22 (B)

25.2K 1.9K 374
                                    

Melihat kau berubah seperti itu membuat diriku merasa takut untuk mencintaimu.

•••••

"Kamu punya hubungan apa sih sama Julio, Julia dan Julian?" tanya Erlin tiba-tiba.

Juli yang tadinya tengah menggambar pun mengalihkan pandangannya ke Erlin.

"Emangnya kenapa?" tanya Juli.

"Nggak papa sih, aku cuma penasaran aja. Kenapa kamu yang bukan dari anak orang kaya bisa deket sama mereka. Apalagi mereka semua pada famous," ujar Erlin.

"Aku nggak ada hubungan apa-apa sama mereka," jawab Juli.

"Nggak mungkin lah kalau nggak ada hubungan, kamu selalu aja deket sama mereka. Jujur aja sama aku, aku nggak bakalan bilang sama siapa-siapa, lagian di sini cuma ada kita berdua."

Juli menatap sekeliling kelas. Kelas kosong, hanya tinggal mereka berdua, itu karena sekarang adalah jam istirahat. Tapi Juli sedang tidak berniat untuk makan atau keluar kelas.

Juli kembali menatap Erlin. Apa bisa Juli mempercaya Erlin dan memberi tahu semua rahasianya? Sepertinya ia tidak boleh memberi tahu langsung semua rahasianya, ia akan memberi tahu Erlin secara perlahan.

"Aku sama Julio cuma temen biasa. Dia sering nolongin aku, dan akhirnya kita deket. Kalau Julia, sku nggak kenal sama dia, dia mungkin kesel sama aku gara-gara aku deket sama Julio, makanya dia sering marah-marah gak jelas ke aky. Dan Julian ..." Juli terdiam sejenak, lalu kemudian berkata, "Julian itu bukan siapa-siapa aku."

"Akh harap kamu nggak ada hubungan sama Julian," gumam Erlin pelan.

"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Juli.

"Nggak kok."

Tiba-tiba Julian masuk ke kelas.

"Gue perlu ngomong sama lo," kata Julian.

"Gue nggak mau," jawab Juli.

Julian pun menarik tangan gadis itu dan membawanya keluar kelas.

"Gue yakin mereka punya hubungan! Gue nggak bakal biarin itu terjadi," ujar Erlin.

Julian membawa Juli ke tempat kosong.

"Gue mau minta tolong sama lo," ujar Julian.

Juli menatap Julin tidak percaya, "lo nggak malu minta tolong ke gue?" tanya Juli.

"Plis, kali ini aja! Lo cuma harus minta maaf ke Julia dan ngakuin kesalahan lo yang kemarin," ujar Julian.

Juli menatap Julian dengan pandangan yang sulit diartikan, "lo mikir gue yang nyuri jam Julia?" tanya Juli tak percaya.

"Bukan gitu. Anggap aja lo minta maaf karena lo udah rusakin jam tangan dia," kata Julian.

"Lo gila apa? Lo nyuruh gue minta maaf atas apa yang nggak gue lakuin. Jam dia rusak juga tanpa gue sengaja, gue juga udah minta maaf pada saat itu juga dan gue udah dapet tamparan dari dia. Apa itu kurang? Kalau perlu gue bisa perbaiki jam itu atau pun beliin dia jam yang percis kaya gitu," ujar Juli marah.

"Itu jam penting banget buat dia," ujar Julian.

"Terus harga diri gue nggak penting?" tanya Juli. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Plis Jul, lo cuma tinggal minta maaf aja," kata Julian.

"Lo masih tetep nyuruh gue minta maaf padahal itu bukan kesalahan gue?" Emosi Juli mulai memuncak. "Gue nggak nyangka lo bakalan bertindak seperti ini. Lo nggak kayak Julian yang gue kenal. Lo bener-bener berubah." Juli membalikkan badannya, air mata nya sudah jatuh membasahi pipinya.

"Tapi lo juga nggak punya bukti kalau lo nggak nyuri, jam itu ada di tas lo!" Perkataan itu keluar dengan mulus dari mulut Julian. Lelaki itu sendiri pun tak percaya dengan apa yang ia ucapkan.

Juli kembali membalikkan badannya, menatap Julian lekat-lekat, "lo pengen banget gue minta maaf sama dia? Oke kalau gitu, gue minta maaf sama dia, apa perlu gue lakuin itu di depan semua orang?" tanya Juli dengan emosi yang benar-benar sudah memuncak.

"Gue rasa itu perlu."

Jawaban Julian tidak pernah disangka oleh Juli. Julian kini benar-benar menyakiti hatinya. Juli berusaha agar tidak menangis di sini. Ia akan bukti kan bahwa dirinya akan baik-baik saja jika menerima perlakuan jahat Julian.

"Oke! Kalau itu yang lo mau, gue bakal lakuin, tapi asal lo tau ya, gue nggak pernah nyuri atau pun ngambil sesuatu dari Julia. Gue nggak butuh apapun yang dia miliki, karena gue udah punya lebih dari itu," kata Juli.

Gadis itu kemudian berjalan menuju kantin. Ia mengumpulkan keberanian untuk menghampiri Julia yang tengah makan dengan teman-temannya. Sontak hal itu pun membuat Juli menjadi pusat perhatian.

"Aku mau minta maaf atas kejadian kemarin," kata Juli. "Gue ..." Juli terdiam sejenak, "gue ngaku kalau gue udah nyuri jam lo." Air mata nya menetes saat ia menyelesaikan kalimatnya itu.

Semua orang yang mendengar itu pun menjadi heboh. Mereka mengatakan bahwa sekolah ini sudah tidak aman lagi karena ada pencuri.

"Kenapa lo ngelakuin itu?" tanya Julia.

Juli terdiam.

"Kalau lo butuh uang, lo bisa bilang ke gue, lo nggak usah nyuri kayak gitu. Gue bakalan ngasi berapa pun yang lo butuhin," ujar Julia.

"Iya nih, lo makanya kalau nggak mampu nggak usah sekolah di sini," sahut teman Julia.

Juli sudah tak bisa mendengar perkataan mereka lagi, gadis itu memutuskan untuk pergi dari kantin. Saat ia berpapasan dengan Julian, Juli menatap Julian dengan mata yang berair, "udah puas lo?" lirih Juli kemudian pergi begitu saja.

Julian merasakan sakit saat melihat Juli menangis seperti tadi, dan semua itu karenanya. Bahkan kini ia tidak sanggup lagi mengatakan kata 'maaf'.

•••••

Maaf next nya malem-malem, soalnya tadi abis ngerjain tugas. Btw makasi yang udah nge-dm aku dan ngingetin buat next cerita ini.

Jangan lupa vomment supaya aku semangat buat lanjut cerita ini!

04-01-2018

Juli Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang