Hingga dia berhenti dengan posisi melingkar sempurna. Tubuh yang mengelilingi sayap. Ekor yang mengikatku lembut. Sisik yang melindungiku.

"Bisakah kau bicara? Aku bertanya padamu, dimana Vrass?" tanyaku sekali lagi, membuat naga itu mendesis.

"Vrrrraaasssssssstttt........" desisnya jelas. Dia mengucapkan namaku seperti marah, mengucapkan namaku seperti sebuah kehinaan. Namun tatapannya seperti kasihan, rindu, bahagia.

Cinta.

Dia menatapku lekat-lekat, berhenti menatapku marah, berhenti menggeram lapar, berhenti bergerak menakutiku. Salah satu jari cakarnya mendekatiku. Dia menunjukku dengan lembut, mengarahkan cakar itu seperti sebuah batang kayu terbakar yang rapuh. Aku memandangnya pelan, lalu mengangkat tanganku dan menyentuhnya lembut, mengelusnya seperti seekor anak kucing. Dia kembali mendesis, "Nattteeee...." desisnya membuatku ingin kabur dari sini secepatnya.

"Nate?" tanyaku padanya. "Naatteeee.... MOOOOD..... Riiiyyyaaaddhhhhiiiii........" desissannya membuatku bingung. Tidak bisakah dia berbicara lancar saja. Dan, Riyadhi, siapa dia?

MESS TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang