XXII

1.3K 144 15
                                    

“Loh.. ini kan Seulgi?,” gumam Jennie

“Siapa, Jen?,” tanya Irene.

“Seulgi, kak.”

“Seulgi….?”

“Dia tadi orang yang nyaris aku tabrak kak. Dia ceroboh dan aku juga salah. Kenapa kakak punya foto itu?”

“Hani, mengirim ini… Katanya… kita harus berhati-hati..,” belum sempat Irene menyelesaikan perkatannya, Jennie telah merebut ponsel Irene. Dia membaca dengan  seksama pesan yang diberikan oleh Hani.

I can’t understand… terror? Is she a criminal?,” Jennie tak percaya dengan apa yang dia baca.

“Kakak juga tak mengerti apa yang coba disampaikan Hani. Dia bilang, dia adalah korban sakit hati karena Seokjin. Dan mencoba balas dendam.”

Tell me. Apa dia yang mencoba mencelakai kakak waktu itu?”

“Aku tak begitu mengetahui wajahnya. Tapi aku rasa, ada kesamaan diantara mereka.”

“Oke. Mulai sekarang kita harus hati-hati. Kakak jangan pergi sendiri tanpa orang disamping kakak. Kalau kakak butuh apapun, just call me. Oke?”

“Kamu juga harus hati-hati, Jen.. Aku punya firasat buruk.”

“Tak akan terjadi apapun. Percaya padaku. Dan aku bisa jaga diri. Aku malu dengan sabuk biruku jika aku gagal menjaga diri sendiri. Apalagi berhadapan dengan bad girl seperti dia,” Jennie melihat kearah luar, sopir yang dia suruh membeli semangka datang dengan kantung plastik yang terlihat berat. Dia tersenyum.

“Pesanan sudah datang. Just wait a minute, kak,” kata Jennie lalu berlari menuju sang sopir dan mengambil kantung plastik yang berisi semangka untuk diproses lebih lanjut didapur.

*

Yeri tengah berbaring di tempat tidurnya. Senyum terukir diwajahnya. Sejak pulang sekolah, senyumnya sama sekali tak luntur. Begitu tiba dirumah, dia juga tak segera mengganti pakaiannya. Dia malah melamun di balkon kamar. Tak ada yang menyadari sikap Yeri yang sedikit aneh dari biasanya, karena ketika pulang, Jennie tengah memasak untuk makan malam bersama Irene di dapur.
.
.
.
Kenapa berhenti lagi kak?,” tanya Yeri pada Hoseok. Pasalnya, Hoseok menghentikan mobilnya disebuah pom bensin. Dia baru saja mengisi bahan bakar mobilnya. Namun, dia berhenti lagi. Memarkirkan mobil di salah salah satu sisi pom bensin.

“Bentar ya, Yer. Tadi kakakmu pesan kopi sama camilan buat persediaan dikantor. Kakak mau ke minimarket depan dulu. Kalian tunggu dimobil saja ya?”

Yeri dan Jungkook mengangguk bersamaan.

“Kalian mau pesan apa?”

“Tak perlu kak. Aku tak ingin apapun,” jawab Jungkook.

“Tak usah sungkan. Kamu tak punya alergi apapun kan?”

Jungkook menggeleng.

“Bagus. Tunggu disini , anak-anak. Jangan kemana-mana, diluar bahaya. Banyak penculik. Oke?”

Yeri tertawa mendengar pesan dari Hoseok. “Kenapa aku merasa dia seperti papaku,” gumam Yeri yang masih didengar Jungkook. Lelaki itu juga tertawa.

Canggung. Beberapa saat hening mewarnai mobil itu. Tak ada yang berminat untuk membuka suara. Keduanya sama-sama bergelut dengan pikiran masing-masing.

“Ehm…,” Jungkook membuat suara yang menjadikan suasana semakin canggung. Tanpa disadari oleh Yeri, namun mampu dilihat Jungkook, wajah Yeri memerah. Tak ada yang tau apa penyebabnya.

Love And Affection √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang