IX

1.7K 214 33
                                    

>>Meski lagi gag begitu mood, tapi ini ditulis tadi sebelum mendapat berita tentang snsd yg ot5<<

>>semoga bisa ngefeel ya bacanya. Semoga mood jelek saat update gag pengaruh ke cerita<<












“Aku…,” Jungkook baru saja akan bercerita tentang kepedihan yang dirasakannya sejak dulu. Namun, baru satu kata, suaranya tercekat. Kata-kata itu tertahan tepat diujung tenggorokannya. Air mata menetes begitu saja tanpa izin sang pemilik.

Taehyung merasa ada yang aneh. Dia melirik kearah Jungkook karena lelaki itu tak kunjung bercerita. Melihat air mata yang merembes dari sudut mata Jungkook, Taehyung tersenyum begitu tipis. Lalu, diusapnya air mata itu.

“Kalo lo nggak siap, jangan dipaksa. Mending lo dengerin cerita gue," pinta Taehyung pada Jungkook. Diam sejenak lalu melanjutkan perkataannya. "Lo tau, gue divonis kanker sejak dua tahun lalu. Tepat seminggu setelah gue ngerayain ulang tahun gue. Tepat disaat gue baru saja menikmati angka dua puluh dikehidupan gue. Itu suatu beban yang sangat berat. Gue jadi down dan sempet stress gara-gara itu.”

Taehyung berhenti lagi. Dia menghentikan ceritanya untuk mengambil udara demi mengisi paru-parunya yang kekurangan stok udara.

“Gue udah berobat, Kook. Dari pengobatan secara medis, pengobatan herbal, bahkan pengobatan yang memakai kekuatan super atau apalah gue nggak ngerti. Semua jalan udah gue tempuh. Tapi nihil. Setelah gue cek lagi, ternyata kanker gue ininbukannya sembuh malah semakin menyebar. Yasudah, gue memutuskan untuk meninggalkan rumah.”

“Kenapa ninggalin rumah? Bukankah, disaat rapuh tinggal bersama keluarga adalah yang terbaik?,” tanya Jungkook.

“Gue ingin menenangkan hati gue, Kook. Pertama kali gue ketemu kak Eunji karena tidak sengaja. Waktu itu, gue mabuk dan nyasar kemari. Gila kan gue. Udah tau sakit malah minum. . .Terus gue dirawat kak Eunji dan kak HyeKyo. Melihat kedua wanita itu membuatku tenang. Akhirnya, gue mutusin buat tinggal disini dengan mereka. Gue ingin hidup dan menikmati masa-masa terakhir dengan orang-orang seperti penghuni rumah ini.”

“Keluargamu bagaimana?”

“Bisnis orang tua sempat macet. Dan sejak gue sakit, pengeluaran demi pengobatan nggak main-main. Tapi bukannya berhasil, malah kanker semakin menyebar. Jadi, daripada orang tua gue makin bangkrut, makin jatuh, dan keuangan mencekik, tapi guenya juga nggak sembuh-sembuh, lebih baik gue kayak begini tapi orang tua gue berkecukupan. Gue milih mati tapi mereka nggak kesulitan daripada mereka kesulitan tapi akhirnya gue mati juga.”

“Entah. Aku nggak tau harus bangga atau menyesal mendengar keputusanmu,” kata Jungkook menanggapi cerita Taehyung.

“Sekarang, giliran lo. Pelan-pelan aja nggak apa-apa. Sedikit demi sedikit,” bujuk Taehyung.

“Gimana perasaanmu ketika melihat ibumu mengalami hal tragis demi dirimu?," kata Jungkook kemudian. Matanya sudah berkaca-kaca.

“Hal tragis?,” Taehyung sedikit kaget. Namun teringat kaki Jungkook yang lumpuh, dia segera bertanya dalam keraguan, “Apa berhubungan dengan ini?,” tanya Taehyung dengan menunjuk kaki Jungkook.

Jungkook mengangguk. “Mama menyelamatkanku. Aku teledor. Aku dibenci. Keluargaku bangkrut. Aku..,” Jungkook menceritakan satu demi satu kalimat. Suaranya bergetar karena menahan tangis.

Taehyung yang pada dasarnya cerdas mampu menangkap maksud dari cerita Jungkook yang sama sekali tak lengkap itu. Dia segera terbangun. Lalu memeluk Jungkook.

“Udah. Gue paham. Jangan nangis gitu lah… Masak cowok cengeng.”

“Gara-gara aku mamaku meninggal. Gara-gara aku keluarga terpecah. Gara-gara aku keluargaku bangkrut. Semua gara-gara aku,” Jungkook masih menangis dalam pelukan Taehyung.

Love And Affection √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang