d u a p u l u h

112 13 3
                                    

📯📯📯

KAMIS pagi, di tanggal 28 Desember. Rumah Tante Mila sudah ramai dengan seisi penghuni rumah yang menyiapkan segala sesuatu mengenai ulangtahun Niara.

Rencananya, Nevan akan mengajak Niara menginap di salah satu teman dekat cewek itu selama yang lain sibuk menata kejutan untuknya. Tema ulangtahunnya adalah karakter lucu Doraemon, mengingat Niara sangat suka pada tokoh Jepang tersebut.

Ruang tamu kini berubah sebagai aula dengan segala pernak-pernik berwarna biru. Sargas tengah menaiki tangga, guna memasang tumblr lamp di setiap sisi dinding. Sementara Dimas, dia tengah memasang balon biru polos, dan biru dengan wajah Doraemon. Di sisi lain, Lucie dan Zoya meniup balon kata dengan beragam warna, yang nantinya akan ditempel di dinding.

Di bagian dapur, Tante Mila beserta beberapa tetangga yang turut membantu, tengah menyiapkan kue dan makanan-makanan lain. Terakhir, di bagian halaman depan, Om Dhani sedang mengumpulkan kayu untuk api unggun nanti malam.

Ya, semeriah itu ulangtahun Niara. Meskipun hanya dihadiri orang-orang terdekat saja.

“Dim, ambilin gue minum sekalian dong!” celetuk Sargas saat dilihatnya Dimas mengambil segelas air putih. Dimas mengangguk, Sargas pun segera turun dari tangga.

“Nih!” Dimas menyerahkan gelas itu pada Sargas. Seketika, tanpa ucapan terimakasih, Sargas meminum habis air itu. Baru, gelasnya ia berikan pada Dimas lagi.

“Balikin sono!”

Dimas mendelik. “Kayak nggak punya dosa aja lo.”

DOR!

“Anjir Zoy! Lo apaan sih!” sambar Lucie kaget karena Zoya dengan sengaja menusuk balon yang besar. Zoya tertawa ngakak sementara Lucie menjitak kepala cewek itu.

Menyaksikan keributan itu, tanpa sadar bibir Sargas tersungging tipis. Apalagi, pandangannya jelas tertuju pada cewek manis berambut gelombang yang jatuh ke bahu tersebut. Dimas mengernyit memperhatikan Sargas, kemudian menjentikkan jari di depan muka cowok itu kala teringat apa yang dikatan Sargas semalam.

“Anu lo tadi malam gimana?”

Sargas menatapnya. “Anu-anu apaan? Satu kata berjuta makna.”

“Ya anu itu loh! Soal Lucie yang lo bilang! Gimana? Diterima nggak?”

“Ooh, bilang dong! Anu-anu, gagu apa gimana sih!” Sargas ngedumel. “Gatau. Tunggu aja.”

Dimas mengernyit. “Jadi masih digantungin gitu?” Dia tertawa mengejek. “Kasian amat lo. Awas, bahkan jemuran yang udah terlalu lama digantung pun bisa kadaluarsa—alias menguning! Ati-ati lo makanya.”

Sargas melotot. Dia menoyor kening Dimas. “Elo sendiri apa kabar, Bang? Nembak aja kagak! Tahu-tahu disebat Austin sang mantan baru dah, kagok lo!” balasnya. Saat hendak berbalik untuk melanjutkan pekerjaannya, Dimas menahan lengannya.

“Tunggu bentar. Gue mau tanya satu hal,” ujar Dimas. Air mukanya berubah serius. “Dia kesini buat nyusulin gebetannya kan? Ya ... lo tahu lah. Kalau semisal nasib lo kurang beruntung kayak—”

“Ditolak? Nggak dinotice lagi?” timpal Sargas dengan alis terangkat. Senyum simpul tersungging di bibirnya. “Ya udah sih. Lupain. Gue nggak mau jadi posesif sama seseorang. Sadar diri lah. Sekiranya jodoh, ntar juga balik lagi.”

You Get Message From MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang