15. PHK

18K 931 8
                                    

....

Sudah lebih dari 100 ribu perusahaan yang melakukan PHK dan merumahkan para pekerjanya. Pada bulan Mei terhitung sudah 1,5 juta karyawan perusahaan tekstil harus kehilangan pekerjaan, kena PHK atau dirumahkan. Jumlah itu terus bertambah seiring berjalannya waktu pada bulan Juni.

Arfa–Ibu Liana sekarang dirumahkan oleh perusahaan tempat dimana dia dipekerjakan. Sebab ada beberapa masalah yang datang terkait dampak virus Corona ini, di antaranya pemesanan untuk kain berkurang karena konsumen dan toko-toko yang menjadi pembeli atau pelanggan menjadi sepi pengunjung, lalu berikutnya karena beberapa pekerja yang susah dinyatakan positif covid-19.

"Jadi kamu dirumahkan oleh perusahaan, Ra?" Nilam menggenggam sayang tangan Arawati.

Arfa mengangguk, "Iya, Kak. Apalagi empat teman kerja dinyatakan positif covid-19, hal ini lebih memberatkan perusahaan. Kurangnya pemesanan kain serta pemasukan juga berkurang. Kedepannya aku tidak tahu lagi kak."

"Ya ampun. Dampak Corona ini memang benar-benar tidak main-main. Aku khawatir sama kamu, Ra." Wajah Nilam terlihat sedih.

"Hum," Arfa mengembuskan napas susah, "kalau tidak ada pemasukan di kas perusahaan, bagaimana mau membayar para pekerja?" Arfa terlihat bingung. Cobaan hidup ini memang berat. Dia sudah janda, tanggungan anak, dan sekarang dia harus mengkhawatirkan pekerjaannya. Yang Arfa pikirkan sekarang adalah, bagaimana jika perusahaannya mem-PHK para pekerja, mau kerja di mana lagi dia? Lalu mau memberi makan anaknya bagaimana?

"Ra, jangan terlalu dipikirkan, aku lihat kamu akhir-akhir ini terlihat banyak pikiran," ujar Nilam.

"Aku hanya takut kalau aku di-PHK, lalu mau kasih makan Lili bagaimana?"

"Hush! Bicara apa kamu?" Nilam terlihat menyipitkan matanya ke arah Arfa. "Segala ucapan adalah doa. Amit-amit doa ini terkabul."

Nimatul berdiri dari sofa ruang tamu, dia menarik tangan Arfa, "Makan dulu di dalam."

"Aku makam di rumah saja, Kak," ujar Arfa.

"Habiskan makanan di sini baru aku buka pintu rumah agar kamu bisa pulang," balas Nilam.

Dua wanita beranak satu itu memasuki dapur. Sementara di tangga, Lili duduk  di sudut atas tangga, dia tak terlihat oleh siapapun.

"Berdiri, jangan duduk." Suara Dika menyadarkan Lili yang duduk lesu.

Lili tak menanggapi, akhir-akhir ini dia merasakan perasaan yang tak enak, namun dia tak tahu perasaan apa itu.

"Jangan menghalangi jalan, aku mau lewat." Merasa tak ada tanggapan, Dika berkata lagi.

Lili terlihat menyingkir dari jalan, dia bahkan menempelkan tubuhnya ke dalam sudut tangga.

Dika menarik dan mengembuskan napas. Gadis ini pasti sedang berpikir sesuatu lagi. "Jangan terlalu banyak berpikir, lebih baik kamu berdoa agar semuanya baik-baik saja."

Lili tak menyahut atau menanggapi.

"Turun, makan siang," ucap Dika.

Lili tak mengacuhkan.

"Ya sudah." Dika berjalan turun lalu ke arah meja makan.

Di meja makan.

"Dika, ayo duduk." Nilam menunjuk kursi untuk Dika duduk, "Mana Lili?" Nilam meirik ke belakang Dika untuk mencari Lili, namun tak dia temukan.

"Di atas," jawab Dika sambil duduk.

"Ibu Ara," sapa Dika.

Arfa tersenyum ke arah Dika, "Ibu Ara makan di sini, tidak apa kan?"

Lili's Love Story [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang