XVIII

1.3K 154 90
                                    










Teriakan Yeri mengagetkan seseorang yang berdiri di dekat tangga. Dia sedang menunggu orang yang diincarnya. Betapa kagetnya dia melihat Yeri. Pelipis dan hidungnya mengeluarkan darah. Gadis itu tak sadarkan diri.

"Yeri!!! Bangun!!!"

Sekelebat bayangan ditangga atas berlari.

"Sial!!! Kau sudah memulainya!"

Dia berlari menaiki tangga. Meninggalkan Yeri yang tak sadarkan diri. dia hanya tak ingin kehilangan jejak orang yang telah mencelakai Yeri.

Begitu sampai di lorong lantai dua, dia kehilangan jejaknya. Hani. Yang mengejar orang yang telah mencelakai Yeri adalah Hani. Dia mengumpat karena kehilangan jejak orang aneh itu. Namun, seketika dia teringat Yeri, dia berbalik meninggalkan tempat itu dan kembali menuju Yeri yang tak sadarkan diri.

*

Seseorang berada dibalik sebuah ruangan yang nampak seperti gudang. Bukan seseorang. Tapi dua orang. Dia sedang dibekap oleh sosok yang ada dibelakangnya. Sedikit memberontak. Karena memang tak memerlukan pemberontakan kuat, tangan yang membekap mulutnya terlepas.

"Jimin?!"

Lelaki yang dipanggil Jimin itu mengangkat sedikit topi yang menutupi wajahnya.

"Iya. Ini gue, Seul. Kenapa lo lakuin itu?"

"Apa maksud lo?"

"Kenapa lo dorong anak SMA itu? Lo mau jadi pembunuh, Seul?"

"Itu bukan urusan lo."

"Dia masih SMA dan lo dengan mudanya mau nyingkirin dia? Gue nggak paham sama jalan pikiran lo, Seul..."

"Dia pantas mendapatkannya, Jim! Lo nggak ngerti apa-apa lebih baik diem!"

"Lo yang harusnya mikir! Apa yang anak SMA itu bisa lakukan sampe lo tega berbuat kayak gini?! Kalo anak itu mati bagaimana?! Lo mau masuk penjara?! Lo mau membusuk dipenjara? Ha?!!!"

"Lo yang harusnya mikir! Lo nggak seharusnya ikut campur dikehidupan gue! Kalo anak itu mati, itu belum seberapa! Keluarga gue, Jim.. Gue kehilangan segalanya karna dia...," suara Seulgi bergetar. Air mata sudah semakin mendesak keluar namun, dia berusaha menahannya.

"Karena mama kamu? Itu kecelakaan, Seul...," Jimin mulai memelankan suaranya.

"Iya, itu kecelakaan. Tapi itu juga pembunuhan! Kalo mereka nggak egois demi nama baik mereka, kalo mereka nyelametin mama gue, setidaknya masih ada harapan, Jim... adik gue mungkin cacat. Tapi setidaknya kami mungkin masih bisa bersama...," Seulgi sudah tak kuat lagi. dia menangis dihadapan Jimin. Persetan dengan harga diri. Karena dirinya benar-benar pusing karena emosi yang meluap-luap.

"Lo nggak tau kan, Jim... mereka dengan mudahnya menggunakan uang mereka untuk menutup rapat semua ini. Bahkan papaku bangkrut karena uang mereka. Papa... dia meninggal karena serangan jantung dan stress. Karena apa? Karena dia dan uangnya!!! Kim Jong Woon.. si tua Bangka yang sampe sekarang aku masih ingat wajahnya. Dan anaknya yang pengecut itu!!! Mereka sumber kehancuran keluargaku!!!"

Jimin menepuk-nepuk bahu Seulgi. Mencoba menenangkan gadis yang sedang dibakar dendam itu. "Tapi dengan cara mencelakai anak mereka, itu tak akan menyelesaikan masalah, Seul.. apa dengan cara itu mama dan papa mu akan kembali? Apa dengan cara itu Jungkook nggak cacat lagi? Enggak kan?"

"Tapi setidaknya mereka merasakan apa yang gue rasakan. Sudahlah Jim, lo nggak perlu nasehati gue lagi. Gue udah capek denger ceramah dari lo. Kalo lo nggak suka, lo tinggal jauhin gue aja. Simple kan?," Seulgi segera berdiri. Dia merapikan penampilannya. Memakai kacamata hitam dan maskernya. Sebelum mengenakan topi, dia berbalik kearah Jimin. "Terimakasih atas semuanya."

Love And Affection √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang