Mulmed : Kakak Reka yang lagi ngerjain PR —jepretan by Pakdhe Rey
.
.
.
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●"Kita pacaran beneran aja gimana, Mas?"
Mas Rey terperangah selepas sebuah ajakan untuk menjalin hubungan secara nyata ku ajukan. "Ka—kamu bilang apa barusan?"
Bibirku berkedut menahan tawa melihat ekspresi Mas Rey. Ia tampak tidak mempercayai yang ku katakan. "Kita," aku mengulanginya sekali lagi, "pacaran beneran aja gimana?"
"Kita?" Mas Rey menunjukku dan dirinya secara bergantian. "Kamu sama aku ... pacaran?"
Aku mendesah pelan. Tidak lagi merasa gemas, aku justru mulai kesal dengan kebodohan Mas Rey saat ini. Apakah ajakanku tadi kurang jelas? Perlukah aku menjelaskan makna kata kita dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia agar dia memahami maksudku? "Iya, Mas. Siapa lagi? Di mobil ini kan cuma ada kita berdua. Aku sama kamu," jawabku tidak sabar.
Mas Rey menggaruk pelipisnya. Kelakuannya sekarang bahkan bisa disamakan dengan Reka yang kadang bingung mendengarkan para orang dewasa berbincang. "Kamu serius soal pacaran?" tanya Mas Rey menekankan kata pacaran.
Oh, ya ampun! Semoga sisa kesabaranku masih ada untuk menghadapi lelaki ini. "Serius, Mas," jawabku, gemas sekali ingin membongkar tempurung kepalanya dan mencuci otaknya agar lebih cepat dalam berpikir. Padahal Elis sering membanggakan kakaknya ini, yang selalu menjadi juara kelas di bangku sekolah dan lulus dengan predikat cumlaude saat berada di universitas, mengapa mengartikan pertanyaanku dia justru sangat kesulitan?
"Tapi ... kenapa?"
"Harus banget Mas Rey tanya alasannya kenapa?" tanyaku mulai kesal.
Bukan tanpa alasan aku nekat mengajak Mas Rey berpacaran. Selain karena perasaan terpendamku selama bertahun-tahun, ciuman kami tadi juga menjadi alasanku berbuat nekat seperti ini. Aku memang sengaja memancing Mas Rey untuk mengetahui apakah dia tertarik padaku atau tidak. Dan sekarang aku sedang mengujinya sekaligus bertaruh dengan mengorbankan perasaanku sendiri, Mas Rey menciumku karena mulai memiliki perasaan padaku atau hanya sebatas tergoda oleh napsu. Jika jawaban kedua yang dia berikan, maka aku akan dengan ikhlas mengucapkan salam perpisahan pada perasaan yang selama ini ku simpan dalam hati.
"Oke," kedua tanganku terangkat naik. Aku menyerah. "Diamnya Mas Rey aku anggap sebagai penolakan."
"Bukan gitu, Nilam," sahut Mas Rey cepat. Bola mataku terputar malas, sampai kapan aku harus bertahan dengan segala keterlambatan berpikirnya ini.
"Kamu tahu, Mas masih terkejut sama ajakan kamu tadi," katanya dengan wajah yang masih terlihat linglung. "Mas pikir, kamu bakal tampar Mas tadi. Tapi, nggak kamu lakukan. Kamu malah memancing Mas untuk mencium kamu lagi."
"Dan Mas Rey terpancing?"
Mas Rey mengangguk, "Iya."
"Kenapa?"
Ia menggeleng pelan. "Mas nggak ngerti. Mas—"
"Terbawa suasana?"
"No! Jelas bukan terbawa suasana. Mas lebih suka menyebutnya dengan ... tertarik," tukasnya cepat, tetapi hati-hati. "Makanya Mas tanya, kamu serius dengan ajakan kamu tadi?"
Aku menggedikkan bahu dengan lengan terlipat di depan dada. "Serius."
Mas Rey menghela napas panjang. Kini kedua matanya menyorotku dengan serius. Jantungku kembali berdebar ketika dia mengusap pipiku dengan lembut. "Oke. Kalau begitu kamu siap?"

KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Pretend
Fiksi UmumUntuk kedua kalinya Reyza Ardhian Pratama mengakui Sekar Nilam Kusumawati sebagai kekasihnya. Berbeda dengan sebelumnya, Rey melakukan hal ini bukan hanya untuk menyelamatkan Nilam, melainkan juga untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Rey pikir hubu...