XVI

1.4K 154 27
                                    

"Honey, aku bingung dengan sikap Namjoon," kata Seokjin. Sekarang dia sedang menuruni tangga di istana milik keluarga Kim. Dia akan berangkat bekerja. Sementara Irene berada disampingnya dengan membawakan tasnya.

"Mungkin Namjoon banyak pikiran dikantor. Mungkin dia mendapatkan kasus yang sulit. Jadinya dia bersikap seperti itu. Nggak perlu dipikirkan terlalu jauh. Percaya saja, Namjoon hanya stress karena pekerjaan. Emm,, mungkin juga permasalahan dengan Jennie belum selesai."

"Semoga begitu. Honey, aku berangkat dulu. Kamu jangan kecapekan. Aku nanti pulang telat."

"Lagi?"

"Iya. Aku harus bicara empat mata dengan Namjoon. Jadi aku memintanya untuk bertemu nanti sore."

"Tapi..."

"Jangan khawatir. Dan inget, jaga diri baik-baik. Aku nggak ingin kamu dan anak kita kenapa-napa."

Irene menggangguk. Sekojin mencium kening dan bibir istrinya sebelum kakinya melangkah keluar rumah. Sementara Irene hanya bisa menatap kepergian suaminya dengan perasaan gundah. Dia tahu, hubungan kedua anak laki-laki keluarga Kim itu sedang kurang baik. Namun, dia tak bisa ikut campur dalam permasalahan kedua bersaudar itu. Dia hanya bisa memberikan dukungan dan selalu berada disamping suaminya.

Baru saja Irene menutup pintu rumah besar itu, tiba-tiba suara bel terdengar. Ada tamu di pagi ini. Irene segera kembali ke pintu dan membukanya.

"Loh? Tuan Min? Ada perlu apa anda kemari? Emmm... Suami saya baru saja berangkat ke kantor," kata Irene.

"Selamat Pagi nyonya Kim," sapa Suga sembari mengeluarkan senyum manisnya. "Saya kemari bukan ingin bertemu dengan Seokjin. Tapi ingin mengantarkan adik saya untuk menemui temannya," lanjutnya. Suasana terasa kaku karena memang Irene dan Suga tak pernah saling kenal. Mereka kenal juga karena Seokjin. Irene istri Seokjin dan Suga teman Seokjin.

Mendengar perkataan Suga, Irene baru menyadari jika disebelah Suga ada seorang lelaki berkursi roda. Lelaki muda itu tersenyumm ke arah Irene.

"Dia siapa? Mau bertemu dengan siapa?," tanya Irene.

"Perkenalkan. Dia adik saya. Lebih tepatnya adik ipar. Namanya Jeon Jungkook. Kami kemari karena mau menjenguk Yeri. Jadi, adik saya ini teman Yeri," jawab Suga begitu ramah.

"Ohh, Yeri. Dia baru saja tidur. Tadi habis sarapan langsung tidur. Mari silahkan masuk," ajak Irene.

Irene tak meyuruh tamu adiknya itu untuk menunggu diruang tamu. Tapi Irene mengajak keduanya untuk menemui Yeri dikamarnya. Sepanjang perjalanan Jungkook memandang takjub rumah besar milik keluarga Kim. Dia tak pernah masuk ke rumah sebesar ini sebelumnya. Bahkan kakak iparnya yang kayapun rumahnya tak sebesar rumah keluarga Kim. Bukan tak mampu membangun istana, tapi bagi kakak ipar Jungkook, rumah sewajarnya saja yang terpenting bisa menampung seluruh keluarganya, tak perlu berlebihan.

Jadi, sudah bisa ditebak bukan, jika rumah milik Suga lebih disesuaikan dengan kebutuhan. Bukan untuk menunjukkan kekayaan dengan membangunnya begitu megah. Ditambah lagi, kakak tercintanya, Wendy tak mau memakai jasa pembantu. Dia hanya sesekali memanggil pembantu atau baby sitter jika keadaan benar-benar mendesak. Memikirkan kedua rumah dan kedua keluarga yang berbanding terbalik, membuat lelaki yang sedang duduk dikursi roda itu tersenyum. Dia ingin menjadi seperti sosok Suga, sang kakak ipar. Yang baginya, dia adalah sosok panutan yang sempurna.

Irene membuka pintu kamar Yeri. Dia mempersilahkan Suga dan Jungkook masuk. Suga mengangguk dan mendorong kursi roda milik Jungkook agar memasuki kamar yang bernuansa sangat pink pastel yang feminim itu. Namjoon yang tengah menjaga Yeri segera berdiri menyapa kedatangan orang yang diharapkan.

Love And Affection √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang