Aku tahu aku memang bodoh. Tapi aku bisa apa jika hatiku selalu mengejarmu walaupun kau pergi dariku.
••••••
Juli meringis ketika ia menyentuh wajah memar Julio dengan kapas berisi alkohol yang ia pegang.
"Pasti sakit banget ya?" tanya Juli. Ia masih tidak abis pikir dengan Julio. Bagaimana bisa dia menahan rasa sakit dan tidak meringis, sementara dia saja yang mengobati luka itu sudah ngilu sendiri.
"Demi kamu apa aja aku lakuin." Julio sudah memulai gombalannya pada Juli. Ia pasti sudah tahu betul bahwa gombalannya tidak akan mempan kepada Juli, tapi entah kenapa rasanya ia sangat ingin menggoda gadis yang kini tengah mengobatinya.
Juli menatap Julio kesal, "iss, lagi luka-luka juga, masih aja bisa bercanda," gerutu Juli sebal. "Emang ya, Kak Julio itu orang yang terlalu kepedean. Lagian kakak kenapa diem aja ditonjok Julian? Kenapa kakak nggak ngelawan?" tanya Juli.
"Emang kamu kuat liat suami kamu digebukin? Yang ada kamu bakalan musuhin aku. Mending gini aja, cuma aku aja yang luka, biar aku doang yang kamu obatin," ujar Julio sambil menyengir.
"Ihh! Lagian kakak tau dari mana sih kalau aku sama Julian udah nikah? Jangan-jangan kakak mata-mata in aku ya?" tuduh Juli sambil memandang Julio curiga.
"Kurang kerjaan banget aku kaya gitu. Aku tau dari orang tua ku. Orang tua aku kan diundang ke acara nikahan kalian."
"Terus kenapa kakak pura-pura nggak tau?" tanya Juli.
"Ya masa aku baru kenal sama kamu langsung nanya kalau kamu udah nikah apa belum, gila kali ya? Yang ada aku dimutilasi sama kamu," kata Julio.
"Ih, lebay, aku nggak sejahat itu kali!" kata Juli, lalu gadis itu kembali fokus pada luka di wajah Julio.
Tiba-tiba seseorang masuk ke dalam UKS, membuat Juli menghentikan kegiatannya. Itu Julian. Namun Julian tak memandang ke arah Juli sedikit pun. Jika biasanya lelaki itu akan langsung menarik tangan Juli dan membawa gadis itu pergi. Tapi kali ini tidak lagi. Lelaki itu hanya berjalan menuju kotak obat dan mengambil kapas, lalu ia menuangkan obat merah ke kapas tersebut.
Dia luka? batin Juli. Gadis itu kini tengah menatap Julian khawatir. Dan pertanyaannya terjawab saat ia lihat jari-jari tangan kanan Julian biru dan berdarah. Apa mungkin karena tadi ia sempat memukul tembok?
Dari situ Juli bisa mendengar Julian meringis, walaupun sangat pelan, tapi ia sadar bahwa lelaki itu telah menahan agar ia tidak meringis lebih kencang lagi.
"Pasti sakit," gumam Juli pelan.
Julio menoleh, "kamu masih peduli sama dia?" tany Julio setelah Julian keluar dari UKS.
"Nggak kok, aku sama sekali nggak peduli sama dia," jawab Juli berbohong. Namun gadis itu tak pandai berbohong, Julio bisa tahu dengan mudah bahwa Juli sangat khawatir dengan Julian.
"Mata kamu nggak bisa bohong," ujar Julio.
"Aku nggak bohong kak!" Lagi-lagi gadis itu berbohong.
"Hmm ... terserah kamu deh," kata Julio menyerah. Ia rasa sangat sulit untuk memahami apa yang ada dipikiran gadis di depannya.
••••••
Setelah semua kejadian rumit yang terjadi dalam satu hari ini. Akhirnya Juli bisa pulang. Walaupun dirinya masih sangat tidak ingin bertemu Julian. Namun ia juga sangat mencemaskan lelaki itu. Alhasil ia memutuskan pulang.
Juli masih berdiri di ambang pintu masuk, menatap Julian yang sedang membaca buku di sofa. Kenapa dia harus ada di sana? batin Juli. Gadis itu takut jika nanti Julian bertanya-tanya hal yang membuatnya merasa lebih tidak nyaman lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juli
Teen FictionCERITA TELAH DITERBITKAN Twins Month [2] : Juli Valeria Alexis Juli, ditinggalkan oleh cinta pertamanya dan memutuskan untuk menyembunyikan sakit hatinya dibalik senyum yang ceria. Julian, ditinggalkan sahabat yang amat ia cinta dan memutuskan untuk...