[4] Sunset

1K 109 22
                                    


"Eh, Van. si Fero kemana?" Reza menuruni tangga rumahnya.

"Lagi jalan-jalan sama Elsha, maybe?" Balas Ivan mengangkat bahunya tak peduli. Reza melangkah menghampiri Ivan lalu duduk di sofa tepat samping Ivan dan meneguk minuman kalengnya.

"Tumben tuh anak gak kesini, gue chat gak dibales."

"Palingan juga dia lagi ngelancarin aksinya, deketin Elsha" kata Ivan cuek. Matanya masih terfokus pada layar iPhone nya yang menampilkan sebuah aplikasi chatting.

"Yakin amat! Tau darimana lo?"tanya Reza ragu.

"Yee, dibilangin gak percaya. Tadi pas pulang, gue liat dia narik-narik Elsha ke mobilnya pas di halte" Reza sedikit terkejut.

"Jadi, dia serius bakal jadiin Elsha buat alat bales dendam?"

"Ya emang kenapa kalo serius? Itu bagus, kan, dia bisa bales perbuatan David dulu" Ivan tersenyum miring menatap Reza.

"Gue cuma kasihan sama Elsha, dia terlalu polos buat jadi korban Fero"

***

-ELSHA-

"Nih, lo minum dulu. Tenang, nggak gue kasih racun kok" Fero menyerahkan segelas cokelat hangat ke gue

"Thanks..." kata gue dingin lalu menerimanya. Gue masih kesel sama Fero karena tadi udah hampir bikin  gue tenggelam. Gila emang ini cowok!

"Gue.. minta maaf soal tadi, niat gue cuma bercan-" Fero duduk di samping gue.

"Bercandaan lo sama sekali gak lucu" gue memotong ucapannya sambil menaruh minuman cokelat hangat di meja hadapan gue lalu menatap Fero marah. Fero mengangguk, menyetujui ucapan gue.

"Iya gue tau, gue emang kelewatan banget. Tapi, gue nyesel. Sekali lagi gue minta maaf" ucap Fero tulus menatap mata gue lembut. Gue liat dari sorot matanya, dia bener-bener merasa bersalah. Gue menghela nafas.

"Oke, gue maafin" jawab gue masih dingin. Fero tersenyum kecil mendengar jawaban gue lalu menarik tangan gue pelan.

"Ro, mau kemana?" tanya gue takut saat Fero menarik tangan gue ke lantai atas.

"Kamar gue" jawabnya santai. Gue melotot kaget, cepat-cepat gue menghempaskan tangannya.

"Lo.. Gila, ya?! Mau ngapain?" tanya gue takut sambil berdiri di atas anak tangga. Sementara dia terkekeh dan menoyor kening gue pelan dengan telunjuknya.

"Pikiran lo kemana-mana. Emang lo mau pake baju basah itu sampe malem? Gak, kan! Udah ikut aja, sih!" Fero kembali menarik tangan gue paksa ke atas. Dia menghentikan langkahnya tepat di depan kamar bertuliskan FERO.

"Kamar lo?" tanya gue memastikan.

"Bisa baca, kan? Di pintu udah jelas-jelas ada tulisannya" Fero berdecak lalu membuka pintu dan melengos masuk ke dalam. Huh, masih aja nyebelin!

Gue memilih duduk di tepi ranjang. Ada banyak foto-foto Fero disana. Dari dia kecil hingga sekarang. Gue tersenyum manis pada satu foto. Itu Fero pas kecil. Mungkin 4 tahun, dia foto dengan nyengir lebar sambil memeluk sebuah boneka beruang yang sangat besar. Imut.

"Nih, lo pake!" Fero menyerahkan kaos berwarna biru tua dan celana training berwarna hitam. Gue menerimanya ragu.

"Emang gak papa? Nanti orang tua lo dateng terus liat gue pake baju lo, gimana?" kata gue bingung. Gue takut orang tuanya Fero dateng, terus berpikiran macem-macem tentang gue.

"Ck... ini rumah gue, gue yang tinggal disini. Gak ada orang tua gue dan kakak adek gue. Mereka di Bandung. Jelas?" gue mengangguk kecil.

"Oh, jadi lo sendirian tinggal disini?"

Jadi Terbalik [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang