Duapuluh Sembilan!

783 100 89
                                    

From : Seungri
Bukit taman kota, jam 7.
Kamu yang megang cincinnya kan?
-Richard

Cincin?

Aku segera mencari cincin yang pernah aku temukan di wastafel rumahnya.

Ketemu. Aku menyimpannya di kotak kecil di meja riasku. Cincin perak dengan ukiran huruf R. Tapi aku baru sadar kalau di sisi dalam cincin itu ada ukiran huruf Y.

Benar. Kami pernah berjanji kalau suatu saat kita bertemu, kami akan menikah. Dan janji itu kami simpan dalam sebuah cincin ini.

Aku tak bisa menahan bendungan air di mataku ini. Dadaku terasa sangat sesak ketika semua ingatan-ingatan itu datang.

Aku pun segera mengambil jaket dan turun kebawah dengan berlari.

"Loh Yoon? Mau kemana?!!" Tanya mama panik.

"Ketemu kak Richard!!"

"Eh?!"

Aku tak peduli dengan jawaban mama selanjutnya. Aku hanya ingin berlari dan bertemu sosok paling berharga di hidupku yang hampir ku sia-sia kan.

Cahaya bulan malam ini menerangi jalanku menuju tempat Seungri berada. Hingga aku berhenti sejenak ketika sesuatu jatuh tepat di wajahku.

"Salju?"

Ini salju pertama. Pantas hawanya terasa sangat dingin. Tapi itu tidak mengurungkan niatku untuk bertemu dengannya.

Sampai di ujung bukit, aku melihat seorang pria yang duduk di ayunan tua di bawah pohon sakura yang dedaunan dan bunga nya tergantikan oleh benda putih yang berjatuhan dan membentuk tumpukan es yang lembut.

Ia menatap langit cerah dengan sedikit awan di temani rembulan yang terlihat damai. Hingga akhirnya ia menoleh ke arahku ketika aku mencoba mendekat.

"Yoon! Ini salju pertama! Jadi keinget waktu pertama kita ketemu ya." Serunya sambil membiarkan telapak tangannya menjadi tempat pendaratan es lembut itu.

Aku masih terdiam sambil terisak di tempatku berdiri. Aku juga bisa mengingat ketika kami pertama kali bertemu.

Aku yang waktu itu pergi ke bukit ini sendirian duduk di ayunan kayu dan berayun kecil sambil menatap langit malam yang sedikit berawan.

"Eh bocah, kok kamu malem-malem disini sendirian?"

Tiba-tiba seseorang datang mendekatiku. Ia memakai jaket varsity hitam dan syal merah yang menutupi leher hingga dagunya. Melihat wajahnya, sepertinya ia siswa SMA.

"Aku nungguin salju pertama." Jawabku yang masih kelas 6 SD saat itu.

"Salju pertama?"

Aku mengangguk, "Katanya, sesuatu keajaiban bakal dateng waktu salju pertama."

Ia menahan tawanya, "Ya ampun, kamu percaya mitos? Eh iya sih.. kamu masih SD ya?"

"Hmph.. ya maaf aja kalo aku masih percaya mitos!" Jengkelku, "Kakak sendiri ngapain disini?"

"Hm? Hmm... iseng aja sih."

"Hah?"

"Soalnya tiba-tiba aja aku pengen dateng kesini. Rasanya aku bakal ketemu sesuatu yang indah disini."

Aku terdiam menatap pria itu. Mata sayu dan lingkaran hitamnya, gigi gingsul bagian taringnya dan senyuman manisnya membuat hatiku berdegup.

Lalu aku merasa sesuatu yang dingin menyentuh hidungku. Salju pertama pun mulai berjatuhan dari langit.

"Woh.. iya, salju." Ia membuka telapak tangannya.

Hingga akhirnya aku tau namanya. Karena dia pindahan dari London, namanya Richard, Richard Lee.

Walaupun dia sudah mengganti namanya menjadi nama korea, tapi aku tak pernah mau tau namanya itu dan tetap memanggilnya Richard.

Secara tidak sengaja, ayahnya juga berteman baik dengan Papa. Hingga Papa meninggal, ayahnya tetap membantu kami dalam segala hal.

Itu yang membuat kami dekat. Hingga di perpisahan kita yang tak bisa kuingat.

"Yoon.. aku takut loh." Ucap Seungri tiba-tiba sambil bangkit dari ayunan itu dan berbalik ke arahku.

"Aku takut kalo kita bener-bener pisah. Aku takut kalo aku gak bisa liat wajah kamu lagi. Aku mulai takut kita pisah waktu dulu. Aku bersyukur bisa ketemu kamu lagi. Walaupun kamu gak kenal aku sama sekali. Walaupun perasaan kamu ke aku mulai berubah. Aku tetep seneng dan bersyukur banget." Ucapnya sambil sedikit terisak.

"Aku punya pertanyaan." Ucapku pelan.

Ia mengangguk, "Tanya aja."

"Kenapa? Kenapa-- Kenapa dulu Kak Richard ninggalin aku?"

Ia terlihat terkejut ketika aku memanggil namanya yang dulu itu. Ia menundukan kepalanya dan mengusapnya pelan.

"Aku juga pengen ngutuk diri aku sendiri. Aku pengecut waktu itu. Ngerasa bersalah dan akhirnya kabur buat redain rasa bersalah itu. Padahal harusnya aku terus di sisi kamu dan meluk kamu erat, ya kan?"

Aku mengangguk sambil menangis, "Aku juga takut. Aku takut sendirian. Aku takut waktu kak Richard pergi gitu aja ninggalin aku tanpa ngucapin apa-apa. Apalagi waktu aku gak inget apa-apa soal kak Richard. Aku ngerasa hampa setiap hari tanpa tau penyebabnya dan itu bener-bener nyiksa."

Seungri mendekat dan mulai memelukku. Ia memelukku erat hingga aku merasa leluasa untuk menangis dan berteriak keras di dalam pelukannya itu. Selagi meluapkan semua emosiku, ia terus mengusap rambutku pelan untuk membuatku merasa lebih baik.

Beribu-ribu kata maaf dari mulutnya pun masuk ke dalam telingaku. Itu membuaku tak ingin melepaskan pelukannya.

Ia pun melepasnya dan mengusap airmata di pipiku.

Ia tersenyum, "Kamu masih nyimpen janji kita kan?"

Aku menangguk, kemudian mengambil cincin itu di kantung jaketku.

"Jadi, Kak Richard bakal pergi ninggalin aku sambil bawa janji kita itu?" Isakku.

Ia tersenyum sambil menepuk ujung kepalaku.

Sepertinya jawabannya iya. Sudah kuduga. Aku tak bisa mendapat cinta sejati dalam hidupku. Semua yang kusayangi meninggalkanku begitu saja. Aku memang tidak pantas mendapat sesuatu yang tidak ilmiah dan tanpa logika yang mereka sebut cinta.

"K- kalau gitu. Makasih udah ada di hidup aku kak. Selamat tinggal."

Aku berbalik dan hendak berlari pergi. Tapi tanganku ditahan olehnya. Aku sedikit berbalik dan melihat tangannya yang menggenggamku erat.

Aku mulai melihat wajahnya. Ia masih dengan senyumannya itu. Namun ia mulai tertawa kecil.

"Jangan salah paham.."

Ia menggenggam telapak tanganku dan mulai memasukkan cincin itu ke jari manisku. Ukurannya sangat pas bagaikan ia memang sengaja membeli ukuran yang tepat untuk jariku.

"Kim Yoon. Mau kah kamu menjadi pendamping hidup seorang Lee- Seung-ri, yang akan menemaninya hingga ajal memisahkan?"

Tidak adil. Permainan takdir ini membuatku luluh. Bahkan aku belum mempersiapkan hatiku ini untuk menerima kebahagiaan terbesar dalam hidupku. Benar-benar tidak adil. Dan aku sangat menyukainya.

Dengan airmata haru yang deras mengalir di pipi, aku menganggukkan kepalaku beberapa kali sambil tersenyum.

Ia juga tersenyum manis dan mulai mendekatkan wajahnya hingga bibir kami saling bertemu. Bibirku yang beku karena dinginnya malam ini pun mendapat kembali kehangatan dari bibirnya. Salju yang berjatuhan menemani suasana bahagia ini di malam bermandikan cahaya bulan.

Aku tidak akan pernah melupakan kejadian ini seumur hidupku. Bahkan beribu-ribu ucap syukur pun tak bisa membayar kebahagiaan ini.

"Saranghae, Lee Yoon."

.

.

.

[Fin]

Married With Ahjussi [Seungri]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang