[29] Nilam

26.3K 3.1K 153
                                    

Ada yang kangen sama kejutan dini hariku?

Ngingetin aja, selesai di part 30 ... terus epilog...

Selamat membaca 😀

—aku yang harusnya tidur, tapi belom ngantuk—
.
.
.

Aku kembali menjadi seorang pengecut. Seperti bertahun-tahun silam, aku hanya berani memandangi punggung Mas Rey yang perlahan menghilang dari pandanganku. Bedanya, jika dulu aku tidak berani menahannya untuk tetap tinggal karena terlalu malu mengakui perasaanku. Sekarang, aku tidak berani menahannya karena diriku sendiri masih ragu. Apakah bersama dengannya adalah yang benar-benar ku inginkan atau tidak?

"Nilam ..."

Aku menoleh. Baru ingat bahwa sejak tadi Daru masih ada di sini. "Apa lagi, hmm?"

"Dengarkan penjelasanku soal kemarin," pintanya dengan sorot mata memelas, tetapi tidak dapat ku penuhi.

Daru terlalu menakutkan. Terlebih dengan pernyataannya kemarin saat mengantarkanku pulang. Dia mengatakan kalau dia masih menungguku.

Menunggu? Di saat aku sudah memiliki hubungan serius dengan Mas Rey?

Karena pernyataannya yang kelewat mencurigakan, pikiran buruk itu menyerangku. Aku pikir, Daru tidak berubah. Dia masih seperti yang dulu. Penguntit yang setia menungguku, sekaligus selalu mengawasi gerak-gerikku. Benar kata Mas Rey. Sekali penguntit, tetap penguntit. Mau sebaik dan seperhatian apa pun Daru, karakternya yang satu itu tidak akan berubah begitu saja.

"Aku sudah cukup banyak mendengarkan," balasku sambil menarik napas dalam. Aku memegang buket bunga dan cokelat dari Mas Rey erat. Berharap ada sedikit keberanian yang Mas Rey salurkan lewat dua benda pemberiannya ini.

"Ini bukan seperti yang kamu pikirkan," Daru masih berusaha menjelaskan.

"Seperti apa?" tanyaku. "Apa kamu mau membantah lagi kalau masih menguntitku?"

Daru terdiam. Aku menganggap ke-diamannya adalah pembenaran dari pertanyaanku. Kalau pun Daru mau membantah lagi, aku punya bukti yang dapat memberatkannya.

Semalam, saat aku meminta turun dari mobilnya setelah merasa curiga dengan ucapannya, aku memergoki sebuah mobil mengikuti taksi yang ku tumpangi. Bukan itu saja, mobil itu terparkir di dekat rumahku sampai pagi tadi. Seolah mengawasi gerak-gerikku semalaman. Mobil itu juga mengikuti saat diriku berangkat ke kantor.

Penasaran dengan orang yang berada di balik kegiatan mengikutiku itu, aku memutuskan berpura-pura memasuki kantor kemudian keluar dari pintu belakang. Berniat ingin menanyakan langsung pada si pemilik mobil, apa maksudnya mengikutiku sejak semalam. Dan ternyata, aku melihat sosok Daru mendekati mobil itu dan berbicara dengan pengemudinya.

Bagaimana pengemudi mobil itu bersikap sangat santun kepada Daru, aku rasa si pengemudi adalah orang suruhan Daru. Tidak diragukan lagi. Mengingat, satu-satunya lelaki yang memiliki obsesi mengerikan padaku hanya Daru seorang.

"Bagaimana bisa kamu menyebutku penguntit hanya karena menyatakan masih menunggumu, Nilam?" Daru bersuara setelah sekian lama terdiam. Dia masih punya nyali untuk membela diri juga ternyata.

"Oke. Tuduhanku sama sekali tidak berdasar kemarin," Daru terlihat menyunggingkan senyum kemenangan yang akan ku lenyapkan sebentar lagi. "Tapi apa masih bisa mengelak, jika aku mengatakan tadi pagi sempat melihat kamu mendekati mobil yang mengikutiku semalaman?"

Sesuai dugaan, senyum Daru lenyap seketika. Wajahnya berubah pias. Bibirnya bungkam, seolah tidak sanggup lagi melakukan pembelaan diri.

"Jadi, sudah cukup jelas. Peringatan terakhir, jangan berada di sekelilingku lagi. Atau aku bisa melaporkan tindakanmu kepada polisi," ancamku. Meski sesungguhnya aku tidak yakin kalau Daru mendapat hukuman dari perbuatannya. Dia mempunyai uang dan kekuasaannya. Sangat mudah baginya untuk lolos dari pemeriksaan polisi. Berharap saja, Daru benar-benar termakan ancamanku tadi.

(Un)PretendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang