Chapter 2 'Begin'

6.2K 488 79
                                    

Menjalani hidup dengan gelar atau status nyaris sempurna nyatanya tidak seindah itu. Memiliki harta berlimpah dan segudang prestasi juga tidak seindah itu. Memiliki orang tua yang berasal dari golongan milyader pun juga tidak seindah itu.

Buktinya, saat ini pria itu justru sedang meringkuk di ranjang sepinya dengan kedua tangan yang mencengkeram perutnya erat.

Ini bukan yang pertama kali tangannya dia gunakan untuk mencekik perutnya yang berotot liat idaman kaum hawa, dan ini juga bukan yang pertama kalinya ketika dia nyaris mati namun tidak ada seorang pun yang menemaninya.

Bukan, ia mengerang sendiri bukan karena tidak ada yang perduli dan perhatian padanya. Percayalah, ia tidak hanya berlimpah materi dan kekuasaan. Namun ia nyaris kenyang karena hidup di limpahi kasih sayang dan perhatian dari ke dua orang tuanya.

Salahkan sifatnya yang begitu dingin dan tertutup, sehingga dia tidak membiarkan siapapun memasuki daerah editorial yang dia klaim adalah daerah terlarangnya kecuali untuk orang tuanya dan tiga biji sahabat sehidup sematinya.

Sudah sejak tadi pagi dia memegangi perutnya sambil sesekali mendesis menahan sakit. Entah apa yang terjadi pada perutnya dia tidak tahu. Menelpon dokter pribadi yang di miliki keluarganya pun dia enggan, karena meskipun dia yang menggaji dokter itu namun sifat penghianat yang di miliki sang dokter membuatnya lebih setia kepada kedua orang tuanya, yang membuatnya setia mengadukan apa pun tentangnya pada orang tuanya yang luar biasa cerewet.

Apa lagi ibunya, demi apa pun saat sedang sekarat seperti ini dia tidak mau sampai satu-satunya wanita yang dia cintai itu khawatir dan lebih parahnya menangis hanya karena mengkhawatirkan perut putranya yang selalu bermasalah. Demi apa pun dia paling tidak bisa melihat ibunya sedih karena dirinya.

Hal itulah yang membuatnya bertahan meringkuk sendirian di kamar luas nya. Tanpa berniat memberitahu siapa pun dengan alasan tidak ingin terlihat lemah dan menyedihkan.

Dia membiarkan kamar sepinya yang bernuansa elegan khas Eropa yang diwarnai putih tulang, lantai marmer berwarna senada yang mengkilat, serta lampu kristal yang menggantung pongah yang selalu membiaskan cahaya yang kerap kali menyilaukan mata menjadi saksi atas rasa sakit yang sering di deritanya akhir-akhir ini.

Drrrttttt....

"Sehun-ah.. Aku dan kai sedang berada di kantormu, tapi sekretaris seksimu bilang jika kau sedang tidak masuk. Ada apa? Apa ada masalah?" tanya si pria tinggi yang sepertinya kelebihan kalsium jika di lihat dari tinggi tubuhnya.

"Aku di rumah"

Pip..

Yang di seberang sana mendengus parah, dia sudah berbicara begitu panjang tapi hanya tiga kata itu yang keluar dari mulut brengsek sahabatnya. Seenggan dan semahal itu kah dia berbicara?

"Di mana dia?"

"Katanya di rumah"

"Mau ke sana?" Tanya si pemilik kulit eksotis yang langsung di angguki oleh chanyeol, pria tinggi yang menelpon sehun tadi.

Setibanya mereka di rumah sehun, mereka langsung menuju kamarnya yang untungnya sejak dua tahun yang lalu si pemilik kamar sudah memberikan akses bebasnya pada mereka.

"Hoi Osen, Kau terlihat seperti gadis yang sedang menstruasi"

"Majayo, meringkuk di ranjang dengan kedua tangan memegangi perut dan dahi berkerut membuat mu benar-benar terlihat seperti gadis yang sedang PMS"

"Sialan kalian!!" makinya pada dua makhluk yang biasa dia panggil cecenguk sambil menghadiahkan lemparan bantal pada keduanya yang sibuk terbahak.

KOLERIS-SANGUINWhere stories live. Discover now