Aku sangat ingin melangkah ke depan, namun aku takut jika hal itu membuat masa lalu ku yang kelam kembali lagi
«»«»«»
"LO yang namanya Juli?" tanya kakak kelas bernama Julia itu.
Juli yang sedang mengambil buku di loker pun menengok ke sumber suara. Seorang gadis dengan wajah yang cantik sedang menatapnya sinis.
"Iya kak, ada apa ya?" tanya Juli bingung. Gadis itu mengambil bukunya dan menutup loker.
Satu tamparan tiba-tiba mendarat di pipi Juli. Sangat keras. Bahkan suara taparan itu menyita perhatian beberapa orang.
"Sakit kan? Itu yang gue rasain saat lo sama Julio jalan bareng. Julio itu punya gue! Hanya punya gue! Jadi lo harus jauhin dia! Nggak usah deket-deket sana dia!" teriak Julia marah.
Juli memegang pipi kirinya yang terkena tamparan itu. Juli berusaha menahan air matanya agar tidak keluar. "Aku nggak deketin Kak Julio kok, aku cuma pengen berteman aja, nggak lebih," ujar Juli.
"Nggak usah bohong deh lo! Gue tau maksud lo apa, lo pengen Julio jadi pacar lo kan? Tapi asal lo tau ya, Julio nggak cocok sama lo, lo itu cuma anak beasiswa yang nggak bisa apa-apa!" hina Julia. Orang-orang semakin memperhatikan pertengkaran itu.
Banyak pertanyaan yang langsung terpikirkan oleh Juli. Tapi satu yang ingin Juli tau, apa Julio punya pacar? Entah kenapa rasanya ada yang membuat Juli ingin mengetahui banyak hal tentang Julio. Apakah ia menyukai lelaki itu?
Sementara itu Seno mengomentari pertengkaran itu dengan heboh. "Julian, lo harus cepet-cepet tolongin Juli, lo tau kan sahabat lama lo Julia itu kasar banget," ujar Seno.
Julian menatap Seno dengan tatapan tak suka.
"Is, lo bisa jaga mulut ga Sen?" tanya Angga marah. "Tapi, Jul, lo kayaknya harus bantuin Juli deh, kasian dia. Mana kuat dia bertengkar sama Julia, liat deh mukanya! Kaya mau nangis gitu," kata Angga.
Julian ingin menolong Juli, tapi ia masih belum sanggup menatap wajah Julia secara langsung. Melihat wajah sahabat lamanya dan cinta pertamanya. Wajah yang selalu ia lihat di sebuah foto.
"Nggak." Itu lah jawaban Julian pada akhirnya. Namun wajah Julian jelas-jelas menunjukkan kecemasan.
Bayangkan saja, Julia adalah orang yang sangat pintar berdebat, pintar bertengkar, pintar membuat orang bertekuk lutut. Jika ada orang yang menyakitinya atau orang yang ia sayangi, Julia dengan sigap akan langsung menemui orang itu, karena sifat gadis itu yang terlalu blak-blakan.
Baru saja kaki Julian ingin maju, ia melihat ada seseorang yang masuk ke dalam kerumunan itu. Seseorang yang ia benci sejak lama. Orang yang selalu mementingkan dirinya sendiri. Dia adalah Julio.
Dengan gagah berani, bak pahlawan, Julio membelah kerumunan itu. Lelaki itu sempat terkejut saat melihat Juli menangis sambil memegang pipinya. "Julia! Lo ngapain dia?" bentak Julio marah.
"Julio? Lo ngapain di sini?" tanya Julia.
"Lo ngapain dia?" tanya Julio lagi, kali ini nadanya lebih tinggi.
"Gue cuma nampar dia, itu doang," ucap Julia.
"Lo gila ya? Lo ngapain nampar Juli?" teriak Julio.
"Iya! Gue gila karena lo Jul! Lo ngapain jalan bareng dia? Lo suka sama dia? Hah?!" tanya Julia.
"Mau pun gue suka atau pun ngga sama Juli, lo nggak ada hak buat nyentuh dia! Lo bukan pacar gue, lo bahkan bukan temen gue. Lo sama gue nggak pernah kenal sejak kejadian itu. Jadi bersikaplah seperti orang yang tidak saling mengenal!" ucap Julio membuat Julia merasa tertusuk. Kenapa Julio harus membencinya? Kenapa? Ingin sekali gadis itu memutar waktu kembali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Juli
Подростковая литератураCERITA TELAH DITERBITKAN Twins Month [2] : Juli Valeria Alexis Juli, ditinggalkan oleh cinta pertamanya dan memutuskan untuk menyembunyikan sakit hatinya dibalik senyum yang ceria. Julian, ditinggalkan sahabat yang amat ia cinta dan memutuskan untuk...