e m p a t

226 32 3
                                    


⚫⚫⚫


HOBBIT! Ssst! Heh!” panggil Sargas pelan, seraya mencolek punggung cowok di depannya. Namanya Dimas Baskoro. Karena perawakannya yang bulat alias gemuk dan pendek, Sargas memanggilnya dengan sebutan tokoh salah satu film kesukaannya. Belum lagi bawaan wajah Dimas yang sayu, membuatnya terlihat sedih dalam keadaan apa pun.

Masih tak kunjung menoleh, Sargas menendang kaki Dimas dari celah bawah kursi. Membuat cowok di depannya mengaduh.

“Apa sih?!” sembur Dimas dengan kepala menoleh ke belakang. Serta semua perhatian tertuju pada keduanya.

“Itu yang pojok bisa diam, nggak? Ini ujian,” tegur Bu Lastri, selaku pengawas ujian.

Dimas kontan tersenyum bersalah. “Maaf, Bu.” Begitu Bu Lastri tak lagi menaruh perhatian kepadanya, Dimas  langsung menoleh ke belakang, tempat Sargas yang tengah pura-pura mengernyit ke arah kertas, seolah serius mengerjakan ulangan agar Bu Lastri tak menyangkut pautkan dirinya.

“Apaan?!” sentak Dimas yang tentunya dengan suara mendesis. Barulah Sargas mendongak. Senyumnya mengembang.

“Gue lagi jatuh cinta, Dim,” aku Sargas.

Seketika Dimas terperanjat kaget. Bukan, bukan karena cowok berbandana di depannya yang merupakan sahabatnya itu akhirnya menyukai perempuan setelah menjomblo setahun. Tapi karena sebegitu tidak pentingnya informasi yang Sargas lontarkan hingga menganggu kesejahteraan hidup Dimas.

Dimas mendengus, seraya membalikkan badan. Namun sebelum itu, Sargas mencekal bahunya. “Tunggu! Ini penting. Cewek ini beda.”

“Semua cewek juga beda. Tergantung lo ngelihatnya dari mana.”


“Bukan! Ini jauh lebih beda,” sahut Sargas.

“Kayak Wonder Woman, gitu?” tebak Dimas datar.

Sargas menyentil kepala Dimas. Membuat cowok itu melotot. “Jangan bercanda!”

“Bedanya?”

“Dia imut, manis.”

Dimas meringis. “Krenyes banget informasi lo, Sob.”

“Namanya juga baru kenal!” ketus Sargas. Tambah membuat kernyitan di dahi Dimas. Tahu baru kenal kenapa bisa menyimpulkan kalau cewek yang disukainya beda?, pikirnya. Sargas menepuk pundak Dimas. “Lo tahu cewek itu kok. Temannya Zoya. Yang biasa ngekover lagu di IG.”

Mata Dimas membulat sempurna. “Apa lo bilang?” Sargas hanya tersenyum bangga untuk merespons ucapan Dimas. Meskipun ucapan Dimas selanjutnya sangat menyakitkan. “Kok bisa-bisanya dia mau sama ampas kayak lo?”

Sargas tidak tersinggung. Dia hanya menepuk pundak Dimas. “Kapan-kapan gue kenalin.”

“Itu yang pojok sekali lagi bikin keributan, saya sobek kertas kalian. Nggak usah ikut ujian!”

🚀🚀🚀

Lucie berdiri memandangi rumah minimalis bercat putih di depannya. Sejak tiga tahun lalu, rumah ini masih sama. Pot-pot bunga bergantungan. Rerumputan yang masih hijau terhampar di halaman. Suasana sejuk di teras masih terasa.

You Get Message From MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang