Jangan menangis, karena itu akan membuatku sedih. Tapi kalau kau sangat ingin menangis, menangislah di sampingku. Lebih baik jika aku bersamamu mendengar tangismu, daripada kau harus sendiri dan berusaha menahan tangis
•••••
Juli terus-terusan menatap Julian dengan tatapan penasaran, membuat yang ditatap menjadi tidak bisa memakan makanannya dan akhirnya bertanya.
"Kenapa?" tanya Julian.
"Ceritain," ujar Juli.
"Kan tadi udah denger," kata Julian.
"Jelasin, tadi nggak ngerti," rengek Juli.
Julian menghembuskan napasnya dengan keras, padahal saat ini ia sangat ingin menyantap nasi goreng kesukaannya di restoran itu. "Terus tadi lo ngapain nangis?" tanya Julian.
"Mereka ngomongnya terlalu dramatis, gue jadi ikut ke bawa suasana," ujar Juli dengan polos.
Julian mengacak rambut Juli gemas, "emang pingin tau banget?" tanya Julian.
"Iya, gue takut salah menilai orang, karena dari awal gue emang nggak bisa nilai orang, gue nggak bisa tau mana orang baik atau buruk," jelas Juli.
"Kenapa?"
"Karena semua orang yang gue temuin itu bermuka dua," jawab Juli.
Julian menatap Juli dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan, "termasuk gue?"
"Sejauh ini belum, nggak tau nanti," jawab Juli.
Karena tidak ingin melanjutkan topik itu, Julian pun memutuskan menjelaskan masalah yang Juli tanyakan. "Jadi gini, gue kan suka sama Julia-"
"Iya, gue tau! Jangan ceritain bagian itu nya," kata Juli kesal.
"Kan waktu itu gue masuk ke rumah Julia-"
"Kok lo bisa masuk sih?" tanya Juli.
"Ih, gue cerita jangan dipotong-potong Juli!" ujar Julian kesal.
"Lo tuh emang nggak peka!"
"Gila emang ya, tadi lo nyuruh cerita terus dipotong-potong, sekarang lo bilang gue nggak peka, lama-lama gue tabok lo!" ujar Julian kesal.
"Ih, Julian jangan marah!" rengek Juli sambil mengguncang-guncangkan tangan Julian. Julian yang sibuk makan pun terganggu. "Beneran deh sekarang nggak motong-motong, nggak ganggu lo lagi deh! Janji!" Juli menunjukkan jari tengahnya dan jari telunjuknya.
Julian menatap Juli yang sedang menatapnya dengan tatapan memelas. Lelaki itu mendengus, "nggak usah melas gitu! Gue ceritain nih sekarang," ujar Julian. "Jadi waktu itu kan gue masuk ke kamar Julia-" Julian langsung membekap mulut Juli yang ingin protes, "denger sampai akhir dulu!" pinta Julian.
Juli pun menghela napas, "iya,iya."
"Terus di sana gue nemu bayi. Gue kira Julia udah punya ortu baru, tau-taunya itu anak dia. Gue jadi inget kalau dulu dia sama Julio pernah dikabarin tidur bareng, gue sih nggak percaya awalnya. Tapj ternyata kaya bener. Pas dia tau kalau gue tau itu anaknya, dia ngambil pisau dan hampir bunuh diri. Dia bilang dia terlalu malu buat natap gue, dan akhirnya gue mutusin buat bantu dia," jelas Julian panjang lebar.
Juli memandang Julian dengan terpukau.
"Kenapa?" tanya Julian.
"Lo ngomong panjang banget!" puji Juli.
"Gue juga bisa ngomong panjang kali. Gue nggak mau ngomong panjang karena gue nggak mau orang tau gimana sifat asli gue," ujar Julian.
"Terus kenapa sama gue lo ngomong panjang-panjang?" tanya Juli.
"Terus gue harus ngomong singkat-singkat gitu? Yang ada lo bakalan nangis-nangis terus nyalahin gue, bilang gue jahat lah, apa lah," ujar Julian.
