Sienna menatap pintu di depannya. Dia menelan ludahnya susah payah, sebelum akhirnya memberanikan diri mengetuk pintu itu. "Masuk," sahut suara dari dalam.
Sienna membuka pintu itu dengan gemetar, mencoba menepis semua rasa takutnya. Mata bulatnya langsung berpusat pada lelaki yang sibuk membaca kertas di hadapannya. Dia berdiri di ujung meja, "Ada yang bisa saya bantu, Sir?" tanya Sienna mengabaikan rasa gemetarnya.
Kilas balik kenangan-kenangan buruknya di ruang terkutuk ini mulai berkeliaran di dalam otaknya. Astaga! Sungguh dia tidak ingin mengulang kejadian itu lagi, namun posisinya yang hanya seorang staf, mau tidak mau dia hanya bisa mematuhi perintah atasannya. Dia hanya bisa berharap semoga Tuhan selalu melindunginya dari laki-laki brengsek satu itu.
Calvin mengangkat pandangannya, menatap Sienna yang semakin bergetar di sudut meja. Terlihat tangan yang selalu saling meremas dengan posisi kepala tertunduk. Kening Calvin berkerut, "Mengapa kau begitu ketakutan melihatku?"
Sienna tersentak, sebegitu jelaskah rasa gugupnya? Batinnya menerka.
"Maaf Sir, saya-"
"Sudah aku katakan untuk melupakannya bukan?" Tekan Calvin dengan sebelah alis terangkat, "Mari kita lupakan hal yang kemarin, buatlah dirimu nyaman agar kau betah bekerja di sini." Senyum Calvin tampak tersungging dengan menjengkelkannya.
Dalam hati, sungguh Sienna ingin membunuh lelaki ini. Bila perlu langsung menguburnya hidup-hidup. Astaga! Mengapa lelaki ini begitu menyebalkan. Tuhan pasti sangat mengutuk lelaki ini, bagaimana seorang memiliki sikap yang sama sekali tidak ada baiknya. Cecarnya begitu penuh amarah.
Senyum penuh paksa milik Sienna tersungging, "Akan saya coba Sir," ujarnya dengan nada penuh amarah yang tertahan.
Tanpa menghiraukan kekesalan Sienna, Calvin meletakan setumpuk berkas ke hadapan wanita itu. "Bagus, sekarang periksa berkas-berkas ini. Saat ini juga, dan aku ingin sebelum makan siang kau harus sudah menyelesaikannya."
Sienna membelalakan matanya, bukan hanya satu atau dua. Tapi ada sekitar enam atau tujuh berkas yang berada di tumpukan itu. Dan bukankah bosnya ini juga tahu, jika Sienna masih dalam taraf belajar? Astaga, mana mungkin Sienna dapat menyelesaikannya tepat waktu.
Seakan mengetahui apa yang dipikirkan Sienna, Calvin segera menjawab, "Kau tidak perlu terlalu cemas seperti itu, bukankah aku sudah mengatakan jika aku akan mengajarimu? Kau boleh memulainya sekarang, aku sudah menyiapkan mejamu." Calvin mengedikan dagunya.
Sienna mengikuti pandangan Calvin, seketika matanya membelalak dengan mulut menganga. Satu set meja lengkap dengan komputer dan beberapa keperluan lain sudah tertata rapi di sudut ruangan. Sienna kembali menatap Calvin seakan meminta penjelasan.
"Benar, mulai sekarang kau akan pindah satu ruangan denganku. Lagi pula aku pikir-pikir aku juga sedang mencari seorang asisten, jadi tidak masalah bukan jika kau menjadi asistenku?" ujar Calvin begitu ringan, "Kau tenang saja, aku sudah memikirkan gaji yang pas untukmu."
Sudah tidak tahu lagi apa yang harus dia katakan. Sienna hanya menganga dengan kekesalan yang luar biasa berkecamuk di pikirannya. Sungguh, Calvin mengatakan seakan Sienna akan menyetujuinya. Dia mengatakan begitu tanpa beban, seakan pendapat Sienna begitu tidak penting. Dia bahkan belum meminta pendapat Sienna.
"Apa saya punya pilihan lain?" tanya Sienna akhirnya.
Calvin menautkan jari-jemarinya, "Tentu saja, Sienna. Di dunia ini semua memiliki pilihan, begitupun denganmu." Sienna tampak lega mendengarnya. Namun kelanjutan ucapan Calvin benar-benar membuat amarahnya semakin memuncak, "Aku akan memberimu dua pilihan. Membereskan barangmu dan pindah ke sini, atau membereskan barangmu dan meninggalkan kantor ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Passion Of Love ✔
Romance[C O M P L E T E] Konten (18+) -------------------------------------------------- "Bijak-bijaklah dalam memilih bacaan, karena hal itu ikut andil dalam pembentukan karakter anda." ~Niu Aster~ Terimakasih untuk yang sudah menghargai karyaku. ?? ...