28. Sadar Diri

17.6K 887 12
                                    

....

Mobil Putri menjauh. Ada Dika di dalam.

Lili cepat-cepat mengusap air mata yang tumpah. Dia takut sang ibu akan melihat air matanya. Takut sang ibu ikut sedih.

Sepertinya harapannya benar-benar pupus sudah. Melihat Dika dan Putri bersama, dia merasa tidak punya kesempatan lagi. 

Lili melanjutkan mencuci piring dengan perasaan campur aduk bagai gado-gado.

Setelah mencuci piring, Lili membawa piring ke dapur. Arfa baru keluar dari kamar mandi, dia baru saja mandi.

"Lili."

"Ya, Bu."

"Mau menyulam bersama ibu di teras?" tanya Arfa.

Lili menggeleng, "Nggak, Bu." Suaranya dia buat agar terdengar tak serak.

"Oh, ya sudah kalau begitu." Arfa mengangguk mengerti, dia berjalan masuk ke kamar untuk mengganti baju bersih.

Lili meletakan piring di rak piring, setelah itu dia masuk ke kamar, mengunci pintu dan duduk di atas tikar anyaman di kamar.

Lili meraih ponsel lalu membuka galeri. Ada banyak sekali foto. Foto itu lebih banyak berisi gambar orang lain daripada gambar pemiliknya.

Dika.

Banyak sekali foto Dika yang Lili potret diam-diam. Dari Dika makan di meja makan, minum air, Dika mengangkat tempat sampah di pinggir wastafel, Dika berjemur di depan rumah dan masih banyak lagi Dika-Dika melakukan hal lain.

"Mas Dika … mau nikah …," ujar Lili sedih. Hari ini dia tak mau banyak bicara moodnya benar-benar tidak baik.

Para hati, itu adalah yang dirasakan oleh Lili Yana sekarang. Dia tak pernah merasa patah hati, meskipun Dika pernah mengabaikannya selama satu minggu beberapa bulan yang lalu, namun dia masih bisa bertahan untuk pergi minta maaf, tapi sekarang, apa yang harus dia katakan pada Dika? Mengatakan pada Dika bahwa dia harus membatalkan keputusannya menikahi Putri? Lalu bagaimana dengan utang Om Hasyim? Tidak mungkin Lili membiarkan orang tua Dika menjual semua barang-barang mereka. Dan lagi, Dika sudah mengatakan bahwa dia tidak menyukai Lili, dia hanya kasihan pada Lili, Lili sangat menyebalkan dan tidak ada yang ingin bermain bersama Lili kecuali dirinya. 

Lili berpikir, mungkin karena suruhan orang tua Dika, Dika mau bermain dan belajar bersama dia. 

"Ya, mungkin karena suruhan Tante Nilam dan Om Acim …," ujar Lili lirih.

"Berarti selama ini … selama Mas Dika bermain dan belajar bareng Lili, Mas Dika hanya disuruh …."

Lili sedih lagi. 

Apa teman?

Dia tidak punya teman sama sekali.

Dulu, dia hanya bermain ke rumah Nilam, dulu dia nakal,  tidak ada yang mau bermain bersamanya. Dan juga dia miskin ….

Orang tua dari anak-anak lain harus memikir dua kali untuk mengijinkan anak mereka bermain bersama Lili.

Pulang di Ketapang juga sama, keluarga sang ibu mengucili dia dan ibunya, tidak ada yang mau berteman dengan dia karena dia tidak punya ayah dan hanya punya ibu dan rumah jelek.

Lili bertambah sedih. Rumah jelek ….

Dia mengingat lagi apa yang dikatakan oleh Putri beberapa waktu lalu. Rumah yang dia tinggali adalah rumah peot seperti kandang sapi, pantas saja dia kegatelan untuk selalu ke rumah Dika. 

Lili lebih bersedih lagi.

Meskipun rumah mereka jelek, tua, dan seperti kandang sapi seperti yang dikatakan oleh Putri, namun dia bersyukur, tidak pernah mengeluh pada orangtuanya bahwa rumah mereka jelek. Atap bocor, tapi setidaknya bisa melindungi dia hari air yang jatuh dari langit dan panasnya matahari.

Lili's Love Story [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang