Passion Of Love | 8

53.3K 2.7K 40
                                    

Dua orang itu masih berdiri disana. Saling menatap dengan pandangan yang berbeda. Senyum pilu Monica mengembang, "Berhentilah bersikap seolah-olah aku yang meninggalkanmu, Cal."

Sungguh, demi apapun. Rasa cinta Monica pada Calvin terlalu besar untuk meninggalkan lelaki ini. Bahkan dalam pikirannya tidak pernah terbersit sedikit pun. Namun, Monica tidak bisa berbuat banyak. Kenyataan jika lelaki itu yang meninggalkanya masih jelas dipikirannya. Dia sadar jika Calvin memang tidak pernah bisa mencintainya.

Monica melangkah mendekat. Memeluk tubuh tegap Calvin yang hanya diam mematung. "Aku dan Luke berencana untuk pindah ke Jerman minggu depan. Aku berharap kau menemukan kebahagiaanmu yang sebenarnya." Monica memejamkan matanya menghirup aroma tubuh lelaki yang masih sangat dicintainya.

Tubuh Calvin menegang. Sungguh, dia tidak tahu dengan perasaannya saat ini. Dia merasa kehilangan dan kosong saat Monica tidak ada disisinya. Demi apapun, Calvin membutuhkan wanita itu. Sungguh. Bahkan memang sudah sejak dulu dirinya selalu bergantung pada Monica. Hingga rasanya, melepas wanita itu terasa begitu berat.

Tidak! Calvin tidak akan mencegah Monica untuk mendapatkan kebahagiaannya. Sudah cukup selama ini dia menahan wanita itu dan harus membuatnya merasakan penderitaan karena dirinya.

Calvin menguraikan pelukannya. "Pergilah, aku sedang banyak pekerjaan," usirnya, lantas meninggalkan Monica menuju kursi kebesarannya.

Monica masih diam mematung. Senyum pilu penuh kecewa mengembang menghiasi bibirnya, "Aku sadar kau tidak akan pernah bisa membuka hatimu untukku, Cal... Jaga dirimu baik-baik," ucapnya lirih syarat akan rasa sakit yang meruak di dadanya.

Monica menatap Calvin yang terlihat begitu sibuk membolak-balikan kertas di hadapannya. Dengan berat hati, Monica membalikan badannya melangkah meninggalkan ruangan itu. Sesaat Monica berhenti, memegang ganggang pintu yang dia tutup di belakangnya.

Saat itulah hatinya yang rapuh tidak mampu membendung air matanya. Sebulir cairan bening meluncur mulus dari pelupuk matanya. Mewakili bagaimana hancurnya perasaan Monica yang tidak bisa dia jelaskan. Seharusnya dia tahu, sedari awal dirinya lah yang salah. Dia salah karena terlalu mengharap lebih pada Calvin yang jelas-jelas tidak pernah melihatnya sedikit pun. Semuanya bahkan terasa seperti menginginkan sesuatu yang tidak mungkin bisa kau gapai.

"Monica, kau tidak apa-apa?"

Suara yang terdengar cemas mengejutkan Monica. Segera wanita itu menghapus jejak air mata dari pipinya, kasar. Ditatapnya Sienna yang berdiri di depannya. Senyumnya merekah. Meski Sienna tahu senyum Monica tampak palsu, dengan hatinya yang tampak hancur di dalam sana.

"Sienna?... Aku tidak apa-apa," jawabnya.

Sungguh, demi apapun. Semua orang pasti tahu jika Monica sedang begitu hancur. Gurat-gurat kesedihan terlihat begitu jelas di wajah cantiknya. Meski Sienna belum mengenal Monica cukup lama, namun dia dapat merasakan kesedihan yang dirasakan wanita itu.

***

"Minumlah, perasaanmu akan sedikit lebih baik setelahnya," ujar Sienna sembari menyodorkan satu mug cokelat panas.

Monica menerima uluran mug yang Sienna sodorkan, sembari berucap, "Terimakasih, Sienna."

Senyum Sienna terukir. Dia mendudukan tubuhnya ke kursi depan Monica. Menyesap secangkir cokelat panas miliknya.

Monica meletakan mug miliknya, setelah sempat menyesapnya. Lantas matanya beralih menatap Sienna, "Sudah berapa lama kau bekerja disini?"

"Baru beberapa minggu yang lalu," jawab Sienna.

"Sepertinya kau cukup dekat dengan Calvin-"

"Kami tidak sedekat itu, sungguh," selanya.

Monica menganggukan kepalanya, "Lalu? Kau bekerja di bagian apa? Karena sepertinya kau memiliki jabatan yang cukup tinggi untuk bisa masuk ke ruangan Calvin."

Passion Of Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang