⚫⚫⚫
DERING yang berasal dari ponsel, seketika membuat Lucie menatapnya. Deretan nomor yang ia kenal tersebut membuat hati Lucie berdegup kencang. Rasa bersalah, rindu, takut, semuanya menjadi satu.
Mama.
Lucie menggigit bibirnya. Ada sedikit keinginan untuk menerima panggilan itu dan mengatakan kalau dia baik-baik saja.
Enggak, nggak boleh!, pikirnya seraya menggeleng kuat-kuat. Dia mana sanggup bila terdengar suara cemas Mamanya sambil menangis. Bukan tidak mungkin Mama akan menyuruhnya pulang.
Alih-alih mengangkatnya, Lucie hanya membiarkan teleponnya terus berdering. Hingga selang beberapa saat kemudian dering itu berhenti. Dan saat itulah hati Lucie merasa lega.
Namun, kelegaan itu tak berlangsung lama saat ponsel Lucie kembali berdering. Untungnya, kali ini bukan Mama. Tapi, Risa. Tangan Lucie terjulur untuk mengambil benda tersebut dengan dahi mengernyit.
“Halo? Risa?” sapanya.
“Kak Lucie.”
“Iya. Kok tumben kamu nelpon?” tanya Lucie.
“Kakak udah nyampe Singapur?” tanya Risa. Terdengar suara bising di sana sebelum akhirnya suara itu kemudian menghilang. “Lancar-lancar aja kan?”
“Alhamdulillah Kakak udah nyampe, dengan lancar.”
“Syukur kalau gitu,” ujar Risa. “Gini, Kak, aku mau ngasih tahu kabar tentang Kak Rei.”
Punggung Lucie menegak kala mendengar kata ‘Rei’. “Iya, kenapa?”
“Erm... Kak Rei hari ini pulang ke Indonesia. Tepatnya di Bali. Katanya ada acara bareng temen-temen lamanya gitu. Tapi tenang aja Kak, cuma tiga hari kok! Jadi Kak Lucie nggak perlu nyusulin Kak Rei sampai ke sana juga,” jelas Risa.
Lucie terdiam sesaat.
“Atau, apa perlu aku kasih tahu Kak Rei kalau Kak Lucie udah di Singapur bu—”
“Nggak! Jangan, nggak usah,” potong Lucie cepat. “Mmm, Kak Lucie mau ngasih surprise sama Kak Rei, jadi, jangan kasih tahu.”
“Aww, sweet banget. Kak Rei beruntung ya. Pasti seneng banget dikasih surprise sama Kak Lucie. Oke deh! Aku janji nggak akan bilang,” ujarnya. Tak lama, terdengar suara seseorang memanggil nama Risa. “Kalau gitu udah dulu ya, Kak, Ayah manggilin.”
Lucie mengiyakan dan segera mengakhiri panggilannya. Sejenak ia bertanya-tanya, memangnya, surprise apa yang spesial untuk ia berikan kepada Rei?
☄☄☄
Lucie baru saja keluar dari kamar mandi dengan perasaan lega. Gimana nggak lega, dia akhirnya bisa BAB setelah seminggu lamanya dia belum BAB sama sekali.
Kebetulan, kamar mandi yang dia pakai merupakan kamar mandi bawah—yang berada di sekitar dapur. Maka tak heran begitu dia membuka pintu, terlihat Dimas sedang merebus air.
Dimas menoleh, sedikit terkejut karena yang dilihatnya adalah Lucie. Ia hanya tersenyum ragu kepada Lucie, lalu melanjutkan aktivitasnya untuk mencuci botol susu.
Sesaat, Lucie memiringkan kepalanya. Matanya menyipit selagi mengamati gerak-gerik Dimas. Apalagi, terlihat sekali gugupnya cowok hingga mempercepat gerakannya kala menyadari Lucie masih memperhatikannya. Melihat itu semua, Lucie tersenyum tipis.
Dia memasukkan kedua tangannya ke saku cardigan hijau tosca yang dipakainya. “Caramel macchiato yang gue kasih waktu itu nggak gratis loh.”
Gerakan Dimas terhenti. Dia menoleh, tak menyangka Lucie akan mengungkit soal minuman itu. “Lo mau gue ganti minumannya?”
Lucie mengangguk. “Caranya simpel. Cukup bersikap biasa aja pas ngeliat gue. Fyi, gue bukan monster.”
Dimas tersentak. Seketika ia menunduk, meringis menyadari kedoknya telah terungkap sekarang. Diam-diam, dia pun meratapi betapa bodohnya dia kala berhadapan dengan Lucie. Tentu saja Lucie bukan monster! Lalu kenapa dia malah takut?
Beda cerita lagi kalau dia titisan moster.
“Dim, sori banget ya? Lo jadi repot-repot banget bantuin gue. Gue di sini cuma bisa bilang makasih buat lo—meskipun itu enggak seberapa,” kata Lucie sambil tersenyum ke arah Dimas. Senyumnya tulus, tanpa dibuat-buat.
Tanpa sadar Dimas terperangah melihatnya. “Cantik,” gumamnya.
Senyum Lucie pudar. “Apa?”
“Eh, enggak,” Dimas menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. “Anu, soal itu, nggak usah dipikirin. Gue nggak repot sama sekali. Lagian gue pengen liburan aja.”
Lucie menganggukkan kepalanya seraya berjalan menghampiri Dimas. “Lagi bikinin susu buat Aila?”
“Iya. Aila kebangun sambil nangis karena ngompol tadi pas Tante Mila sama Om Dhani ke pasar. Berhubung adanya cuma gue, jadi gue gantiin popoknya. Sekalian bikinin susu buat jaga-jaga kalau nangis lagi. Sementara itu, si kembar gue suruh jagain Aila,” tutur Dimas.Dia memasukkan beberapa sendok bubuk susu ke botol. Lalu mematikan kompornya, dan mengambil teko itu untuk dituangkan air panasnya.
“Kayaknya lo ahli banget ya soal beginian?”
“Iya karena gue juga punya adik kecil. Udah biasa bagi gue buat jagain bayi—termasuk jadi pengganti orangtua sementara.”
Setelahnya Lucie tak berkata apa pun lagi.
Dimas sedikit memberikan air dingin ke botol supaya tidak terlalu panas. Kemudian mengocoknya. Dia menoleh pada Lucie, beberapa kali ia menggigit bibirnya. “Err... Lu, gue boleh nanya nggak?”
Lucie melemparkan tatapan tanya kepadanya.
“Sebenarnya, Zoya itu ... udah punya pacar belum?”
Ingin sekali Lucie tertawa terpingkal-pingkal karena pertanyaan Dimas. Ya ampun, bahkan wajah cowok itu sampai memerah saat menanyakannya. Dalam hati ia bisa membatin seperti apa lucunya kalau misal Dimas jadian dengan sahabatnya.
“Nggak punya kok,” jawab Lucie. “Tapi jangan seneng dulu, kabarnya mantan Zoya yang terakhir masih ngejar-ngejar Zoya lagi loh.”
Dahi Dimas mengerut. “Si Austin itu?” Lalu ekspresinya kembali senang. “Alah cuma mantan doang. Bukan tandingan gue. Omong-omong, thanks Lu. Gue ke kamar Aila dulu.”
Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil, yang menandakan Tante Mila dan Om Dhani pulang. Beberapa saat kemudian, Tante Mila datang dengan membawa sekeranjang bahan-bahan masakan.
Dengan segera Lucie menghampiri beliau dan hendak mengambil alih barang-barang itu.
Tante Mila terkejut. “Loh, kamu di sini?” tanya beliau seraya menyerahkan barang belanjaannya ke Lucie. “Makasih, ya.”
“Mau masak ya Tan? Aku bantuin, ya?” tawar Lucie yang disambut anggukan oleh Tante Mila.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Get Message From Me
Teen Fiction"Jangan lupa nanti passwordnya kalau Kaela bilang 'Biskuit Gula-gula', jawabnya 'Enak dan menyehatkan!'. Kita tunggu penelepon pertama nih!" Tuut .... Tuuut .... Tuuuut .... "Halo?" Lucie terlonjak senang. "ENAK DAN MENYEHATKAN!!" teriaknya duluan t...