Juli menyengir, "abis lo ngeselin." Beberapa detik kemudian dia mengingat sesuatu, "kak Julio gimana dong sekarang? Pasti dia terpukul banget, kasian!" kata Juli.
"Suka sama dia?"
"Dibilangin gue suka sama lo!" ujar Juli kesal.
"Ngomongnya jujur banget."
"Jugaan udah sering keceplosan," jawab Juli santai.
"Tapi gue nggak suka sama lo."
Pernyataan itu membuat Juli membeku. Gadis yang tadinya ingin memakan mie gorengnya pun menatap Julian, "beneran Jul?" tanya Juli. Raut wajahnya berubah menjadi serius.
Julian mengangguk.
"Ih, kenapa nggak bilang dari dulu? Gue kan jadi malu!" ujar Juli. Gadis itu menutup wajahnya. Pipinya sekarang benar-benar merona.
"Kenapa malu?" tanya Julian.
Juli pun berlari keluar restoran tanpa peduli teriakan Julian. Lelaki itu pun menyusul Juli.
"Juli! Lo mau kemana?" teriak Julian.
Juli yang berada di depan Julian tidak menjawab pertanyaan Julian. Sampai akhirnya Julian berhasil memegang tangan Juli.
"Juli lo kenapa sih?" tanya Julian.
"Jangan deket-deket ih!!" ujar Juli.
"Kenapa?" Julian mendekat.
"Dibilangin jangan deket-deket!" Juli akhirnya menatap Julian.
Julian kaget saat mata Juli berkaca-kaca. "Lo kenapa? Jangan nangis dong!" Julian khawatir dan mengusap pipi gadis itu.
Juli menepis pelan tangan Julian. "Gue malu," jawab Juli.
"Masalah gue nggak suka sama lo?" tanya Julian.
"Jangan dibahas Julian!" pinta Juli.
"Sini gue jelasin!" Julian memegang kedua pipi Juli agar menatao dirinya.
"Nggak mau denger!" Juli menutup telinganya dengan kedua tangannya.
"Denger dulu!" pinta Julian sambil berusaha melepas tangan Juli dari telinganya.
"Ntar tambah nangis gimana?" tanya Juli dengan polosnya.
"Nggak bakal gue buat nangis, gue cuma mau jelasin kalau gue emang nggak suka sama lo. Yang gue bilang waktu itu, jujur cuma buat nyenengin lo," jelas Julian.
"Tuh kan." Air mata Juli mulaj jatuh.
"Ih, jangan nangis dulu napa," kata Julian.
"Nggak bisa, air mata nya turun sendiri," ujar Juli.
Julian pun menghapus air mata Juli, "gue nggak bisa ngejelasin apa yang gue rasain sama ke elo, karena ini lebih dari sekedar suka-suka biasa. Yang jelas gue nggak bisa liat lo sedih, gue nggak bisa liat lo nangis, gue nggak bisa liat lo sakit atau apapun itu," jelas Julian.
Kalimat romantis Julian itu, membuat Juli berhenti menangis dan menatap Julian. Kali ini Juli benar-benar percaya dengan ucapan Julian. Juli pun tersenyum dengan mata yang berbinar.
"Udah seneng sekarang?" tanya Julian.
Juli mengangguk.
"Jadi jangan nangis lagi!" kata Julian.
"Kalau gue sedih lagi gimana?" tanya Juli.
"Jangan sedih!" pinta Julian.
"Tapi kalau lo yang bikin gue sedih?" tanya Juli.
"Gue bakal berusaha buat lo nggak sedih. Tapi kalau lo nangis, jangan ditahan, nangis aja di hadapan gue," kata Julian.
Juli mengangguk.
"Pulang yuk!" ajak Julian.
•••••
Belum ending ya, masih ada beberapa chapter!
16-01-2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Juli
Teen FictionCERITA TELAH DITERBITKAN Twins Month [2] : Juli Valeria Alexis Juli, ditinggalkan oleh cinta pertamanya dan memutuskan untuk menyembunyikan sakit hatinya dibalik senyum yang ceria. Julian, ditinggalkan sahabat yang amat ia cinta dan memutuskan untuk...