Bella
Pagi ini aku menjenguk papa di kantor polisi. Saat mendengar dia tertangkap dan akan dijatuhi hukuman mati, sungguh percayalah aku senang.
Aku benci dia. Dia jahat. Tapi payah-aku selalu nurut sama dia. Entah apa yang dia tanam di otakku sehingga aku selalu mengiyakan segala perintahnya.
Itu dia papaku. Kini dia duduk di depanku. Aku memandang wajahnya kenapa bisa dia seperti tak ada beban sedikitpun.
"Bella anakku." Papaku tersenyum.
Aku ikut tersenyum.
Dia memberiku kertas putih terlipat.
Aku meraih itu dan membukanya.
Kamu anakku. Kau tau betapa aku menyayangimu. Segala jerih payahku mengumpulkan uang membangun perusahaan hanya demi kamu anakku.
Mungkin kau bertanya-tanya kenapa aku terlihat tenang.
Hahahaha
Jawabanku gila. Karena sudah lama aku merindukan kematian.
Gila bukan?
Hahahaha
Sebentar lagi aku akan menyusul ibumu. Seorang perempuan yang paling aku cintai.
Untuk terakhir kalinya. Bantu papamu.
Mati harus dibalas mati
Kau tau maksudku. Kau anak cerdas.
Aku masukkan kertas itu ke saku jaketku. Kembali aku menatap wajah papa. Dia masih tersenyum.
"Kenapa papa terus memaksaku melakukan hal yang gak aku suka! Tapi Kenapa papa selalu bisa membuat aku melakukan apa yang papa suruh! Pa aku bingung. Aku benci papa. Tapi aku sayang papa. Pa kenapa hidupku seperti ini. Pa apa aku juga ikut gila sama sepertimu." Air mataku menetes. Banyak hal yang aku ingin katakan.
Tapi nyatanya aku hanya mengucapkan "Semoga papa tenang." Kemudian tersenyum.
Aku lihat papaku masih tersenyum. Aku lihat senyumnya senyum yang berasal dari hati. Bukan kepalsuan.
Waktu menjenguk sudah habis. Papa kembali diawal masuk ke dalam sel.
Aku menyeka sudut-sudut mataku.
Kembali ke hotel aku menatap langit-langit atap-pandangan kosong.
Memutar kembali kenangan.
Aku sempat mempunyai keluarga bahagia. Dulu-dulu sekali. Pemandangan pagi dimana papa selalu mencium kening mama saat akan pergi kerja. Selalu tertawa bersama saat malam akan tidur tiba.Saat aku lulus SD. Mamaku sakit-sakitan. Butuh biaya banyak untuk berobat mama. Sedangkan papaku hanya karyawan biasa.
Papa selalu berusaha selalu tekun bekerja demi mampu mengobati mama.
Papaku orang baik bukan? Dia sangat sayang mamaku kan?
Tapi semua sirna.
Saat mama menghebuskan nafas terakhirnya. Mama meninggal. Aku menangis. Papa juga menangis. Bahkan tangisan papa jauh lebih terdengar sakit.Papa selalu berkata andaikan dia punya uang banyak pasti mama bisa sembuh. Papa marah dengan dirinya sendiri. Papa marah. Papa marah. Papa menjadi pemarah setelah mama meninggal.
Dia selalu memarahiku. Memaksaku. Membentakku. Memukulku. Ah sudahlah, intinya aku tidak lagi melihat sosok papa yang aku kenal.
Aku bilang dia sedikit gila. Sering aku lihat papa bicara sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua ✅
RomanceTentang kesempatan kedua seseorang untuk mengembalikan keadaan seperti sedia kala "Mengembalikan hati yang telah retak" "Mengembalikan kehidupan yang telah rusak" Kali Kedua by Naima ⓒ 2017