XIX

1.3K 162 2
                                    

[Jungkook POV]

Aku masih disini. Aku masih berada disamping gadis yang kini tengah tertidur. Wajah pucatnya membuatku kecewa. Aku juga bisa merasakan sakit yang dia rasakan. Karena aku memang pernah merasakannya. Lebih parah memang. Tapi tetap saja, melihatnya kesakitan membuatku ikut merasakan sakit itu.

Sekarang ini aku menjaganya sendirian. Kak Namjoon sedang berbicara dengan kakak sulung Yeri yang kutahu namanya Seokjin. Kak Wendy pulang karena dia tak bisa meninggalkan Yoongi terlalu lama. Sedangkan kak Irene. Dia tertidur di sofa.

Ku raih tangan Yeri. Aku menggenggamnya seolah dengan seperti ini akan mengurangi rasa sakitnya. Padahal, aku rasa itu mustahil. Apa kalian tau betapa paniknya aku ketika mendengar kabar jika Yeri masuk rumah sakit? Aku takut terjadi sesuatu yang parah pad aYeri. Kemarin dia sakit, sekarang dia masuk rumah sakit. Aku sungguh tak tega melihatnya. Kata dokter, besok pagi dia akan mendapatkan operasi pada bahunya. Aku harus tetap disini untuk memberikan dukungan padanya.

Tangan yang kugenggam, bergerak. Aku melihat mata Yeri mulai terbuka. Dia terbangun. Segera aku semakin merapatkan kursi rodaku ke tempat tidurnya.

"Apa kamu membutuhkan sesuatu, Yer?"

Gadis itu menoleh padaku. Matanya berkaca-kaca. Tapi tak sampai menangis.

"Bahuku sakit, kak...," suaranya sangat lemah. Berbeda dari Yeri yang ku kenal.

Aku segera menggerakkan kursi rodaku, memutari ranjang tempat Yeri tidur. Aku membawa tubuh ini mendekati bahunya yang diperban. Kepala Yeri bergerak mengikuti arah gerakku, aku tahu itu. Aku tersenyum sebelum akhirnya aku meletakkan tanganku di bahunya yang sakit secara perlahan.

"Kamu harus kuat, ya... Besok kamu akan mendapatkan perawatan intensif buat kesembuhan bahu ini," aku mengusap pelan bahunya, terkadang menepuk-nepuk bahunya tentu dengan sangat pelan dan kuusahakan selembut mungkin.

"Kakak.. kenapa belum.. pulang?"

"Karena aku ingin jagain kamu sampai kamu nggak ngerasa sakit lagi, Yer..."

"Tapi.. kakak kan juga.. harus istirahat," dia berbicara dengan bibir pucatnya yang kulihat sangat kering. Suarnaya yang parau semakin membuatku merasa sakit.

"Tak perlu memikirkanku. Yang terpenting sekarang adalah kamu bisa pulih."

Kulihat gadis itu mengangguk. Matanya semakin berair tapi dia tak menangis. Aku tak tau kenapa dia tak menangis. Kenapa dia harus menahannya.. Kulihat keningnya berkeringat. Bahkan keringat itu sudah ada yang menetes. Pasti dia menahan rasa sakitnya...

Aku tak membawa tissue. Tissue terletak di meja yang berada didekat sofa. Akan memakan waktu bagi orang berkursi roda sepertiku untuk mengambil tissue itu. Jadi, karena tak ada pilihan lain, aku mengusap keningnya dengan tanganku secara langsung. Keringatnya menempel ditanganku. Dapat kurasakan tanganku yang menjadi basah.

"Kamu berkeringat, Yer.. apa kamu butuh obat pereda rasa sakit?"

"Kenapa kakak mengusapnya... itu kotor..."

"Tak apa. Aku tak merasa keringat adalah sesuatu yang kotor. Sekarang kamu mau apa?"

"Aku tak tau kak, aku tak bisa bergerak. .. badanku pegal karena tak bergerak... tapi jika di gerakkan sedikit bahuku sangat sakit..."

"Kamu tidur saja kalau begitu. Biar rasa sakitnya hilang."

"Kak... apa operasiku akan lancar? Aku.. takut dengan meja operasi..."

"Pasti. Kamu harus kuat. Diluar ruang operasi ada aku, kak Irene dan suaminya serta kak Namjoon."

"Makasih... karena kakak sudah mau menjagaku."

Love And Affection √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang