[14] Hanya Sahabat

787 65 8
                                    

-ELSHA-

"Sa--yang? Gue juga sayang sama lo, Dav. Kita kan, sahabat?" kata gue tersenyum lalu berbalik, lanjut melangkah menuju pohon. Tapi, David menarik tangan gue hingga wajah gue tepat berada di depan wajahnya.

Kedua tangan David menggenggam kedua tangan gue erat dan menaruhnya di dada.

"Lebih dari itu, Elsha. Gue cinta sama lo!" kata David sambil memajukan langkahnya, refleks gue mundur menjauhi wajah David.

"Da--vid" David tersenyum lalu kembali memajukan langkahnya.

"Bisa lo pacaran sama Fero udahan dulu? Gantian sama gue yang udah suka sama lo, dari dulu" gue memundurkan langkah gue.

"Kenapa diem? Kenapa gak jawab gue?" tanyanya.

Gue tetap membisu sambil terus melangkah mundur. Sial! Langkah gue terhalang pohon di belakang gue. David tersenyum lalu mengusap pipi kanan gue.

"David, gue udah punya pacar, jangan gini. Please!" kata gue risih. Tapi, David tak bergeming. Dia bahkan menempelkan tangan kirinya pada batang pohon sedang tangan kanannya memegang dagu gue. Berkali-kali gue berusaha mendorong dada David tapi, dia lebih kuat.

"Putusin pacar lo itu, Sha! Dibanding Fero, gue yang lebih dulu cinta sama lo!" katanya lembut.

Hembusan nafas David terasa jelas menerpa wajah gue. Kedua matanya menatap gue tajam, tapi lama lama pandangan itu berubah teduh.

"Gue.. Nggak bisa, David. Gue cinta sama Fero, bukan lo"

David terpaku, dia tak menyangka gadisnya akan mengatakan hal yang menusuk hatinya. Dia menatap gue dengan pandangan kecewa. I'm sorry, David.

"Semudah itu lo cinta sama Fero?Kenapa? Apa yang buat lo segampang itu percaya dia bener-bener tulus sama lo?" dengan polosnya gue menggeleng. Sampai sekarang gue bahkan gak tau kenapa gue bisa cinta sama Fero.

David menghela nafas lalu menurunkan tangan kirinya dari batang pohon dan menarik tangan kanannya dari dagu gue. Dia menatap gue sekilas.

"Gue gak akan ganggu lo lagi, gak akan deketin lo lagi. Gue janji bakal lupain lo dari hidup gue. Lo udah gak butuh gue lagi, karena sekarang udah ada Fero yang bisa lindungin lo!" katanya dingin lalu beranjak pergi.

Gue terpaku sambil menggigit bibir bawah gue. Entah kenapa semua kejadian kejadian bersama David seakan menari-nari di benak gue.

"Gak bisa, gue gak bisa. Gue gak bisa tanpa David!" batin gue. Dengan cepat gue berlari menyusul David.

Pandangan gue mengedar, mata gue memicing saat gue lihat David berjalan lemas ke arah motor sportnya. Gue berlari mengejar dan memeluknya dari belakang.

"Jangan, jangan jauhin gue! Jangan lupain gue. Gue...gue..." pipi gue mulai basah dengan airmata gue.

"Lo nangis?" tanya David sambil melepaskan pelukan gue dan berbalik. Gue hanya menunduk menatap aspal hitam yang gue pijak. Dengan satu gerakkan, David memegang kedua pipi gue dan menghapus airmata gue dengan jemarinya.

"Jangan lagi buang air mata lo cuma buat orang gak penting kayak gue, Sha" katanya lembut. Gue menatap David lekat.

"Please, jangan jauhin gue. Gue pengen kita tetep sahabatan, Dav. Gue bener-bener minta maaf.. Gue nggak--"

"Sstt.. udah gak usah lo lanjutin" David menarik kepala gue ke dalam dekapannya. Gue terisak di dadanya.

"Janji lo gak akan jauhin gue ?" tanya gue sambil menatap lekat wajah David. Dia tersenyum lalu mengangguk.

"Apapun yang lo mau gue akan turutin, Sha" katanya lembut.

"Lo sahabat terbaik gue, David. " gue tersenyum lalu memeluknya. David tersenyum miris. Sahabat? Bukan itu yang ia mau sekarang. Tapi, demi gadisnya itu. Dia berusaha mengesampingkan perasaannya.

"Yaa, gue sahabat lo!" katanya ceria, atau mungkin berusaha ceria.

Gue mendongak menatap wajah David. Dia tersenyum lalu mengecup kening gue lama. Mungkin, kecupan terakhir, karna sekarang dia harus menjaga sikapnya. Kita --Gue dan David-- hanya sahabat. Sebatas sahabat.

***

"Makasih yaa David, udah nganterin gue pulang" gue turun dari motor David dan memberikan helmnya.

"Oke. Kalo gitu, gue balik ya. Thanks!" katanya pelan di akhir kalimat lalu menancapkan motornya meninggalkan rumah gue.

***

"Duh... bengkak gini mata gue kebanyakan nangis tadi. Semoga Fero gak tau" gue menatap kantung mata gue di cermin. Setelah selesai merias diri, gue beranjak turun ke bawah menemui Fero.

"Hai, sorry ya lama nunggu" kata gue pada Fero yang bersender manis pada motornya.

"Gak papa. Jalan sekarang aja, mau?" gue mengangguk lalu menaiki motor Fero.

"Sebenernya gue gak tau mau jalan kemana. Lo mau nya kemana?" tanya Fero sambil melajukan motornya.

"Uh, dasar! Kalo gitu ke bukit aja yuk. Di sana pemandangannya bagus" Fero mengangguk lalu melajukan motornya ke arah bukit.

Fero gak banyak bicara malam ini, entah kenapa gue sendiri heran. Dia menggandeng tangan gue lalu mendudukkan gue pada satu kursi panjang.

"Lo suka disini?" tanyanya sambil menaikkan satu kakinya.

"Suka, disini semuanya keliatan" kata gue jujur. Fero mengangguk lalu menaruh tangannya kebelakang, merangkul gue.

Ponsel Fero bergetar, ada satu pesan dari Ivan.

Ivan Firmansyah : Tadi siang gue lewat jalan sekitar danau. Gue liat cewek lo pelukan sama David. Selanjutnya, David nyium keningnya. Menurut lo mereka masih bisa di bilang 'cuma sahabat' ?

Sontak Fero melotot membaca pesan dari Ivan. Kedua matanya memanas, dia menoleh menatap gue tajam.

"Pulang sekolah lo kemana?" tanyanya dingin.

"Pulang sekolah? Ohh.. aku jalan sama David bentar. Kenapa?" tanya gue heran melihat air muka Fero berubah.

"Lo ada apa sama dia?" tanya Fero sinis. Entah kenapa dia jadi sesinis itu, mungkin dia..... cemburu?

"Ada apa, apanya? Aku gak ada apa-apa sama David. Kita cuma sahabat"

"Gak usah bohongin gue! Gue benci di bohongin!" kali ini, Fero merubah posisi duduknya dan menatap gue tajam.

"Aku gak bohong! Aku bener gak ada ap--"

"Gue bilang jangan bohong!" bentak Fero, dia memegang kedua pundak gue erat.

"Aku gak bohong, Fero. Kenapa kamu gak percaya aku?" tanya gue takut.

"Ivan jelas-jelas liat lo dipeluk dan dicium sama David. Masih lo bilang gak ada apa-apa? Gue gak bodoh!" bentaknya. Gue menggeleng pelan.

"Yang Ivan bilang itu emang bener. Tapi, aku gak ada apa-apa sama David. Dia nembak aku tapi aku tolak karna aku punya kamu. Itu cuma pelukan sahabat, Ro!" lirih gue

"Bohong! Lo pasti selingkuh, kan, sama dia? Jawab gue!" sentaknya sambil mengguncang bahu gue. Dengan mata berkaca kaca gue menggeleng.

"Enggak, Fero. Kenapa kamu gak percaya aku? Kenapa lebih percaya penglihatan orang lain dari pada aku? Sebenernya.. kamu sayang apa nggak, sama aku?" tanya gue ragu

"Gak usah ngalihin pembicaraan! Fine kalo lo, gak mau jujur!" Fero bangkit meninggalkan gue.

"Fero!!" panggil gue sambil bangkit dan berlari mengejar tapi Fero tak peduli. Dia terus melangkah meninggalkan gue sendiri.

"Kenapa gak percaya? Kenapa gak mau dengerin penjelasan gue?" Cairan kristal mengalir bebas dari kedua bola mata gue. Gue terisak lalu duduk jongkok sambil memeluk lutut gue. Pertama kalinya gue nangis karena seorang cowok.

***

Jadi Terbalik [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang