⚫⚫⚫
“BAUNYA enak nih!” komentar Dimas saat Sargas masuk kelas. Matanya mengedar ke seluruh tubuh Sargas, tak lupa memasang penciuman tajam, mengendus segala aroma mengharumkan. Hal itu membuat Sargas mendelik. Ia menoyor kepala Dimas agar menjauh darinya.
“Dasar, soal makanan aja gesit banget! Inget badan udah kayak kilang minyak gitu!”
“Tumbenan bawa brownies?” Nah kan, Dimas sangat mudah menebak jenis makanan yang Sargas bawa. Dia bahkan lupa kalau Sargas telah mengejeknya tadi.
“Bukan buat lo,” sahut Sargas. Ia berjalan santai menuju mejanya seraya menurunkan bandananya, untuk menyugar rambutnya ke belakang. Lalu mengikat kembali sapu tangannya di kepala.
“Buat siapa?” Dimas mengerut penasaran, sambil duduk di sebelah Sargas yang sudah siap dengan game terbaru di ponselnya.
“Tahulah siapa.” Tanpa menjawab panjang lebar Sargas yakin Dimas akan menangkap maksudnya. Terbukti cowok itu yang awalnya mengernyit kebingungan langsung membuka mulutnya membentuk huruf O.
“Katanya lo mau ngenalin gue ke doi?”
“Bukannya lo udah kenal, ya?”
“Geblek!” Dimas memencet tombol kecil di sisi atas ponsel, menyebabkan layar yang menampilkan adegan peperangan seru harus terhenti karena ponselnya mati.
“Bangke!”
“Bukan itu! Maksudnya buat basa-basi doang! Lagian gue belum kenalan langsung.”
Dengan mata melotot, Sargas berkata, “Mau modus lo? Nggak ada atau gue pastiin jatah hidup lo berkurang separuh.”
“Siapa juga sih yang mau modus? Sembarangan aja kalau ngomong! Belum jadian aja belagu,” cibir cowok bertubuh gemuk itu seraya memutar bola matanya.
“Bodo. Penting masih ada harapan.”
“Ya kalau ada.”
“Biar pun nggak ada yang penting sempat kejadian.”
“Sok banget.”
Ingin Sargas membalas adu mulut dengan Dimas kalau saja dia tak sadar. “Tunggu, kok lo ngajak ribut, sih?”
Dimas menoleh. “Lo yang mulai duluan kok. Sebagai teman yang baik kan gue cuma nolongin lo—yah, seenggaknya bantu dikit biar lo jadian lah.” Seperti ada kesalahan, Dimas meralat ucapannya. “Ah, gue tarik omongan gue. Nggak jadi.”
Sargas terdiam sembari mengerutkan keningnya. Mendadak sebuah ide cemerlang melayang di otaknya. Seiring berkembangnya senyuman penuh arti dari bibirnya.
“Sip. Gue butuh bantuan lo. Besok gue kabarin lagi gimana-gimananya.”
Dimas terbelalak. Perasaannya mulai nggak enak. Namun begitu, sudut matanya menangkap Bu Faza dari jendela sedang berjalan pelan bagai malaikat maut, seolah setiap pijakannya dapat mematikan bagi siapa saja yang berada di dekatnya. Serta tambahan tatapannya setajam linggisnya.
Dimas menyentil kening Sargas seraya tersenyum miring. “Jangan lupa, ada Mami tersayang noh!”
Sargas menoleh cepat. Memang, aura beliau tak tampak magis bagi tipe teladan macam Dimas. Tapi berbeda dengan tipe manusia macam Sargas. Seketika rasa merinding menyerangnya. Wajahnya pucat.

KAMU SEDANG MEMBACA
You Get Message From Me
Genç Kurgu"Jangan lupa nanti passwordnya kalau Kaela bilang 'Biskuit Gula-gula', jawabnya 'Enak dan menyehatkan!'. Kita tunggu penelepon pertama nih!" Tuut .... Tuuut .... Tuuuut .... "Halo?" Lucie terlonjak senang. "ENAK DAN MENYEHATKAN!!" teriaknya duluan t...