HILANG DAN LUPAKAN (4)

14 1 0
                                    


*VRaSS

Kata-kata itu membuatku semakin gila. Dia semakin membuatku sakit. Kata-kata itu diucapkannya, seakan aku adalah bagian terpenting hidupnya. Masalahnya, aku belum menginginkan hal itu. Aku belum inginkan apapun dari orang gila itu. Dia mengatakannya seolah-olah ini hari terakhir hidupnya. Seandainya aku tahu apa maksudmu mengatakan itu, mungkin saja, aku bisa menghentikan rasa sakit dari penderitaan yang kau sebabkan ini. Sayangnya, kata-katamu membuatku semakin bingung, dan membuatku sangat rendah dihadapanmu saat ini.

Kurasakan tubuhku mulai kembali tenang. Seluruh keringat yang mengaliri tubuhku, kini mulai menguap, dan menghasilkan udara dingin yang mengelilingiku dengan indahnya. Aku menutup kedua mataku dengan lega. Akhirnya kurasakan juga kenikmatan suhu yang benar-benar kuinginkan ini. Detak jantungku mulai berjalan normal. Tubuhku melemas secara bertahap, dan seluruh kondisi burukku, perlahan membaik. Kata-kata diluar sana tidak kuperdulikan saat ini. Hanya sepatah dua patah kata...

"Syukurlah pendinginnya masih berfungsi. Lain kali, dia harus bisa mendinginkan dirinya sendiri."

"Jika memang itu yang dibutuhkan, akan kulatih dia sebaik mungkin."

Aku tidak peduli dengan kata-kata itu, yang penting, saat ini aku merasakan dulu suhu normalku. Kesejukan di dalamnya, pesan dalam setiap hembusannya, dan kibasan pelan setiap detiknya, membuatku sangat nyaman, membuatku lebih tenang, membuatku lebih kuat.

Tidak ada rasa senyaman suhu dingin ini, dan sepertinya, suhu ini selamanya akan menjadi teman bermain terbaikku.

Tiba-tiba sesuatu yang hangat menyentuh pergelangan tanganku, membuatku terkejut dan langsung mengarahkan tatapanku pada orang yang berani kurang ajar dengan sentuhannya padaku itu.

Mel?

"Kendalikan dirimu. Kita akan segera melatihmu semaksimal mungkin. Segera setelah kau sembuh." ucapnya menatapku tajam. Tatapanku tidak kalah tajamnya saat itu tertuju ke pergelangan tanganku yang digenggamnya dengan erat. Dia yang menyadari itupun segera melepaskan genggamannya yang mengerikan, dan berulang kali kudengar dirinya mengutuk dirinya berulang kali karena melupakan tentang masalah sentuhannya denganku itu.

Dia langsung memandangku menyesal dan berusaha pergi, namun kucegat dengan kata-kataku.

"Kita bisa mulai sekarang." ucapku membuat kedua kakinya berhenti melangkah. Namun, dia berbalik dan tersenyum menahan sesuatu yang sesak di dadanya, lalu berkata, "Tidak. Kau butuh istirahat untuk saat ini. Jangan sia-siakan tenagamu untuk saat ini." Dan sesuatu tak terduga terjatuh dari kedua matanya yang sudah membendung begitu banyak buliran bening bercahaya. Sesuatu yang jatuh bersama dengan apa yang disesalinya selama ini, yang benar-benar membuatnya sangat malas untuk memikirkan kebahagiaan.

Sebulir air mata terjatuh bersama dengan kata yang terpampang jelas di dalamnya...

...'putriku sudah mati, dan kini....

....aku tidak bisa lagi menjadi ibunya'
.
.
.
"Jadi? Kau masih ingat aku, kan?" tanya seorang lelaki bertubuh tinggi, berambut cokelat, bermata senada, dan sebuah senyuman tulus yang keluar karena sebuah pertanyaan bodoh. Gale memiringkan kepalanya, menunjukkan rasa penasarannya terhadap jawaban yang dia inginkan. Aku tersenyum melihatnya bingung setengah mati itu. Hampir saja aku tertawa terbahak-bahak karena tingkah lucu bingungnya.

"Hei! Jawab! Apa yang lucu?" tanyanya heran sekaligus sedikit takut. "Yah...untuk apa aku melupakanmu? Kupikir seorang penjaga sentuhan tidak seharusnya dilupakan, malah harus diingat dan dijadikan orang paling dekat, pasangan mungkin?" ucapku mengangkat satu alisku, seakan menggoda Gale untuk memutuskan hubungannya dengan Cam. Tidak bermaksud jahat, hanya ingin menguji seberapa besar perasaannya.

MESS TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang