"Nilam! Kita belum selesai bicara!"
Gue mencoba mengejar Nilam, tapi Daru mendahului dengan memblokade langkah gue. "Minggir!" perintah gue sambil mendorong bahu Daru agar cowok itu bergeser. Sayangnya, Daru nggak selemah yang gue pikir. Dia tetap mempu bertahan menghalangi gue yang berniat mengejar Nilam.
"Saya rasa ini bukan waktu yang tepat untuk kalian bicara," Daru memberi pendapat yang nggak gue minta.
"Bukan waktu yang tepat?" Gue tertawa sambil mengepalkan kedua telapak tangan. Gatel banget tangan gue buat nonjok muka songong Daru yang dari tadi kelihatan tenang. Gue bahkan mendapati Daru beberapa kali menarik bibir, tersenyum diam-diam saat gue berdebat dengan Nilam tadi. "Terus lo pikir, apa masih ada waktu yang lebih tepat daripada sekarang ini?"
Daru menggedikkan bahu. "Saya kurang tahu. Tapi yang jelas, kamu bisa tunggu sampai keadaan lebih tenang dan emosi kalian lebih stabil."
"Dan membuat lo lebih mudah buat mendekati calon istri gue?"
Daru tertawa. Tawa yang sedikit mengejek, kalau gue boleh bilang. "Ternyata kamu masih menganggap Nilam sebagai calon istri, setelah tidak mempercayainya dan—" Daru melirik ke arah Rena yang berdiri persis di sebelah gue, "—menemui mantan pacar diam-diam."
"Lo—"
"Satu hal yang mau saya tekankan pada kamu, Reyza," Daru menyela omongan gue dengan cepat. "Jangan sampai terlambat menyadari kebodohan kamu. Karena ketika itu terjadi, saya pastikan kamu tidak memiliki kesempatan lagi."
"A—apa lo bilang?"
Bukannya menjawab, Daru hanya menepuk bahu gue. Lalu pergi dari hadapan gue begitu aja. Gue masih terpaku akan kepergian Daru. Entah kenapa kata-kata yang lebih terdengar seperti ancaman itu cukup mengganggu batin gue. Terutama bagian kalau gue nggak bakal memiliki kesempatan lagi. Rasanya seperti ajakan bersaing secara terang-terangan.
"Rey?" Panggilan Rena menyadarkan gue. "Kamu baik-baik aja?" tanyanya, menunjukkan raut khawatir.
Gue menggeleng sambil mengusap wajah. "Nggak baik sama sekali." Benar, gimana bisa gue merasa baik-baik aja?
Banyak hal yang membuat gue merasa nggak baik-baik aja. Pertama, gue memergoki Nilam jalan sama cowok lain. Kedua, akhirnya gue mengungkapkan segala unek-unek yang selama ini gue pendam. Ketiga, hubungan gue dan Nilam terancam kandas. Terakhir, ancaman Daru.
Tapi, dari semua itu ada yang lebih mengganggu pikiran gue sejak tadi. Ini mengenai tatapan terluka yang Nilam berikan saat merespon segala tuduhan gue atas ketidaksetiaannya. Tatapan terluka yang membuat hati gue rasanya teriris. Alih-alih merasa lega, gue justru merasa bersalah karena mengungkapkan prasangka gue selama ini sama Nilam. Walau 100% gue mempercayai segala prasangka itu, tapi gue menyadari ada sesuatu yang terlewatkan. Sesuatu yang membuat semuanya jadi terasa ... salah. Hanya saja, mau berpikir sampai kepala botak juga, gue nggak juga menemukan sesuatu yang salah itu.
"Sial!" Gue menendang kursi sampai seorang pramusaji maju. Kelihatannya dia mau memberi peringatan sama gue yang sejak tadi memang membuat keributan di restoran tempat dia bekerja.
"Tenangkan diri kamu, Rey!" Rena setengah berbisik memperingati gue. Merasa gue nggak akan membantah omongannya, Rena menarik gue keluar dari restoran setelah meninggalkan beberapa lembar uang di meja. Gue sendiri hanya bisa menurut, mengikuti langkah terburu Rena.
Hanya aja, gue menghentikan langkah begitu tiba di luar restoran. Pemandangan dari seberang jalan cukup menarik perhatian. "Jadi, ini maksudnya nggak ada lagi kesempatan buat gue?" gumam gue pada diri sendiri.
"Apa maksud kamu, Rey?" tanya Rena nggak mengerti.
Gue menunjuk adegan romantis di seberang jalan sana dengan dagu. "Kayaknya Nilam lagi mencari korban lain sebagai alasan untuk move on. Emang aku aja nggak cukup, ya Ren? Kalau emang belum, kenapa harus si kriminal itu sih yang dipilih Nilam buat menggantikan posisi gue?"

KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Pretend
Ficción GeneralUntuk kedua kalinya Reyza Ardhian Pratama mengakui Sekar Nilam Kusumawati sebagai kekasihnya. Berbeda dengan sebelumnya, Rey melakukan hal ini bukan hanya untuk menyelamatkan Nilam, melainkan juga untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Rey pikir hubu...