[Author POV]
“Honey, hari minggu ini mau nggak anterin aku jalan-jalan?,” ajak Irene kepada Seokjin yang sedang membaca novelnya.“Males, honey. Kamu aja nggak ngasih vitamin dengan benar tadi,” seokjin masih terfokus dengan bukunya.
“Em… gitu. Padahal aku udah ngasih yang jauh lebih berharga dari vitamin pagimu itu.”
“Apa? Kamu ngasih apa?,” tanya Seokjin. Dia menutup buku yang dibacanya dan membenarkan posisi duduknya.
Irene memberikan amplop putih dan sebuah benda kecil pipih. Seokjin menerimanya.
“Testpack?,” Seokjin melihat benda itu dan dilihatnya ada dua garis yang nampak. Jantungnya mulai berdebar, dengan sedikit gemetar, dia membuka amplop putih yang diterima dari istrinya. Betapa bahagianya Seokjin ketika membaca surat itu. Pernyataan bahwa istrinya benar-benar sedang hamil membuat Seokjin speechless.
“Terimakasih honey, aku bahagia sekali. Penantian selama 3 tahun ini sudah berbuah manis. Terimakasih,” Seokjin memeluk erat Irene dan menciumi puncak kepala wanita itu berkali-kali.
“Sama-sama honey. Aku juga bahagia. Akhirnya aku bisa mewujudkan keinginan mama dan papa.”
“Mulai sekarang, kamu nggak boleh kecapekan, nggak boleh kerja berat, pola makan dijaga, jangan sampai telat, kamu…”
“Sstt…. Iya aku tau, honey. Jangan berlebihan. Aku bisa jaga diri.”
“Enggak-enggak. Kamu nggak boleh bawa mobil sendiri. Nggak boleh pake sepatumu yang tinggi itu, siang harus istirahat, nggak usah nunggu aku sampe malem lagi, kamu harus ekstra jaga baby kim, oke?”
“Iya, honey. Aku akan nurut. Tapi kamu jangan lembur terus. Nanti kalau aku butuh sesuatu gimana? Kamu harus jadi suami yang siaga.”
“Pasti. Makasih honey… makasih nyonya Kim,” lagi-lagi Seokjin memeluk Irene dan menciumi puncak kepalanya. Setidaknya, ada kebahagiaan yang akan menghampiri kehidupannya.
Tanpa diketahui, dimasa yang akan datang, kebahagiaan tidak akan datang dengan mulus. Akan ada batu sandungan yang akan mengganjal kebahagiaan mereka walau sesaat.
*
“Yer, itu kebanyakan pupuknya.”
“Yer, tanahnya terlalu basah.”
“Yer, ini belum disiram.”
“Yer, bunganya yang ini hilang.”
“Yer, itu ada ulatnya.”
“Yer….”
“Kak Taehyung! Brisik tau! Iya yeri tau apa yang harus yeri kerjakan,” begitulah berisiknya Taehyung jika disamping Yeri. Dia yang mengajak Yeri berkebun di samping rumah hopefully sky, dia juga yang jadi mandor. Dari tadi hanya menyuruh Yeri ini dan itu membuat gadis sma itu kesal.
“Jangan galak-galak dong, Yer. Gue Cuma ngarahin aja biar kerjaan lo bener.”
“Ngarahin tapi kesannya kayak aku pembantu kakak! Plis kak, Yeri itu princess jangan suruh-suruh kayak pembantu kakak dong! Sarapanku terbuang karena marah-marah ke kakak.”
“Makanya jangan marah-marah.”
“Yer, kira-kira diulang tahunku, tahun depan, kita bisa berkebun lagi nggak ya?," lanjut Taehyung.
Yeri yang sedang memasukkan pupuk dan tanah kedalam pot menghentikan pekerjaannya. Dia merasakan aura sendu itu. Taehyung bukan orang yang suka membahas penyakit atau umur atau perjumpaan, atau yang sejenis itu. Jika dia mulai membahasnya, tandanya dia merasakan sakit atau sejenisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love And Affection √
Fanfiction"Aku adalah lelaki lemah yang menyusahkan. Luka yang begitu dalam di masa lalu membuatku terpuruk dan jatuh terlalu dalam..."_JeonJungkook. "Tak ada yang lebih menyesakkan daripada rasa bersalah dan penyesalan. Tak ada yang tau apakah semua berjalan...